Assalamualaikum, buk.
Sudah 40 hari ya, buk. Rasanyaaaaa... Berat banget menghadapi kenyataan ini, buk. Tadi sore kita datang nengok ibu. Lengkap! Bapak, aku, papa, Intan, Mas Teguh, Mbak Ning, Daffa, Fida. Kecuali Keisha sama Tiara. Keishanya ngaji, buk. Kalau Tiara masih belum boleh, katanya kalau sawanen.
Menyusui itu adalah momen yang penuh dengan perjuangan. Saya masih ingat betul saat resmi menjadi seorang ibu, belum juga hilang suntikan bius pasca melahirkan Intan, saya harus merasakan perut nyeri saat Intan menyusu untuk pertama kali. Mengupayakan bayi saya dapat mengenyot puting dengan benar meski yang ternyata ketika praktek tak semudah teori. Lalu ada saat dimana harus merasakan demam dan payudara membengkak. Orang Jawa mengatakan nawoni, sementara istilah medis dikatakan mastitis.
Juni lalu
keluarga besar saya dihantam badai covid-19. Kami benar-benar tidak menyangka
pada akhirnya akan terkena “giliran” merasakan si virus ini. Meski hasil swab
antigen saya negative, mendampingi bapak isolasi mandiri sangatlah tidak mudah.
Fisik dan pikiran harus bercabang, serasa amoeba yang bisa membelah diri. Ya ngurus
bayi berusia 4 bulan, mendampingi bapak dan menyiapkan semua keperluannya
selama isoman, belum lagi harus memantau kabar ibu dan mbak yang harus isolasi
di rumah sakit.
"Ibuk... Bapak datang!!! Itu di belakangnya ada truk dan juga mobil polisi, buk!" Saya berteriak disaat ibu masih sibuk dengan jahitan baju kebaya pesenan Bulik Darni. Teriakan saya itu membuat ibu meletakkan potongan kain yang hendak di jahit. Sembari melepas kacamata berlensa cembung yang setia menemani ibu, dengan langkah cepat ibu segera menuju teras.