Boneka Pustaka Bergerak yang Terus Menyalakan Literasi
By Chela Ribut Firmawati - August 13, 2023
Keberadaan pojok baca di kelas saya setiap tahunnya sebenarnya bukan tanpa alasan. Perpustakaan sekolah yang seharusnya hidup ternyata sangat disayangkan karena masih belum aktif hingga saat ini. Seharusnya mereka bisa asyik membaca buku di perpustakaan, namun ketersediaan buku bacaan dan petugasnyalah yang menjadi hambatan. Tidak heran jika minimnya minat baca ini berimbas pada hasil asesmen nasional dimana rapor mutu pendidikan sekolah tahun 2022 mengalami penurunan sebesar 11% dari tahun sebelumnya.
Sedih, namun saya tetap berupaya dengan menyediakan buku bacaan yang menarik bagi anak-anak. Nyatanya sejauh saya mengamati entah di jam istirahat ataupun selesai mengerjakan tugas, beberapa anak tampak sibuk memilih judul buku yang saya sediakan. Entah sekedar melihat-lihat gambarnya atau menceritakan kepada teman sebangkunya. Nyatanya, kemauan berliterasi itu ada selama didukung medianya.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Kang Maman dalam sebuah webinar kala itu. Saya terus mengingatnya dan memang saya membuktikan sendiri bahwa "Bukan minat bacanya yang rendah, melainkan kurang tersedianya buku bacaan untuk anak-anak. Jadi mereka mau membaca buku, tetapi bukunya mana?"
Iya... bukunya mana? Lantas, haruskah saya harus terus pesimis sementara di salah satu sudut desa Sumberjosari Karangrayung Kabupaten Grobogan, ada seorang pemuda pegiat literasi. Yulianto yang sering saya sapa Mas Yuli. Pertemanan kami yang sudah terjalin dari tahun 2018 memang sering membawa kami pada sebuah obrolan tentang mirisnya minat baca anak-anak dan ketersediaan buku bacaan bagi anak. Bahkan sebuah fakta dimana Indonesia menduduki peringkat 62 dari 70 negara di dunia terkait rendahnya literasi atau peringkat 10 terendah dari negara lainnya. (perpustakaan.kemendagri.go.id)
Pustakawan yang Terus Menghidupkan Lentera Literasi
Beliau ini adalah sarjana perpustakaan. Semangatnya untuk kuliah dan mengambil jurusan ilmu perpustakaan tidak menguap begitu saja setelah dia menyelesaikan kuliahnya. Bahkan salah seorang teman mengajar dan kebetulan teman kuliah Mas Yuli pun memberikan komentar "Cuma Mas Yuli yang benar-benar mengaplikasikan ilmu selama kuliah hingga sekarang ini!".
Kecintaannya terhadap buku dan kegemarannya membaca buku memang membawa beliau diterima sebagai salah seorang pustakawan di salah satu sekolah swasta. Namun, saya mendengar sendiri keresahan Mas Yuli yang merasa dia tidak selayaknya menjadi pustakawan.
"Bayangin bu, aku harus berhadapan dengan laporan ini itu, angka-angka fiktif sementara aku kan sarjana perpustakaan! harusnya kan aku punya perpustakaan!" ujarnya.
Perang batin yang dia alami akhirnya berhasil dia tuntaskan dengan mengambil jalan untuk resign dari sekolah dan melanjutkan untuk merintis rumah baca yang dia dirikan di rumahnya sendiri. Ya, lentera literasi itu dia bawa bersama dengan Rumah Baca Bintang. Yang hingga saat ini terus berkembang.
Terus Menyalakan Virus Literasi dari Desa ke Desa
Keprihatinan Mas Yuli terhadap rendahnya literasi di Indonesia membawa dia untuk menyalakan sedikit demi sedikit virus literasi. Perjalanan dia mulai dengan melapak buku dari sekolah ke sekolah di desanya. Bermodal buku koleksinya, kedatangan Mas Yuli disambut dengan antusias oleh anak-anak.
Tak hanya membawa buku cerita saja, beliau juga membawa boneka yang dia gunakan sebagai media bercerita. Boneka tersebut menjadi magnet bagi anak-anak dan lebih terhanyut dalam cerita yang Mas Yuli ceritakan. Menurutnya, dengan media boneka dia jauh lebih leluasa berekspresi.
Boneka Pustaka Bergerak yang Terus Bergerak
Iya, boneka itu selalu bersama Mas Yuli. Lagi-lagi saya ingat betul impian beliau untuk bisa bertemu dengan Najwa Shihab. Salah satu ikon duta literasi di Indonesia.
