Cerita Ibu Ketika Naik Haji

By Chela Ribut Firmawati - June 08, 2023

Mengawali tulisan di bulan Juni ini dengan cerita tentang ibu ketika beliau naik haji. Menjadi tamu Allah adalah dambaan ibu sejak lama. Tepatnya kapan beliau resmi mendaftar sebagai calon jamaah haji juga saya tidak tahu persis. Yang jelas bulan September 2014 bapak dan ibu berangkat ke Mekkah, tiga bulan berikutnya bapak dan ibu mantu anak ragilnya ini. Hiyak.

Naik haji



Saya tidak akan menceritakan bagaimana kondisi ibu dengans egala kekhawatiran kami selama empat puluh hari melaksanakan ibadah haji. Selain pulang membawa hikmah dari yang bapak ibu dapatkan, cerita ibu yang sempat terpisah dari rombonganpun beliau ceritakan berulang-ulang kali dan terus merapal syukur masih diberi keselamatan hingga pulang kembali ke tanah air. 


Dan yang membekas dalam hati saya hingga detik saya menceritakan ini adalah ketika bus datang dan berhenti di depan Pendopo Kabupaten Grobogan, beliau mencari saya dan langsung memeluk saya sembari memberikan Al-Quran. Entahlah, selama di sana memang juarang sekali ibu menanyakan saya. Yang sering beliau tanyakan adalah mbak, anak kesayangannya. 


Terpisah Dari Rombongan Ketika Naik Haji

Jadi siang itu saya kembali mengenang cerita ibu ketika beliau ketlisut di Masjidil Haram. Sambil menahan air mata, bapak cerita. Begini ceritanya...


Bapak adalah calon jamaah haji yang juga diberi kepercayaan sebagai ketua rombongan. Ada 14 kelompok dimana setiap kelompok berjumlah 10 orang. Oleh bapak dan Pak Sodiq, setiap kali rombongan melakukan aktifitas selalu dalam komando bapak. Ya dihitung, ya diabsen, ya harus melakukan rukun haji. Tugas bapak itu dobel dan ibu selalu mendukung. 


Berbeda dengan ibu dimana ibu ini sering dibully dengan teman satu rombongannya. yang istrinya kepala sekolah ini lah, bu itu lah, bu judes lah karena kondisi ibu yang mereka menilai ibu ini orang bodoh. TAPI HEYYYY!!!!! IBUKU JAUH LEBIH PUNYA HATI NURANI KETIMBANG KALIAN NIH YAA!!! *Baek bukk dikasih umur panjang, insaflah!!! (mon maaf emosi). Tetapi masih ada orang baik yang mau merangkul ibu dan alhamdulillah sampai sekarang meskipun ibu sudah berpulang kami masih menjalin silaturahmi dengan baik. 


Saat itu rombongan akan memasuki Masjidil Haram. Kata bapak melewati pintu tiga. I can't imagine but i believe suatu hari nanti saya bisa ibadah di sana. Maunya 2024 bisa umroh. Aamin. Situasi lumayan crowded apalagi jamaah dari Indonesia itu memang secara fisik jauh berbeda dengan jamaah dari negara lain. 


"Dadi bapak kui ngomando konco-konco to nduk, terus giliran kelompoke ibumu arep mlebu reti-reti ono rombongan wong kulit ireng lewat!"


Jadi gerombolan orang berkulit hitam dengan postur tubuh lebih besar itu memang melintas dan membelah rombongan bapak yang juga akan memasuki Masjidil Haram. Dari situlah ibu terpisah sendiri dengan rombongan lainnya. Yang ibu lakukan hanya berdiri dan diam. Mungkin beliau bingung harus bagaimana. Saya bisa membayangkan bagaimana kondisi ibu saat itu. Dalam diamnya pasti beliau panik dan sibuk mencari dimana bapak berada. 


