Ibuku tidak
tamat SD, tetapi beliau adalah sosok yang sangat luar biasa bagi saya. Mungkin
untuk menyadari bahwa beliau adalah sosok yang luar biasa sangatlah terlambat,
karena memang ada jarak antara saya dengan ibu. Bahkan yang menyadarkan saya
bahwa ibu itu segalanya adalah ruang yang menyeramkan yang bernama ICU. Ah ya,
aku tak ingin ibu berada di tempat itu lagi.
Dengan kesederhanaan
yang dimiliki, beliau mendidik dengan caranya yang keras dan disiplin bersama
bapak. Bagiku sosok ibu sangat galak, tidak mau menuruti apa yang saya mau dan
kolot. Tetapi didikan ibu memang terasa ketika saya sudah beranjak dewasa dan
secara otomatis saya memaklumi mengapa ibu bersikap seperti itu.
Suatu hari
sepulang sekolah, ibu mengayuh sepeda dibawah teriknya matahari. Berbagi boncengan
dengan saya yang kala itu masih
mengenakan seragam taman kanak-kanak. Sepanjang perjalanan ibu mengajari saya
bernyanyi dan berhitung, mungkin agar saya tidak merasakan panasnya matahari
dan panasnya pantat karena lama berboncengan. Rutinitas itu dikerjakan ibu
setiap hari selama saya sekolah TK, jarak yang cukup jauh tidak menyurutkan
semangatnya untuk menyekolahkan dan mengantar jemput saya. Bagi ibu, pendidikan
adalah hal yang sangat penting. “Ibu nggak
lulus SD, tapi anak-anak ibu harus bisa sekolah setinggi-tingginya”
begitulah prinsip yang beliau pegang. Alhamdulillah
dengan segala ikhtiar dan prihatin bersama bapak, jenjang demi jenjang
pendidikan bisa saya dan mbak selesaikan. Sering ibu bercerita bahwa jika
perempuan itu pintar maka nantinya akan bisa mandiri tanpa harus menggantungkan
orang lain termasuk suami, bahkan jika memiliki pendidikan yang tinggi
perempuan tidak akan diremehkan laki-laki. “Biar saja ibu yang bodoh nggak
sekolah, tapi ibu harap anak-anak ibu bisa jadi orang yang pintar” begitu pesan
beliau sampai sekarang. Dari ini aku belajar bahwa beliau ingin anaknya kelak
menjadi orang yang sukses dengan bersekolah.
Cerita lain,
dikala saya duduk di bangku SMA dan menikmati indahnya masa putih abu-abu. Masa
dimana gejolak kawula muda sangat menggebu-gebu. Bagiku masa SMA tak seindah
anak-anak yang lain, mereka bisa merasakan pergi bersama teman-temannya sampai
malam, merasakan enaknya jatuh cinta dengan teman sekelas atau kakak kelas atau
bahkan adik kelas, atau bahkan menikmati malam minggu dengan berkumpul-kumpul.
Ibu adalah satpam yang paling menyeramkan, beliau disiplin dalam menerapkan
peraturan jam belajar dan jam malam dirumah. Bahkan sampai tamu laki-laki pun
dia sangatlah membatasi atau bahkan tidak ada yang berani datang kerumah. Karena
bagi ibu, belum saatnya aku menerima tamu laki-laki dan bahkan merasakan yang namanya
pacaran. Ketakutan ibu saat itu adalah karena pergaulan waktu itu cukup rentan
dengan kenakalan remaja, ibu takut jika sekolah saya tidak lulus karena kenakalan
remaja yang disebut hamil diluar nikah. Ah… sering sekali konflik dengan ibu
dan merasa “kenapa ibu tidak pernah percaya denganku?”. Sama halnya dengan yang
diterapkan dalam mendidik mbak kala itu, saat aku curhat dengan mbak dia hanya
bilang “ibu memang begitu, nurut saja sebenarnya ibu sayang dan ingin menjaga
anak-anaknya agar tidak salah dalam pergaulan”. Ya, setelah dewasa sayapun
sadar bahwa anak perempuan itu memang butuh proteksi yang luar biasa tentu
dibarengi dengan kepercayaan.
