My First Client, Film Dari Kisah Nyata Tentang Kekerasan Pada Anak
By Chela Ribut Firmawati - December 09, 2022
Sedih. Itulah rasa yang saya alami selama ditinggal ibu. Tanpa ada sosok ibu di rumah, rasanya ada yang hilang. Yang paling bikin hati ngilu itu ketika pulang sekolah tidak ada lagi sosok yang menyambut di teras sambil menagis es teh tawar yang saya beli di warung mbak siti. Meskipun harus dengan omelan dulu karena telat beberapa menit dari jam pulang yang ibu hafal. Hal kecil seperti itulah yang tidak lagi bisa terulang dan tidak bisa digantikan oleh sosok ibu manapun. Di hati saya tetap ibu sayalah yang paling hebat dan tidak tergantikan.
Ini toh ditinggal ibu, lalu bagaimana rasanya ketika dari kecil harus mencari tahu tentang ibunya bahkan "meraba-raba" wajah sang ibu? Kosongnya pengasuhan dari sosok ibu terbayar dengan ibu tiri. Tapi, apakah ibu tiri ini layaknya peri yang mampu menggantikan ibunya? Atau justru ibu tiri yang manis harus berubah menjadi ganas?
Film My First Client (2019)
Apakah ketika seorang anak terlahir tak diinginkan, maka artinya mereka tak pantas hidup layaknya anak lainnya?
Adalah dua bersaudara yaitu Da Bin dan Min Joon yang sedang berusaha mengingat-ingat wajah sang ibu. Da Bin si kakak harus mengingat ingat bagaimana mata ibu, apakah sipit atau lebar, rambut ibu apakah lurus atau keriting. Sementara Min Joon berusaha memvisualisasikan sosok ibu dalam goresan crayon miliknya. Keceriaan dan keakraban dua bersaudara ini sangat tampak di scene awal. Meskipun ada kesedihan terpancar dari wajah Da Bin yang harus mendapati foto si ibu dimana bagian wajah sudah terpotong.
Malapetaka bagi kedua saudara ini berawal ketika sang ayah memutuskan untuk menikah lagi. Alih-alih mendapatkan figur seorang ibu yang baik hati, ternyata tidak seindah imajinasi mereka. Memang awalnya terlihat keluarga ini bahagia. Ibu tiri yang membantu mengeringkan rambut Da Bin, menyiapkan sarapan pagi untuk mereka dan sarapan bersama.
Manisnya sikap si ibu ini berubah manakala melihat kesalahan-kesalahan remeh yang dilakukan kedua anak ini. Da Bin yang jago menari di kelas harus berubah menjadi anak pemurung. Sementara Min Joon yang suka berantakan saat makan memang menjadi pemicu kemarahan si ibu. Pelampiasan marahanya ibu ini dengan memukuli Da Bin sedangkan adiknya menangis di pojokan.
Besoknya mereka mendatangi kantor lembaga perlindungan anak di kotanya. Laporan mereka diterima oleh Jung Yeob yang mana adalah seorang pengacara baru di kantor tersebut. Latar belakang hukum yang dia miliki dan jobless beberapa saat membawa takdir mempertemukan Jung Yeob kepada dua anak malang itu.
Setelah menerima laporan dari kedua anak tersebut lengkap dengan beberapa bukti memar di tubuhnya, akhirnya Jung Yeob melakukan penyelidikan kepada si ibu. Dan tentunya si ibu mengelak kalau sudah melakukan kekerasan. Bahkan tidak terima dengan tindakan Da Bin yang melaporkan si ibu sehingga kembali mendapatkan kekerasan.
Mereka yang Mengalami Kekerasan
Suara pukulan, jeritan, tangisan bahkan scene kekerasan yang ditampilkan membuat saya berkali-kali memeluk Intan dan Tiara yang tertidur pulas di samping saya. Betapa rusak baik fisik maupun kondisi psikologis anak yang mengalami kekerasan setiap hari. Baik kekerasan fisik maupun verbal yang diterima oleh Da Bin dan Min Joon.
Merasa menemukan sosok yang mengerti keadaan mereka, Jung Yeob bagaikan malaikat yang membuat hari mereka penuh keceriaan. Saat mereka makan burger, bermain di arena bermain, hingga menghadapi rengekan Min Joon. Setiap hari mereka rela mengunjungi kantor itu untuk menemui Jung Yeob. Lalu bagaimana dengan laporan Da Bin sebelumnya? yaa... dianggaplah laporan itu tidak benar adanya. Huhuhu.
Jung Yeob merasa risih sebenarnya dikintilin kedua anak ini. Namun mereka terlalu nyaman dengan sosok yang melindungi. Karena merasa risih, akhirnya Jung yeob memberikan uang 50.000 won dan menjadi akhir dari kebersamaan Jung Yeob bersama kedua anak tersebut.
Lalu, bagaimana kelanjutannya setelah Jung Yeob pergi ke Seoul?
Da Bin merasa sangat kehilangan sosok yang melindunginya selepas kepergian Jung Yeob. Hanya sebuah boneka monyet yang ditinggalkan untuk mengatasi rengekan Min Joon dan boneka tersebut menjadi teman bermain mereka di rumah.
Banjir Air Mata Sepanjang Nonton Film My First Client
Ya siapa sih yang nggak nangis dan merinding nonton film ini. Apalagi kisah yang diangkat ini berdasarkan dari kisah nyata. Asli, saya nggak bisa membayangkan bagaimana keadaan Da Bin yang asli saat itu harus melihat sendiri si ibu memukuli si adik hingga akhirnya meninggal. Jahatnya lagi, si ibu menaruh kesalahan sepenuhnya atas kematian si adik itu pada Da Bin.
