Miskonsepsi Yang Sering Ditemui dalam Implementasi Pembelajaran Berdiferensiasi
By Chela Ribut Firmawati - December 08, 2024
Saya ingat betul ketika pertama kali mendengarkan pemaparan tentang pembelajaran berdiferensiasi. Saat itu saya bersama dengan teman-teman SD Negeri 1 Ngembak mengikuti kegiatan pengimbasan sekolah penggerak di mana materinya yang disampaikan oleh Bu Meta yaitu tentang pembelajaran berdiferensiasi. Ketika Bu Meta memaparkan pengalamannya dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi sejujurnya sudah banyak rasa ingin tahu yang muncul dalam pemikiran saya dan nggak tahunya tentang pembelajaran berdiferensiasi Saya pelajari juga ketika saya mengikuti kegiatan pendidikan guru penggerak angkatan 11.
Saya tidak akan menjelaskan secara detail tentang pembelajaran berdiferensiasi, akan tetapi saya akan membahas tentang apa yang saya dapatkan Ketika saya mengikuti program Wardah Inspiring teacher di level ketiga. Dan semakin ke sini tentang pembelajaran diferensiasi itu ternyata digaungkan di mana-mana termasuk dalam pelaksanaan PPG pilothing tahun 2024 di mana pembahasan modul belajar mandiri di PMM adalah salah satunya tentang pembelajaran berdiferensiasi.
Sedikit saya singgung tentang pembelajaran berdiferensiasi di mana pembelajaran ini adalah strategi dalam sebuah pembelajaran yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan murid. Sementara kebutuhan murid itu meliputi minat, kesiapan belajar dan profil belajar murid.
Wah... Berasa mengulang modul 2.1 nih kayaknya. Hahahaaha.
Minat belajar murid merupakan suatu kondisi awal suatu kegiatan belajar yang membuat murid siap untuk memberikan respon/jawaban yang ada pada diri murid dalam mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
Minat belajar adalah dorongan dari dalam diri murid untuk belajar yang pada akhirnya menimbulkan perasaan senang, menguntungkan dan mendatangkan keputusan dalam dirinya.
Profil belajar adalah karakteristik unik setiap murid yang mempengaruhi gaya dan kebiasaannya dalam belajar.
Sedangkan strategi pembelajaran berdiferensiasi meliputi diferensiasi proses, konten dan produk. Nah, implementasinya bisa hanya satu diferensiasi atau bisa juga tiga diferensiasi. Dan biasanya diferensiasi itu nampak ketika pembelajaran sudah masuk di pembelajaran inti dan biasanya akan terlihat di modul ajarnya. Jadi memang dalam penyusunan modul ajarpun harus detail. Ini dari pengalaman sendiri lho ya.
Pemahaman Awal Tentang Pembelajaran Berdiferensiasi
Ketika CGP kemarin modul tentang pembelajaran berdiferensiasi ini yang cukup membuat saya bingung. Bingungnya begini, bagaimana bisa dalam satu pembelajaran kita memberikan treatment berbeda ke murid-murid kita. Apa ga chaos nantinya suasana kelas? Apalagi contoh yang ada di youtube ataupun sumber lainnya, pemetaan awal yang ada adalah pemetaan dari gaya belajar murid yakni visual, auditori dan kinestetik. Bahkan contoh yang ada yo youtube juga rata-rata begitu.
Saya sempet bertanya ke papa yang sudah lulus CGP dan ke temen yang kebetulan menjadi seorang pengajar praktek. Jawaban mereka tuh bikin saya kurang pas gitu. Satu jawaban yang saya dapatkan dari teman cgp lainnya tuh begini "nggak usah diambil pusing, misal pemahaman anak tentang perkalian itu pasti bermacam-macam. Ada yang masih menghitung secara berulang bahkan ada yang sudah hafal. Itu sudah termasuk diferensiasi proses belajar mereka dari segi pemahaman konsep."
