Curhatan Saat Hujan

By Chela Ribut Firmawati - January 14, 2025

Hujan turun dengan derasnya malam ini. Perut terasa lapar, ingin rasanya menyantap seporsi seblak tanpa kerupuk sambil menikmati me time. Berli sudah bobok, Intan dan Mutiara memilih bobok di rumah Ibuk Eni. Urusan rumah besok jadwalnya mbak Yun ke rumah. Alhamdulillaah.. Bisa sedikit santai. Makasihh buk Eniiiii 🥰







Aku gas scopyku menuju kedai jus dekat rumah, meski hujan tak kuhiraukan toh aku masih bisa sambil memegangi payung. Namun apa yang aku dapat? Kedainya tutup dan aku putar balik sambil merajuk ke papa. Hujan membuat kedai sepi dan tutup lebih awal. Mau ke bunderan sebentar juga mikir-mikir. Pulang saja lah daripada nanti aku diculik, kasian papa kalau kehilangan istrinya yang suka tantrum ini. 


Masih saja aku merajuk meminta papa membeli mie tek-tek di depan SD Bilingual Muhamadiah. Tapi ketika papa sudah memakai jaket Festival Transformasi Pendidikan, hujan turun dengan sangat lebat. Selembar dua puluh ribuan kembali aku masukkan ke dalam dompet. Duit aman tapi perutku meronta. Ingin ke meja makan tapi enggan, ada sayur bayam aku tak berselera. Padahal masakanku enak, loh. 


Dan tiba-tiba aku menangis cukup sesenggukan. Aku merindukan seporsi sarimi dengan irisan cabe rawit banyak. Dimakan berdua di suasana hujan seperti ini. Yaaa... Seporsi sarimi itu buatan ibu yang enaknya masih aku ingat sampai saat ini. Aku menangis kenapa aku tidak bisa lagi menikmati masakan ibu yang belakangan aku rindukan. Aromanya, rasanya, tampilannya meski masakan rumahan pada umumnya. Iya... Aku kangen itu dengan sangat. 


Lebih kangennya lagi dulu aku apa-apa dilayani sama ibu. Makanpun ditemani sama ibu meski sebelum ibu berpulang aku selalu senewen ketika makan dilihatin ibu terus. Nyatanya sekarang aku cuma bisa menangisi kenangan itu dan merindukannya. 


Rasanya memang kelelahan mengurus anak-anak dan bekerja sudah berada di level astaga naga. Dan bisanya cuma nangis, tantrum, lalu membuat badan secapek mungkin supaya bisa tidur lebih cepat dan nyenyak. Tapi tetap saja aku merasa duka dan kehilangan ini belum sembuh. Aku tetap butuh ibuku dan duniaku yang tidak baik-baik saja ini terasa berat sekali, buk. Ibuk pulang, donk! 


Ada banyak cerita nih yang mau aku bagi ke ibuk. Kalau aku nangis gapapa ya, buk. Karena kayaknya bener apa yang pernah ibu bilang ke aku dulu eaktu kita menikmati sore di teras rumah. Kayak yang ibu baca dulu bener-bener kejadian sekarang dan sebenarnya aku pengen nyerah lho, buk. 


Atau kalau nggak ibuk datang deh di mimpiku. Masa nggak kangen aku sih? Dah lama banget lho nggak liatin senyumnya sama lambaian tangannya. Tiap hari juga suka dipanggil "mbah utiii... " gitu kan setiap lewat di Sasana Kasedan Jati Ngembak sama cucu-cucunya. Aaahh ibu.... Duniaku nggak baik-baik saja ini. 😭

  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)