Ini Alasan Kami Tidak Menyekolahkan Anak di Tempat Orang Tuanya Mengajar

By Chela Ribut Firmawati - May 12, 2022

Ini Alasan Kami Tidak Menyekolahkan Anak di Tempat Orang Tuanya Mengajar ~ Hype pendaftaran siswa baru sudah mulai nih, bund. Hayoloh yang anaknya mau masuk PAUD, TK, SdlD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi pasti juga sedang merasakan sibuknya mempersiapkan anak untuk mengikuti pendaftaran siswa baru. Saya? Oh iya jelas sama. Selain mempersiapkan biaya, saya juga mempersiapkan mental dan bekal tes seleksi nantinya. 



Memasuki masa-masa pendaftaran sekolah tentunya sebagai orang tua kita juga melakukan survey dan diskusi bersama anak. Nanti maunya sekolah dimana, akses ke sekolahnya bagaimana, pembelajarannya gimana, dan lain-lain. Saya dan suami memang sepakat untuk tetap memilihkan sekolah negeri buat Intan. Lebih tepatnya sih saya ya yang memang bersikeras Intan masih di instansi negeri meski instansi sekolah swasta gencar dimana-mana. Dari pamflet hingga mulut ke mulut. 


Namun, saya sadar diri dan masih percaya bahwa sekolah negeri juga masih layak dan bersaing kok dengan sekolah lainnya. Alasan utama juga dari segi keuangan yang bagi saya dan suami mending dana kami alokasikan untuk di jenjang perguruan tinggi yang dananya juga lebih banyak. 


Lha kan sama-sama guru, kenapa nggak ikut di sekolah mama atau papanya saja? 


Beberapa kali saya mendapati komentar netijen yang budiman tapi sayangnya hanya bisa berkomentar tanpa ikut membiayai. 🤪 Ya, kami memang guru SD dan saya menolak ketika papa juga menyarankan mending Intan sekolah di tempat saya mengajar. Lebih efisien waktu dan nggak perlu antar jemput. Hahaha. 


Gimana ya, sebagai alumni anak yang dulunya sekolah ikut bapak tuh... Saya tak ingin pengalaman saya terulang di anak-anak saya. Karena sesungguhnya anak bersekolah di tempat orang tuanya mengajar itu sangat ndak enak, bestie. Dari pengalaman saya dulu nih, akan saya uraikan di beberapa point berikut ini : 


1. Bukan Gengsi melainkan Masih Ada Pilihan Sekolah Lain

Keuntungan kami dengan profesi guru memang kita memiliki gambaran lebih mana sekolah yang memiliki prestasi unggul. Apakah sekolah kami mengajar tidak memiliki prestasi? Oh tentu punya, namun tidak ada salahnya kan jika ada opsi lain kami mengupayakan sekolah yang kualitasnya lebih bagus terlebih dahulu. 


2. Menghindari Rasa Ewuh Pekewuh dengan Rekan Guru

Sedikit cerita ya, dulu saya pernah mendapat hadiah dari guru saya sebuah pulpen merah meskipun saya tidak masuk dalam sepuluh siswa yang berbaris di depan kelas ketika penerimaan rapor. Saat saya bertanya apa alasan bu guru memberikan saya pulpen adalah "nggak enak dengan bapak" karena saat itu kepala sekolahnya adalah bapak. 


Juga pernah saya terang-terangan diberi tahu oleh guru saya bahwa sebenarnya saya bukan peringkat 8. Tetapi karena nggak enak dengan bapak akhirnya saya tetap diberikan peringkat. Nggak tahu juga dulu siapa yang saya geser dari posisi itu. 


Kepalsuan inilah yang tidak ingin saya berikan ke anak-anak saya. Lebih baik saya memberikan pengalaman yang lebih fair ke anak-anak terhadap kemampuan mereka. Jadi, tidak ada saling terbebani baik guru maupun anak saya.


3. Terlalu Menjadi Sorotan

Bukan artis tapi memang jika jita berada di instansi orang tua bekerja selalu menjadi sorotan. "eh, dia anaknya kepsek loh". Atau "dia anaknya guru kelas 5, loh". Dan bisa saja perlakuan guru juga teman ataupun kakak kelas jadi berbeda. Bisa disegani bisa juga di bully dan rentan jadi bahan omongan. Haha. 


4. Melatih Kemandirian dan Tanggung Jawab 

Iya, alasan di point ini juga menjadi salah satu pertimbangan kami agar anak tidak selalu njagake mama papanya. Dia bisa belajar lebih mandiri baik urusan pribadi juga sekolah. Juga tanggung jawab dia dan belajar menerima konsekuensi jika tidak dilaksanakan. Orang tua wajib mengawasi dan mengarahkan. 


5. Mendengarkan dan Menghargai Pendapat Anak

Sebelum menyekolahkan Intan, saya dan papanya sering banget nanya "mbak mau sekolah dimana?" . Setelahnya kami mengajak dia berkeliling kota melihat beberapa sekolah yang menurut kami layak kami pilih untuk Intan. 


Kami memiliki beberapa pilihan dan dia juga sudah menentukan pilihan sekolahnya nanti. Sempat kami menawar dari jawaban Intan dan dia tetap menolak dengan alasan "pokoknya Intan mau di situ sekolahnya!". Bahkan papa juga sempat latah ikut mendaftarkan di MI karena anak teman papa juga sekolah di MI. Intan tetap menolak. Hahaha. Apalagi karakter dia itu memang tid bisa dipaksa, jadi kami tetap menghargai pendapat dan pilihan dia. 


6. Menambah Relasi Guru

Ini menjadi satu alasan juga bagi saya dan papa agar relasi/networking saya dan papa semakin luas. Nambah teman nambah rejeki, banyak teman banyak juga hal-hal yang bisa dibagi apalagi profesinya sama. Ya, istilahnya sefrekuensi gitu lho, bestie. 😂 


Apalagi Intan yang kalau mood dia bisa bercerita panjang lebar. Dari cerita dia juga saya dapat pengalaman baru tentunya, ya. 


Jadi itulah alasan saya dan papa untuk menyekolahkan Intan di sekolah lain. Meski konsekuensi kami adalah antar dan jemput, tapi kami sudah mulai terbiasa dengan hal itu. Hahaha. 


Yang terpenting bagi kami adalah Intan enjoy bersekolah tanpa ada paksaan dan tekanan. Supaya dia bisa belajar baik di kelas atupun luar sekolah dan menggali pengalaman seeeebanyak-banyaknya. 


  • Share:

You Might Also Like

1 comments

  1. Haha.. bener. Aku pun pas SD nggak mau disekolahin di tempat ibu ngajar. Alasanku dulu, di rumah udah diomelin nanti di sekolah masih diomelin wkwk.

    Aslinya ya itu.. ga bebas. Kalau ada prestasi dianggap ya namanya anak guru. Kalau ga ada prestasi atau bikin salah, dibilang anak guru kok gitu. Serba salah

    ReplyDelete

Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)