Tapi... Karena saat itu saya masih belum memahami banget tentang pembelajaran berdiferensiasi, ya sudah PI 4 saya menjalankan seperti pada contoh-contoh yang ada di youtube. Hahahahaha... Dipetakan berdasarkan gaya belajar. Sementara saya juga sadar bahwa gaya belajar setiap murid itu bisa saja berbeda di mata pelajaran lainnya. Bahkan ketika gaya belajar mereka lebih dari satu misalkan kinestetik dan auditori, bukankah akan membuat mereka menjadi lebih memahami sebuah proses pembelajaran? *imho
Nah, berbeda ketika saya menanyakan soal pembelajaran berdiferensiasi ini ke ibu pengawas ketika memberikan pembekalan sebelum akreditasi sekolah di bulan Oktober lalu. Saya mendapatkan pengetahuan baru dimana murid jangan terlalu kelihatan jika dipetakan dan diferensiasi berdasarkan gaya belajar itu sudah tidak dianjurkan. Hahaha .
"Misalkan dari asesmen diagnostik kita mendapatkan pemetaan kebutuhan belajar murid. Ada yang bawa buku catatan saja, ada yang nggak bawa buku. Lha bagaimana kita bisa menyikapi perbedaan kesiapan murid itu juga sudah termasuk diferensiasi. "
Dan... Tambah mumet... 😵💫😵💫😵💫 hahahahaha.
Miskonsepsi Pembelajaran Berdiferensiasi itu diantaranya :
1. Pembelajaran berdiferensiasi diperuntukkan bagi anak-anak berkebutuhan khusus atau anak-anak dengan kesulitan belajar.
Realitanya : pembelajaran diferensiasi ini dibutuhkan oleh semua anak di kelas kita. Entah dengan level gifted ataupun jenius.
2. Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran individual.
Realitanya : dapat dilakukan secara pengelompokan namun guru juga harus bisa mengerti kapan dilakukan secara individu.
3. Guru perlu membuat banyak RPP untuk pembelajaran diferensiasi.
Realitanya: dalam sebuah pembelajaran kita akan menuju satu tujuan pembelajaran, namun caranya menuju tujuan pembelajaran itu yang berbeda. Jelaskan di langkah-langkah pembelajarannya dan RPP cukup satu saja.
4. Pembelajaran diferensiasi tidak kompatibel dengan standar.
5. Pengelompokan murid dalam satu kelompok sesuai dengan kemampuannya secara kaku.
Realitanya : pembelajaran diferensiasi bukan pembelajaran yang memberikan label-label ke anak. Ada pengelompokan dan cara pengelompokannya dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Tetapi anak-anak tidak akan terus dikelompokkan secara kaku.
Gimana... Kalau merefleksi apa yang sudah kita lakukan terkait pembelajaran diferensiasi apakah yang kita terapkan sudah benar? Atau malah miskonsepsi ini justru yang kita terapkan?
Memang sih pembelajaran diferensiasi ini menurutku lebih rumit karena treatment yang akan kita berikan ke murid itu beragam. Belum lagi nanti kita menghadapi suasana kelas yang JELAS ada DISTRAKSI karena "kok itu beda sama kita buk?", belum lagi kita harus punya ekstra energi untuk memberikan pengulangan penjelasan karena bisa jadi dijelaskan beberapa kalipun juga masih ada yang belum paham. 😣😫
Jadi, kesimpulan dari tulisanku ini adalah....
Iya okee diferensiasi, tapi saya lebih prefer untuk menekankan pada strategi pembelajarannya. Karena apa? Di perjalanan kita mencapai tujuan sebuah pembelajaran, kita akan menemukan perbedaan-perbedaan dari anak-anak kita. Tanpa harus kita kotak-kotakkan dan labeli mereka. Auditori lah, kinestetik lah, visual lah.
Penerimaan pemahaman konsep pelajaran jelas berbeda, menerima cara penyampaian guru juga berbeda, memecahkan masalah yang mereka temui di kelaspun juga berbeda. Tanpa harus dikotak-kotakkan, bukankah sebenarnya setiap hari guru sudah melakukan pembelajaran diferensiasi?
Feel free untuk diskusi di kolom komentar ya teman-teman. Eh tapi denger-denger nih, katanya diferensiasi tidak lagi digunakan karena kurang relevan. Gimana menurut kalian?
0 comments
Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)