"Pokoknya ya bu, suatu saat nanti aku pasti akan bertemu langsung dengan mbak Najwa Shihab!" ujar beliau.
Benar saja, impian Mas Yuli satu demi satu terwujud. Literasilah yang membawa dia akhirnya bertemu dengan Mbak Najwa Shihab. Bahkan beliau terus bergerak bersama boneka nana yang diambil dari nama mbak Najwa Shihab. Tentunya pemberian nama itu dia lakukan dengan meminta izin langsung dan berkolaborasi untuk terus menggiatkan literasi. Mas Yuli dan boneka nana itu ibarat satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Bersama boneka nana, virus literasi terus Mas Yuli sebarkan hingga saat ini namanya terus melambung.
Kecintaannya terhadap buku dan impiannya menjadikan Grobogan sebagai kota dengan lautan buku terus beliau upayakan agar anak-anak juga mencintai buku. Sebuah keyakinan dimana dengan literasi dapat memutus rantai kebodohan dan kemiskinan di negeri ini.
Rumah Baca Bintang dan Nyala Literasi yang Terus dilakukan
Ya, diawal saya sudah menyebutkan bahwa pustakawan itu tetap menyalakan literasi melalui Rumah Baca Bintang. Sebuah taman bacaan yang dia dirikan di rumahnya sendiri. Menggunakan sebagian ruang tamu untuk memajang koleksi buku milik Mas Yuli. Dengan rak sederhana dari kotak telur bekas. Beliau susun agar buku-buku tampak rapi dan menarik antusiasme anak-anak di sekitar rumahnya.
Benar saja, ketersediaan buku-buku di Rumah Baca Bintang memang menjadi magnet bagi anak-anak. Setiap hari ada saja anak yang datang dan membaca buku. Dia menyediakan akses gratis untuk membaca buku atau sekedar bermain. Rumah baca yang dia dirikan sejak tahun 2015 itu hingga saat ini terus berkembang. Koleksi buku semakin banyak dengan rak yang jauh lebih layak.
Kotak telur bekas kala itu dia beli seharga Rp 2000,00 menjadi salah satu cerita dari perjalanan Rumah Baca Bintang. Tak hanya itu pula, hibah buku juga Mas Yuli terima dari beberapa teman. Bahkan beliau rela mengesampingkan kepentingannya untuk bisa menabung demi membeli buku baru.
"Bu, boleh saya ikut memasukkan 3 taman bacaan yang kebetulan saya yang menginisiasi?" ujar beliau ketika saya meminta beberapa data terkait Rumah Baca Bintang untuk mendapatkan beberapa buku dari salah satu penerbit. Wah, hebat sekali.. nyala literasi terus dia galakkan dan tidak hanya di lingkup desanya. Saya kagum dengan beliau dan semangatnya untuk berliterasi.
Ada lima taman bacaan yakni Rumah Baca Bintang yang berlokasi dirumahnya, Rumah Baca Mulya Utama di Desa Dempel Kecamatan Karangrayung, Taman Baca Lurung Ceria di Desa Welahan Kecamatan Karangrayung, Padepokan Ayom Ayem di Desa Godan Kecamatan Tawangharjo, dan Teras Baca Rejosari di Desa Rejosari Kecamatan Grobogan. Kelima taman bacaan itu memiliki penanggung jawabnya sendiri. Dengan misi yang sama yaitu menyalakan virus literasi sehingga minat baca anak tumbuh sehingga bisa membawa Indonesia bebas dari kebodohan dan kemiskinan.
Semangat berliterasi yang terus digerakkan oleh Mas Yulianto bersama Boneka Pustaka Bergerak ini layak dinobatkan sebagai penerima Penghargaan SATU Indonesia Awards (SIA) Tingkat Provinsi Jawa Tengah 2021 dari Astra Internasional. Tentunya selaras dengan pilar CSR Astra pada bidang pendidikan. Astra berharap semangat dan dedikasi yang dihadirkan Yulianto, dapat menginspirasi pemuda lain di seluruh penjuru negeri.
Dari Mas Yuli saya belajar bahwa keterbatasan literasi bukan menjadi penghalang baginya untuk tidak menyebarkan virus literasi ke anak-anak. Penghargaan yang diberikan Astra ini menjadi cambuk untuk terus bergerak dan menyalakan cahaya literasi di daerah lainnya. Menjadi sebuah janji dalam dirinya untuk terus menebarkan literasi dan tetap mengawalnya hingga mimpinya terwujud agar Indonesia menjadi lautan buku.
0 comments
Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)