RedDoorz Urip Sumoharjo Solo dan Cerita Perjalanan Pejuang ASN
Melihat diriku dan suami saat ini, tentu saya harus banyak berterimakasih dengan kegagalan demi kegagalan yang sudah pernah kita alami bersama. Mimpi yang saat itu benar-benar saya harapkan harus kembali kami kubur karena Tuhan katakan belum waktunya. Sementara saya mengutuki diri mengapa salah strategi dalam memilih sekolah sasaran, di sisi lain saya meyayangkan papa tidak mendengarkan saran saya. 2020 adalah kegagalan saya yang keempat dalam mengikuti seleksi CPNS dan kegagalan kesekian yang papa rasakan juga.
Saya ingat betul hari dimana akhirnya saya memutuskan
untuk berangkat ke Solo, tiga puluh menit sebelumnya saya berpamitan dengan ibu
yang terbaring lemah di ruang Markisa rumah sakit Yakkum. “Bu, nggak usah ikut
tes ya. Pengen ngancani ibu!” saya berucap kepada ibu sambil menemani beliau
makan siang. Namun ibu menolak dan meminta saya untuk berangkat ke Solo dimana
jadwal saya tes adalah keesokan harinya di sesi 1 jam 7 tepat.
Dengan kerelaan ibu, saya akhirnya berangkat
menuju Solo. Hari sudah menjelang malam, di sepanjang jalan pikiran saya tidak
focus untuk mengikuti tes meskipun laju mobil lumayan kencang. Banyak
pertimbangan yang membuat saya akhirnya memilih bermalam di solo sekalipun
harus kelimpungan mencari penginapan di
last minute karena saya tidak mau mengecewakan perasaan ibu saat itu. Meskipun
berbaring lemah, ibu tetap merapalkan doa untuk kelancaran saya dalam mengikuti
tes.
Bagaimana saya tidak bingung karena saya buta dengan kota Solo. Mengandalkan google maps yang sering bikin nyasar *sebel kaannnn!! Saya mencari rekomendasi penginapan yang malam itu available. Dan pastinya harus hotel terdekat dengan kampus UNS.
Semalam di RedDoorz Urip Sumoharjo Solo
Dewi Fortuna memang sedang berpihak kepada
saya, papa dan dua pasang sejoli yang dari awal “mbak, aku pokoke ngintili
njenengan!” hahahaha. Rekomendasi penginapan yang saya lihat reviewnya di
google rata-rata penuh semua saking larisnya dengan para peserta tes CPNS. Pencarian memang belum selesai dan kami memutuskan ke RedDoorz Urip Sumoharjo. Sekitar 10 menit
dari kampus UNS. Ya tidak terlalu jauh juga dan trafict memang terbilang selalu
lancar.
Setengah jam menunggu di meja receptionist
untuk mendapatkan kepastian kamar kosong, akhirnya kami mendapat 2 kamar
available di lantai bawah sementara Aul dan suami yang satu jam kemudian
menyusul juga mendapatkan kamar kosong di lantai dua.
Menunggu kamar |
Let me says about RedDoorz Urip Sumoharjo, ya.
Jadi dari luar memang terkesan sangat sederhana. Hanya saja tulisan RedDoorz
sangat jelas dan menyala di malam hari. Begitu masuk ke receptionist, ornament lampu
jawa dan juga tata ruang yang jawa banget sangat terasa. Ditambah agak
remang-remang gitu jadi kesannya memang klasik tapi aku merasa agak horror dikit
sih. Dasarnya saja saya yang penakut. Hahaha. Tapi memang ngga ada yang
gimana-gimana kok bobok semalam di RedDoors Urip Sumoharjo. Cuma papa aja yang
usil. Wkwkwk
welcome drink |
bed yang bersih dan wangi |
kamar mandi |
kursi tunggu |
Kamar berukuran kira-kira 5mx5meter ini memang
terbilang agak penuh penuh dengan single bed dan juga kamar mandi dalam.
Lengkap dengan AC dan TV yang saat itu saya hanya cukup membayar 125ribu/malam.
Wah, ini memang harga yang sangat menjangkau untuk dompet saya. Hahaha. Bahkan
mas-mas receptionistnya juga sempat memberikan saya selembar voucer menginap di
RedDoorz seluruh Indonesia yang bisa dipakai sampai tahun 2021. Ahhh sayangnya
setelah itu ada pandemic, jadi voucer yang diberikan sama masnya harus hangus
begitu saja. Huhuhu… sedih.
Meski pada akhirnya saya harus gagal lagi di
seleksi CPNS tahun 2020, saya memiliki sebuah cerita perjalanan yang
jika diulas lagi tentu akan sarat dengan hal-hal yang bisa saya syukuri. Pulang
dalam kegagalan, sepanjang perjalanan pulang menangis di mobil. Papa tetap
setia membesarkan hati meskipun dia sendiri juga mengalami kegagalan yang sama.
Entah saat itu masa depan masih sangat terlihat suram bagi kami. Satu hal yang
menjadi beban kami adalah belum bisa membahagiakan orang tua, namun saya
bersyukur terhadap ibu dengan samudra maaf dan kerelaan hatinya tetap menerima
kegagalan saya.
Jika tidak dengan ridho ibu saat itu tentu saya
tidak akan merasakan lagi adrenalin ikut tes meskipun harus menerima kegagalan. Tapi kala itu saya memilih kembali belajar dan memperbaiki
dimana letak kesalahan saya. Jika tidak dengan bujukan ibu, saya juga tidak
merasakan harus bermalam di Solo dan bertemu RedDoorz Urip Sumoharjo. Amazing
ya, semua rangkaian kejadian dalam hidup itu banyak kehidupannya. Dan sebagai
pejuan ASN saat itu, untungnya ketemu RedDoorz, kalau engga bisa nginep di
masjid deh. Hahaha.
0 comments
Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)