Kisah lain
adalah ketika ibu sedang bertengkar dengan bapak. Jika dipikir-pikir biang keroknya saya. Pagi itu, masih terlalu pagi menurut saya. Ibu
menggedor-gedor pintu kamarku, karena masih ngantuk sayapun malas-malasan untuk
membuka. Begitu pintu kamar terbuka sebuah tamparan mendapat dipipi saya. Nangis
seketika itu! Dan ibu memperlihatkan sebuah kertas yang malam itu seingat saya tertulis
ungkapan kekesalan saya dengan ibu dan bapak. Mungkin karena saya merasa kurang
diperhatikan, kurang disayang, dan saat itu meminta sesuatu namun cara saya
salah. Merasa tidak terima saya ditampar bapak langsung memarahi ibu dan
akhirnya adu mulut terjadi, saya hanya diam sambil menangis. Perkataan ibu yang
saya ingat adalah “aku nggak mau punya anak
manja yang apa-apa harus selalu dituruti! Kelak dia jadi orang tua dan hidup
mandiri, jadi dia harus belajar menghargai orang tuanya”. Pertengkaran pagi
itu, sampai sekarang masih sering terlintas diingatan dan jujur saya menyesal
karena keegoisan saya telah melukai ibu kala itu. Jujur tamparan itu bikin
kapok!
Ibu mengajari
saya dengan jutaan teladan yang tidak bisa saya ceritakan semuanya. Ya, dibalik
kerasnya ibu beliau selalu ingin mengajarkan dan memberikan yang terbaik
sebagai bekal dikehidupan nanti. Ada satu pesan yang sering beliau katakan kepada
saya “jika ibu nggak ada nanti, ibu minta
sama mbak yang akur karena bagaimanapun juga mbak nantinya yang akan menjadi
seperti ibu untuk kamu”. Dan saya nangis bombai mengetik ini semua, betapa
nakalnya saya merasa tidak terima dengan cara mendidik ibu.
Hatinya selembut
kapas namun ditutupi dengan sikap keras dan displin, hatinya penuh dengan
lautan maaf terhadap semua kenakalanku, sempat hatinya penuh curiga dengan
teman lelakiku yang membuatku enggan belajar, bahkan hatinya penuh dengan
keikhlasan hidup sederhana demi kesuksesan pendidikan anak. Seperti yang saya katakan
diawal, saya terlambat menyadari bahwa ibu adalah segala-galanya. Mungkin jika
ibu tidak berada diruang ICU itu aku masih mengedepankan egoku demi kesenangan
saya. Pelukannya sepulang dari tanah suci, dan bau tubuhnya yang penuh balsem kala
itu menyadarkan saya bahwa tanpa ibu dan bahkan bapak saya tidak akan menjadi
seperti saat ini. Bekal ibu untuk saya nanti sudah terlalu banyak atau bahkan
kurang, namun saya yakin ibu sudah memberi yang ter ter terbaik. Ya, seluas
samudra pun mungkin tidak akan bisa mewakili hati ibuku, karena ibuku luar
biasa! Terima kasih bu untuk semua kasih sayangmu selama ini, terimakasih juga
kau pilihkan calon suami untukku.
Dia sebagai partner kerjaku ^_^ |
Tak ada yang bisa aku ungkapkan untuk sosok lelaki ini. Sikap disiplin dan keras kepalanya terkalahkan dengan kelembutan hatinya. Tak pernah banyak kata yang beliau ucapkan, dengan segenap kemampuannya beliau memerankan sosok Bapak dengan sangat baik. Menjadikan sosoknya patut untuk dicontoh dan tidak dipungkiri selama ini beliaulah role model ku.
Ah bapak, seberapa keras kepala dan galaknya bapak aku tetap menyayangimu. Matursuwun bapak, atur bekti kula marang Bapak.
laptopnya beramai-ramai |
Haluu…Pastinya udah nunggu –nunggu kan siapa pemenang TFP ronde 50
ini. Sebelumnya saya terimakasih banget atas partisipasi teman-teman dalam
meramaikan TFP dengan tema kemarau. Sumpah lihat postingan foto teman-teman
rasanya bingung juga milih siapa yang akan melanjutkan ke ronde berikutnya. Semua
foto bagus dan memiliki keindahan masing-masing. Tapi yang namanya hidup banyak
pilihan, jadi ya memang harus memilih.hahaha. dan pilihannya harus satu.