Sakit Gigi dan Berujung Cabut Gigi di drg. Agus

By Chela Ribut Firmawati - September 09, 2024

 "Betah banget ngopeni sakit gigi toh?" 

Tante Pina agak ngegas ketika aku sambat soal sakit gigi. Masih dalam masa cuti saat itu dan memang ngrasain sisa akar gigi berlubang senut-senut. Sempet dilihat dan ada semacam benjolan kecil di gusi luar berisi nanah dan darah. Oke lah yaaa masih abai karena cuma senut-senut aja dan benjolan kecil itu kempes kalau selesai sakit gigi. 


Tapi suatu ketika disaat sudah kembali ke sekolah dan baru saja seminggu masuk sekolah pasca cuti melahirkan, aku mendapati sakit kepala yang nyut-nyut nya luar biasa. Nggak pernah begini sih sebelumnya karena mikirnya kecapaian atau apalah gitu ya. Dan nggak ada pikiran ke arah sakit gigi. Sampai akhirnya gigi nyut-nyutan banget dan sampai harus bedrest. Bayangin, lagi ada baby 3 bulan harus sakit gigi dan udah nggak ada mbak Mi yang urus kerjaan rumah. Bilang apa aku? Astaqfirullah ya allah... 


Akhirnya ya wasap Tante Pina lagi buat nanyain obat. Yang kudapat adalah jawaban diatas ituuuuuuu. Merengek sama papa akhirnya diajak berobat langsung di faskes pertama BPJS ku. Sakit gigi begini adalah karunia buat papa karena aku berada di mode kalem. Sangat kalem. Paling ya nangis trus ya manjanya bertambah. Dahlah... Katanya mending sakit gigi daripada sakit hati, tapi bagiku TIDAK KEDUANYA. Sama-sama sakit dan ya begitulah bikin uring-uringan nggak jelas. 


Perjalanan Mencari Kesembuhan Gigiku

Oke, agak menyeramkan ya bund untuk ketemu dokter gigi. Entah karena memang takut sakit atau malu karena kondisi gigi tak seindah giginya Soimah. hahaha. Yang jelas keringat dingin memang keluar dan tensi agak tinggi ketika diperiksa. Pengalaman dulu waktu SD memang beberapa kali ke puskesmas untuk cabut gigi. Tapi ini bayangannya sampai yang harus bedah atau bagaimana. Overthinkingku menari-nari diatas kepala yang sedang nyut-nyutan. 


Sambil merapal doa dan berharap sakit gigiku cukup dengan obat saja. Tapi kata dokter "Bu, ini kan akar dari gigi yang berlubang ada abses di gusi. Sebaiknya ini dicabut saja. Kalau tidak ini nanti sakitnya akan berulang!" Hmmm. Sesi konsultasi saat itu lebih banyak bersama papa dan aku hanya terdiam saja. Membayangkan sakitnya cabut gigi nanti. 


"Saya beri obat dulu, tiga hari lagi ibu datang kesini ya." Pesan bu dokter kala itu. Dan memang benar dengan obat yang diresepkan, abses di gusi kempes dan nyerinya hilang. Tapi di hari dimana harus periksa lagi, tiba-tiba aku meriang. Hahaha. Meriang karena mikir dan takut kalau harus tindakan cabut gigi. Ditambah lagi papa berkali-kali bilang "Ma... alatnya buat cabut gigimu to nanti tang yang gedhe!". hmmm... nyebahi kan laki-lakiku.... hahaha


Dan aku memilih untuk menunda untuk periksa karena memang kondisinya kurang fit. Kupikir aku akan baik-baik saja tapi ternyata sakit gigi itu muncul lagi sehingga papa menggiringku ke mobil dan diajaklah untuk kembali periksa. Prosesnya sama, duduk di kursi pasien, dilihat kondisi gigi dan absesnya lalu "saya obati dulu lagi ya buk. Kalau masih ada infeksi memang masih belum bisa cabut gigi. Tiga hari lagi ibu periksa lagi." Mbatin sih, kok prosesnya lama banget siihhhh.... capek riwa-riwi. 


Akhirnya aku menuruti apa yang dokter perintahkan kala itu. Obat diminum rutin, banyak istirahat, jangan begadang demi mengakhiri rasa sakit gigi ini. And the day dimana aku dan papa ke dokter gigi di faskes 1, tanpa antri namun berujung "sudah bisa dicabut ini, bu. Tapi karena kondisi giginya ini ada 2 akar depan dan belakang jadi saya rujuk di rumah sakit saja. Mau milih dimana, RSI atau Permata Bunda?" Wah.. Kaget donk akuh. Kenapa harus ke RS lho padahal ya alatnya lengkap gitu. 


Asli... Yang aku keluhkan saat itu bertambah yaitu.... Kesuwen!! Kenapa ga cabut langsung saja sih! Dengan maksud lain supaya aku nggak lagi ngerasain takut gitu lho. Overthinking ku keluar lagi dengan banyaknya pertanyaan "nanti gimana kalau.... " Ya begitu lah. 


Rujukan Ke Rumah Sakit Islam Purwodadi Dan Bertemu dengan drg. Agus Aran P

Papa yang memilihkan RSI sebagai faskes lanjutan untuk cabut gigi. Dengan pertimbangan akses transportasinya ga seribet ke perbun dan jam prakteknya pagi, ditambah pasien yang diperkirakan tidak sebanyak di perbun. 