Padahal Da Bin sangat menyayangi Min Joon. Namun dia yang harus terborgol dan menjadi viral atas kematian Min Joon. Sementara si ibu menampakkan wajah duka namun dibalik itu semua ada hati yang jahat seperti monster yang terus melimpahkan kesalahan pada Da Bin. Padahal malam itu hanya karena berisiknya Min Joon yang terus menanyakan kapan akan makan bersama lagi dengan Jung Yeob. Lalu masuklah si ibu tiri dan memukuli Min Joon yang saat itu mempertahankan 50.000 won dari Jung Yeob.
Adalah malam yang sangat menyedihkan dan yaaa.... di meja pengadilan sangat sulit untuk meminta Da Bin berkata jujur. Karena dia ketakutan dan terus dibayangi dengan ibu tirinya. Namun, untuk menebus rasa bersalah Jung Yeob kepada dua anak ini, dia membantu mencari keadilan dari kasus ini dan yang menjadi senjata dimana akhirnya Da Bin mau bersaksi secara jujur adalah boneka monyet itu. Ternyata ada kamera kecil yang merekam dengan jelas kejadian naas malam itu.
Menurut saya filmnya tuh....
Sosok ahjusi pengacara yang dikintilin oleh Da Bin dan Min Jong ini diperankan oleh Lee Dong Hwi. Tampilan yang hampir sama ketika dia memerankan Dong Ryong di Reply 1988. Tetap tenang tapi tengil juga apalagi waktu scene sama kakaknya. Hahaha.
Alur yang berjalan lambat ternyata membawa saya menemukan banyak pesan yang ingin disampaikan sutradara melalui film ini. Based on true story dimana kekerasan terhadap anak memang ada dan siapa saja bisa menjadi pelaku. Bahkan dari lingkup terdekatnya yaitu keluarga.
Ibu tiri yang penampilannya juga terlihat trendy ini memang tidak dijelaskan secara gamblang dia bekerja dimana dan sebagai apa. Hanya saja keluarga yang dalam kategori kurang mampu ini memang menunjukkan struglenya memenuhi kebutuhan hidup. Berbeda dengan sosok si ayah yang memang tampak lebih kucel layaknya pekerja serabutan.
Nah sekarang kita bahas mengenai Da Bin, aktinya bagus namun ada beberapa part yang masih terlihat kurang menjiwai. Sedangkan Min Joon memang reae banget sih sebagai adik. Wkwkwkwk. Tapi kasihan juga saat harus merintih kesakitan setelah dipukuli si ibu. Dan akhirnya meninggoy.
Menonton film ini membuat saya berkali-kali menyeka air mata dan memeluk dua bocil yang sedang tidur pulas di samping saya. Ada rasa bersalah karena saya hadir menjadi sosok ibu yang kadang masih belum bisa mengontrol emosi. Dan kayak ditampar kanan kiri melihat efek dari kekerasan ke anak baik fisik maupun verbal itu nyata adanya. Terlihat dari Da Bin yang berubah menjadi pemurung dan lebih takut. Bahkan terus menyalahkan diri sendiri atas apa yang sudah terjadi selama ini.
Ah... Ibu tirimu memang biadab, nak!!!
Mikir juga kenapa para tetangga tidak mau bantu bahkan menolong padahal mereka tinggal di rumah susun. Teriakan tangis dan makian sering mereka dengar namun tetap saja tidak berani menolong. Karena toh juga bukan urusan mereka, ya. Tapi ketika ada salah seorang tetangga bertemu dengan Da Bin dan menanyakan kabarnya, yang ada Da Bin justru lari. Efek kekerasan juga berimbas pada sikap menutup diri dari sekitar.
Menurutku film ini cocok deh dinikmati apalagi menjelang liburan sekolah ini sebagai salah satu referensi hiburan saat liburan. Tenang, adegan kekerasannya nggak selalu on cam cuma efek suara dan tangisannya tuh lho berasa banget. Dan lihat seberapa jahat ibu tiri di film ini, bahkan seberapa harunya paman Jung Yeob berusaha menebus kesalahannya dengan membela Da Bin selama persidangan.
5 comments
Terima kasih review filmnya sangat mengedukasi.
ReplyDeleteBisa jadi pembelajaran bahwa kekerasan pada anak bisa berpengaruh tidak baik, pada kondisi fisik maupun psikisnya.
duuh..ini berdasarkan kisah nyata ya bu guru? sediiih banget..tak terbayangkan bgmn asli ceritanya.. terima kasih sdh berbagi cerita film keren ini yaa..
ReplyDeleteYang bikin penasaran, siapa yang naruh kamera di dalam boneka monyet itu? Aku takut kalo nonton bakal nangis kejer kayaknya, aku gak tegaan
ReplyDeleteJadi ingat film Ari Hanggara deh, alur ceritanya ya mirip-mirip gini yaa.. Meskipun tidak semua ibu tiri jahat, tapi kejadian yang ada pada film ini sungguh bikin miris. Kekerasan pada anak masih banyak terjadi rupanya, pun masih sedikit orang di sekitarnya yang mau peduli dan membantu.
ReplyDeleteIni film sedih ya dek, tapi boleh lah nonton meski nantinya harus berderai-derai air mata
ReplyDeleteSilahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)