Seorang gadis kecil tampak dalam gendongan seorang perempuan paruh baya. Gadis cilik itu kira-kira berusia 5 tahunan. Dalam pose berdiri seperti sedang melakukan sikap sempurna menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Tampak pula para pemuda dan pemudi sedang asyik ujuk gigi. Ada yang menari, membaca puisi, hingga berjoget. Tak ada panggung megah. Terlihat beberapa kusen jendela sebagai latar belakangnya. Dan tiang kanan kiri yang tertutup umbul-umbul merah putih.
Entah saat itu adalah momen perayaan kemerdekaan RI yang ke berapa. Yang jelas ibu bercerita bahwa foto-foto yang saya lihat berkali-kali dan saya tanyakan ke ibu itu adalah momen perayaan kemerdekaan di lingkungan RT. Di teras rumah mendiang Pak Joko. Sederhana namun dari foto itu sangat membekas sekali kenangannya. Dan entahlah, sebagai penikmat kenangan saya turut merasakan bahagia.
*Sayangnya album foto itu entah disimpan bapak dimana. Dan saya kehilangan bukti untuk postingan ini.
Persiapaan Upacara Kemerdekaan RI Hari ini
Hari ini adalah dimana kita merayakan kembali kemerdekaan Republik Indonesia ke 78th. Kesibukan domestik di pagi hari sudah menyelimuti keluarga kami. Meski berbeda jauh dengan kenangan yang saya rangkai dari foto yang kala itu saya simak bersama ibu. Setiap tahunnya selalu ada kenangan, begitupun dengan tahun ini.
Malam sebelumnya saya memberitahu Intan untuk menyiapkan seragamnya. Dia akan mengikuti upacara bendera di sekolahnya. Sementara saya dan papa mengikuti upacara di tempat yang berbeda. Saya di lapangan desa Ngembak dan papa di lapangan desa Depok. Ya, pagi tadi kami bersiap untuk melaksanakan upacara kemerdekaan RI. Adalah momen dimana kami dapat memaknai perjuangan para penjajah dalam memperjuangkan kemerdekaan RI. Sekaligus mengajarkan nilai nasionalisme dan cinta tanah air ke Intan.
Unjuk Kebolehan di Depan Kepala Desa Ngembak
Peserta upacara desa sudah berkumpul di lapangan desa Ngembak. Bahkan tampak beberapa siswa dari SDN 4 Ngembak sudah bersiap untuk unjuk gigi. Tahun ini, anak-anak diberi ruang untuk berekspresi di depan kepala desa dan masyarakat. Sekaligus sebagai salah satu ajang promosi sekolah kami.
Gebrakan baru yang diberikan oleh pihak desa dimana sebelum-sebelumnya anak-anak hanya berperan sebagai peserta upacara. Hari ini semacam ajang pamer terutama anak-anak dengan kebolehannya. Dan sekolah kami menampilkan atraksi drumband dengan formasi barisan. Seperti biasa, masyarakat adalah menjadi tim penilai paling otentik dari penampilan anak-anak.
Sebuah uji nyali juga bagi para pendamping dimana kebolehan anak-anak ditampilkan. Namun apapun hasilnya, anak-anak tetap menampilkan yang terbaik. Terbukti atensi masyarakat dan juga bapak kepala desa. Sambutan meriah mereka dapatkan. Dan terlihat jelas wajah-wajah grogi itu tampak lega seketika.
Tampil dalam Kesederhanaan Tidak Menjadi Penghalang
Ya, anak-anak tampil dalam kesederhanaan. Dengan kostum merah putih atau seragam biasa. Ditambah hiasan kepala yang mereka buat sendiri dua hari sebelumnya. Tidak ada kostum drumband yang mewah pada umumnya. Kesederhanaan itu adalah ciri dari kepala sekolah kami.
Sesekali saya mendengar mereka berdecak kagum dengan penampilan dari SD sebelumnya. Namun lagi dan lagi, menanamkan percaya diri kepada anak-anak itu sulit. Mereka menganggap penampilannya sangat biasa. Padahal saya mendengar sendiri decak kagum bapak-bapak yang berada di barisan belakang saya.
Kesederhanaan bukan menjadi penghalang mereka untuk menampilkan versi terbaik dari latihan mereka. Justru saya menggaris bawahi dari setiap proses yang mereka lalui. Dari yang bermula bermain drumband dari kaleng bekas biskuit, lalu sekolah nekat membeli seperangkat drumband. Berlatih ala kadarnya dari para guru dan memberanikan diri mengundang pelatih drumband. Hingga koreksi di beberapa alat supaya suara yang dihasilkan lebih mantab. Latihan pengenalan alat hingga notasi. Bahkan ketukan dan formasi barisan. Semua berproses dan proses itulah yang membentuk mereka hingga mampu menampilkan diri seperti pagi tadi.
Ya, proses anak-anak inilah yang menjadi kesan menarik bagi saya tahun ini. Kemerdekaan yang mereka sambut sejak awal bulan Agustus. Latihan demi latihan di sela jam pelajaran. Mencoba berbenah dari kesalahan-kesalahan ketukan dan formasi di setiap kali latihan. Semua tidak dapat mereka raih tanpa diberikan kesempatan untuk mencoba.
Ya, sejatinya perjuangan saya dan teman guru lainnya adalah terus menggerak pendidikan di desa kami. Berharapnya bahwa kedepan Indonesia jauh lebih baik lagi. Namun tidak elok jika saya terlalu banyak menaruh harapan kepada bangsa ini tanpa memberikan aksi nyata di lingkungan.
Sebagai salah satu orang yang berperan dalam mencetak generasi bangsa dan generasi emas Indonesia nantinya, sumbangsih terbaik yang bisa saya lakukan adalah dengan membersamai mereka dalam mengukir hari-harinya untuk menggapai cita-citanya. Memberikan ruang untuk mereka mencoba, merefleksi bersama apa yang sudah kita pelajari. Setidaknya, sedikit coretan saya di kehidupan mereka akan menjadi bekal mereka nanti menuju masa depan.
Dirgahayu Indonesiaku ke 78 tahun. MERDEKA!!
0 comments
Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)