Oke baiiiiiikkkk... Hari itu aku bertemu dengan dokter gigi. Untuk pertama kali... Di umurku yang ke 34 tahun... Dengan tujuan cabut gigi. And why rasanya beda banget sama pengalamanku cabut gigi di umur 8 tahun, sih? 


Urusan pendaftaran lancar karena ada papa. Tapi tetap dia dengan usilnya menakut-nakutiku dengan kemungkinan-kemungkinan yang ada. Jiwa iseng itu muncul mungkin untuk menenangkanku yang memang sedang keringat dingin karena takut. Tapi ada hal lain yang memang membuat makin sayang, papa selalu mendampingiku, nemenin, digandeng, dan memastikan obat juga harus diminum sesuai anjuran. Terlihat lebay aku ya, tapi itu adalah hal yang sebelumnya tidak aku dapatkan dari bapak. Bilang apa aku? Alhamdulillah. ❤

Menanti panggilan dokter



Kembali ke pergigian... Setelah memasuki ruangan dan bertemu dengan pak dokter, langsung diminta duduk di kursi panas. Eh bukan.. Kursi pasien. Hahaha. Sampai akhir perjalanan cabut gigi dan selesai pun aku nggak tau wajahnya dokter Agus kek gimana karena beliau selalu ditutup masker. Wkwkwkwk. Dok... Penasaran aku! Hahaha. 


Agak awkward memang ketika itu karena serius aku gemeteran dan keringat dingin. Setelah rekam medis dibaca, dokter memastikan kondisi gigiku apakah hari itu juga bisa dicabut dan ternyata BISA GITU LOH. TAPI AKU TAKUUUUUTTTTT. 

Candid by papa


"Sakitnya nanti cuma ketika disuntik anestesi saja kok, bu. Pasti ini sakit giginya dah lama dan nggak dirasain ya?" Saya cuma nyengir aja. Hahaha. Sementara papa juga cuma senyam-senyum doank. 


Oke, sambil menenangkan diri sendiri demi berakhirnya penderitaan. Akupun pasrah aja wes lah. SC 3x aja berani lha cabut gigi aja takut. Wkwkwkwk. Memang part ketika di anestesi gusinya tuh agak sakit. Rentang 6 dari 10 lah ya. Setelah itu diminta menunggu 3 menitan biar biusnya bekerja. 


Yang kurasain adalah gusi jd agak tebel aja gitu dan kayak kesemutan. Dan terjadilah eksekusi pencabutan akar gigi di bagian depan dan belakang. Dicabutnya 2 kali karena giginya ga tau juga modelnya bagaimana. Yang jelas durasinya cepet bangeeeetttt dan nggak sakit. Hahaha. Jelas lah ya lha wong dibius. 🤣


Kuperlihatkan dulu wajah ketika selesai dicabut giginya. Harus pakai filter yaa bund karena biar lebih cantik dikit. 

Pipi agak besar sebelah sambil gigit kassa


Nah sudah berani cabut gigi dan diminta datang kembali seminggu berikutnya, boleh donk memberi hadiah kepada diri sendiri karena sudah melewati momen cabut gigi. Segelas POINT kopi palm sugar menjadi reward sambil menikmati kebas di mulut. Jadi kalau diajak ngomong kayak mulutnya gemeteran gitu loh. 🤣 dan ngopinya ditemenin ayang tentunya sambil kita mereview pelayanan cabut gigi tadi. 

Ngemper aja sambil diskusi



Dan beginilah testimoniku cabut gigi bersama drg. Agus Aran P di RSI

Gimana yaa... Memang awalnya agak underistimate sama RS ini karena pernah ada kejadian ga enak sama dokternya ibu mertua. Udah lama sih tahun 2017an kalau ga salah. Tapi ya sudah, jangan sampai ketemu dokter itu lagi. 


Kalau dengan drg. Agus yang aku rasain tuh... 

1. Dokternya alus yaaa. Ramah ke pasien dan welcome gitu. 

2. Tindakan beliau menurutku gak yang kasar. Cenderung halus dan meyakinkan pasien  bahwa "oke gapapa kok"

3. Enak juga diajak bercanda biar nggak tegang-tegang banget

4. Sesi konsultasi juga lumayan enak. Penjelasan dari drg. Agus juga jelas, penyampaian enak, komunikatif bahkan "ada pertanyaan lagi?" Wah.. Jarang-jarangaku sebagai pasien BPJS mendapat kalimat ituh. 


Bahkan testimoni yang aku tulis ini juga dari beberapa pasien yang anti bersamaku saat itu juga sama kok. "Dokternya alus lho mbak ini. Enak diajak konsul. Sabar juga!" Wih.. Jempol deh untuk drg. Agus. 


Kuakhiri deh cerita soal sakit gigi yang berujung dicabut. Next akan kulanjutkan dengan perawatan lanjutan yaitu scaling gigi dan bisa tercover BPJS. Oiya, cabut gigiku ini gratis tis ya bund. Sadar diri sebagai pasien BPJS, kuncinya harus sabar. Hahaha. 

  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)