Kalau ditanya apa memang menjadi guru adalah cita-cita yang sering saya sebutkan sejak kecil? Jawaban saya adalah TIDAK. Kalau ditanya lagi, kenapa bisa menjadi seorang guru? Jawaban saya adalah doa dan dukungan ibu. Lalu apa donk cita-cita saya dulu? Tak jauh dari dunia kesehatan entah menjadi seorang bidan atau dokter.
Namun takdir membawa saya hingga di titik ini. Titik yang sudah mulai jauh dari semenjak saya menerima dengan sadar dan menikmati perkuliahan di jurusan PGSD. Yang sangat bising dengan cemoohan para tetangga sok tau bahwa sekolah PGSD dan menjadi guru SD adalah pekerjaan rendahan.
Namun begini, kegalauan saya memilih akan kuliah di mana memang terbilang lama. Sejak awal ibu menyarankan saya sekolah keguruan, sementara bapak memberikan saya kebebasan untuk mencoba seleksi masuk STAN, Psikologi UNDIP, Akademi Kebidanan yang lokasinya di dekat rumah sakit Karyadi. Namun saya berlabuh di sekolaah keguruan. Persis dengan perkataan ibu.
Sesimple "paling engga ada yang mewarisi bapak" pesan yang berkali-kali ibu katakan bahkan menjelang ibu berpulang. Dan mau tidak mau saya harus menikmati takdir yang sudah Tuhan berikan kepada saya. Hingga di titik "coba dulu saya tidak mendengarkan kata ibu!".
Memang ibu tidak pernah mengatakan bahwa kehidupan selepas mengenakan toga itu akan sangat menyenangkan. Tentunya perjuangan hidup sebenarnya memang baru dimulai. Dimana hal pertama yang bapak dan ibu lakukan adalah dengan tidak memberi saya uang jajan. Dilatih mandiri dengan bekerja sebagai guru honorer bergaji 100ribu rupiah.
Cukup? Ya enggak lah!! Ada jalan lain yang ditunjukkan dengan membuka jasa les privat ataupun ikut di bimbingan belajar. Berapapun gaji yang saya terima menjadi penyambung hidup untuk menggantikan uang jajan yang tak lagi dijatah bapak ibu. Ah... Mereka mengajarkan mandiri dengan caranya. Dan saya menuainya hingga detik ini.
Lantas, bagaimana dulu bapak dan ibu bersusah payah menyekolahkan mbak hingga jenjang Diploma 3 dan saya di jenjang S1? Saya mendapati cerita bapak dan ibu bahwa hidup mereka sangat oenuh perjuangan. Bapak meniti karier sebagai seorang guru, berpredikat guru prestasi, lalu seminggu setelah ibu melahirkan saya, bapak diangkat menjadi kepala sekolah. Dan jenjang karier berlanjut hingga menjadi Pengawas Sekolah.
Sementara ibu, adalah seorang ibu rumah tangga tulen dengan sepetak sawah untuk membatu perekonomian keluarga. Berbekal keterampilan merias wajah, ibu juga ikut menjelajah desa di Kab. Grobogan demi rupiah. Bahkan ibu juga pernah berjualan es untuk dapur tetap mengepul. Dari cerita dan bahkan mengalami langsung, bapak dan ibu mengajarkan betapa pentingnya kerja keras demi keluarga.
Bapak dan ibu juga mengajarkan untuk tidak gengsi dengan kehidupan sederhana keluarga kami. Tidak gengsi mengajak saya dan mbak turun ke sawah untuk ikut menanam biji jagung atau sekedar mengirim makan pagi. Di musim panen, halaman rumah akan penuh dengan jemuran padi yang harus kami kerjakan secara gotong royong. Kesederhanaan itulah yang menempa saya menjadi diri saya saat ini.
Sangat banyak jika saya uraikan satu persatu. Terlebih sampai detik ini saya masih menerima nasehat bapak dan bekal bagaimana menjadi seorang guru yang tidak sekedar datang, mengajar lalu pulang. Asam garam dunia sekolah dasar bapak sudah khatam, dan sebagai sosok yang disegani ketika masih dinas memang membuat bapak sangat dikenal sebagai sosok yang idealis. Eh... Saya ternyata juga seidealis bapak ketika di sekolah. Xixixix.
Saya bersyukur dilahirkan dari orang tua hebat seperti bapak ibu. Meski saya pernah berada dalam fase tidak terima karena adanya luka-luka pengasuhan dari kecil. Bahkan dari pola didik bapak dan ibu memang saya terapkan untuk Intan dan Tiara.
Dan pesan ibu yang menjadi inspirasi saya bagaimana membersamai bapak dengan segala lika-liku kehidupannya dulu adalah "jadilah penerus bapak dan utamakan kejujuran serta baik ke sesama." Pesan itu berkali-kali ibu sampaikan ketika kami sedang duduk di teras. Pesan ibu memang terasa berbeda sekarang, tapi saya sudah menemukan maksud dari pesan ibu itu.
Terlepas dari kurang enaknya pengasuhan dulu, bapak dan ibulah sumber inspirasi untuk saya yang paling dekat dan mudah. Semoga nantinya saya diberikan jiwa yang kuat dan sesabar ibu. Juga menjadi sosok yang inspiratif seperti bapak.
0 comments
Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)