Setelah kembali ke maktab, bapak menyadari bahwa ibu belum juga kembali. Menangislah bapak dan bingung harus bagaimana. Akhirnya bapak memutuskan kembali mencari ibu di Masjidil Haram yang seeeeeeeeeeeeeeeeebbegitu luasnya. Disusul beberapa teman bapak yang merasa tidak enak hati dan takut bapak marah. 


Lima belas menit bapak mencari-cari ibu, handphone berbunyi dan dari sumber suara mengatakan bahwa ibu sudah kembali ke maktab dan diantar petugas keamanan. Bergegaslah bapak untuk segera menemui ibu, dan seperti itulah.... mereka menangis. huhuhuhu.


Pengakuan Ibu dan Cerita Beliau Ketika Naik Haji

Beliau menceritakan bahwa memang secara tenaga ibu kalah ketika rombongan orang berkulit hitam dengan postur tubuh yang lebih besar dari orang Indonesia. Saat terpisah dengan rombongan dan kebingungan, ada orang yang menghampiri ibu. Dipeluk dan dicium oleh si ibu yang dari Ciamis itu sambil berkata "kasihan ini ibunya terpisah dari rombongan!". (menirukan cerita ibu... nangis dulu boleh ya...)


Gelang identitas ibupun diperiksa dan ibu dibawa ke pos keamanan. Entah bagaimana percakapan mereka, yang jelas ibu dibawa ke maktab untuk kembali bersama rombongan. Pengakuan ibu yang menolong ibu saat itu adalah mbak saya. "persis anakku kok pak. Persis Jati, yo ayu kok. Aku diambungi karo diomongi gakpopo buk...mengko ketemu bapak buk!"


Ya, selain cerita ibu yang terpisah dari rombongan. Di Mekkah ibu memang sering sekali mendapatkan makanan dari orang sana. Entah roti, nasi kotak yang kata ibu nasinya gedhe-gedhe. hahahaha. Padahal di hotelpun juga makanan sudah tersedia. Namun ketika ibu pergi jalan-jalan untuk menikmati suasana di tanah suci, ada saja orang yang menyodori makanan. 


Bahkan saat hari terakhir ibu disana, roti yang diberikan oleh anak kecil ke ibu juga dibawa sampai ke Indonesia. Seperti biasa ibu berikan roti itu ke saya ditambah dengan air zamzam dan kurma. "Nggak ono cerito ibu keliren nek Mekkah, nduk. Alhamdulillah panganan turah-turah!".


Lesson Learned

Ketika ibu bercerita dan diulang kembali oleh bapak, pikiran saya jauh menganalisa. Ibu saya memang bukan orang yang berpendidikan tinggi, bukan juga orang yang kaya raya. Tetapi saya sendiri merasakan betapa kayanya hati ibu terlebih untuk sesama. Sekedar mangga dua biji dibagikan ke tetangga, semangkuk bubur kacang ijo untuk Pak Joko pernah ibu perintahkan saya untuk mengantarnya. Sepiring nasi sawah untuk ibu-ibu ngasak yang tidak membawa bekal makanan, rela menyusui anak-anak kucing yang ditinggal mati induknya. 


Segala sesuatu akan berbalas, dan saya membuktikan itu melalui cerita ibu. Di kondisi kesehatan ibu yang kurang bagus, beliau dapat menuntaskan rukun wajib haji dan masa-masa berat ketika berdesakan melempar jumroh. Ketika ibu terpisah dari rombongan juga ada yang menolong. Satu hal yang beliau sampaikan ketika menceritakan itu adalah tetaplah berbuat baik. 


Ah... dada saya berat rasanya menceritakan ini. Ibuku yang katanya ndeso dan nggak berpengalaman, dan sering disepelekan orang nyatanya murah hatinya. Dan apa yang menjadi angan ibu semasa hidup selalu bisa terwujud. Ah...sudahlah, masih berat untuk mengenang ibu. 


Seperti kata ibu, meskipun susah yuk tetaplah berbuat baik.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)