Lepas magrib masih dengan baju seragam PGRI, keluar dari gerbang sekolah dengan lengan baju tergulung sebatas siku. Menyalakan si skupi, lalu bergegas menjemput Berli di rumah ibuk. Aku mempercayai ibuk sepenuhnya untuk terlibat dalam pengasuhan dan penjagaan Berli selama aku bekerja. Dan Jumat petang itu adalah hari pertama visitasi akreditasi sekolah. Tempat aku mengais rejeki dan berkah Gusti selama 13 tahun ini. 

Setelah memastikan semua alat peraga untuk kegiatan observasi pembelajaran esok beres, batinku sumringah karena aku akan bertemu di mata indah Berliku. Lalu kami pulang ke rumah dimana papa, Mbak Intan dan Mbak Ara sudah menunggu mama yang lembur. Capek dan sepanjang  jalan aku mikir sangat dalam. 

Entahlah... Sejauh itu aku berpikir bahkan bergumam sendiri. Meskipun tidak setiap hari aku pulang sampai matahari terbenam. Tapi namanya capek segalanya, ya. Aku capek aja.. Pengen gitu yang bisa kerja santai dan nggak ngoyo. Bahkan terlintas "aku kerja sebegininyaaaa ituuu... Aku nyari apa?" Hahaha. Sounds lebay dan gak beryukur kan yaaa. Tapi memang betul lagi ngrasa gimana aja gitu. 

Padahal Gusti Allah sangat baik banget meski aku msh sering alpa. Padahal anak-anakku merelakan waktunya sama mama berkurang karena mamanya kerja, padahal bapakku begitu bersyukur setiap hari anaknya pergi ke luar rumah dengan seragam (meski gajinya ga seberapa), padahal mbakku juga seneng adiknya gak cuma di rumah aja dan cita-cita almarhum ibuku bisa terkabul bahwa anak-anaknya harus mandiri secara finansial. 

Tapi.. Capek... Dengan segala dinamika ceritanya. Cuma mbatin "sampai kapan ya gusti?", " Kenapa begini ya gusti?". Bahkan bisa-bisanya saat cuci piring siang tadi aku gremengan sendiri "aku sedang menuai karmanya siapa?" 

Tidak.. Aku bukan tidak bersyukur dengan diriku. Justru aku sangat bersyukur apalagi bersama ketiga anakku. Dengan papanya anak-anak? Haha.. Tiiiiiiiiiiiit. Sensor aja lah ya.