Kisah Inspiratif dalam Buku Bahagia Bersama

By Chela Ribut Firmawati - October 27, 2021

Kisah Inspiratif dalam Buku  Bahagia Bersama10 meter x 15 meter untuk membangun mushola. Kalimat yang bapak ucapkan malam itu selepas empat puluh hari kepergian ibu. Saya masih bertanya-tanya dalam angan, ada apa dengan ukuran tanah tersebut. Tak pernah ada diskusi sebelumnya dan malam itu bapak mengumpulkan anak cucu untuk menyampaikan wasiat terakhir ibu.




“Sebelum ibu sakit dan koma, setelah solat subuh ibu ngomong ke bapak agar memberikan sedikit tanah belakang rumah ini untuk dibangun mushola perumahan belakang.”



Saya dan mbak tidak menjawab apapun selain dengan air mata. Mewakafkan tanah untuk mushola adalah wasiat ibu ke bapak selain wasiat lain yang ibu sampaikan ke saya. Dalam sesenggukan tangisnya, mbak berkata “ibu meski kondisi nggak punya, dia seneng ngasih-ngasih orang.”



Entah buah manga dari pohon depan rumah, entah ketela pohon hasil panen dari ladang belakang rumah, hingga beras ketan hasil panen dari sawah belakang rumah. Ibu senang berbagi, dengan wajah bahagia dia berjalan ataupun minta diantarkan oleh saya. Dalam kantong plastic yang ibu berikan tak hanya buah mangga ataupun ketela pohon ataupun beras ketan. Namun ada bahagia dan ketulusan ibu untuk dibagikan kepada orang lain.



“Ora usah ngenteni sugih yen pengen sodakoh. Ora usah ngarepke wales yen niat menehi!” (Jangan menunggu kaya jika ingin berbagi atau sedekah. Jangan mengharap balasan jika niat berbagi). Pesan yang sering ibu ucapkan saat kami berboncengan ataupun sekedar bercengkrama di teras rumah.


Bahagia Bersama





Kunci dari bahagia bersama adalah bahagia melihat orang lain bahagia dengan (pilihan) hidupnya. Saya mendapati kalimat ini dalam sebuah buku Bahagia Bersama yang ditulis oleh Kang Maman dan dilengkapi dengan ilustrasi menarik dari Kartunis Mice. Buku ini tidak hanya menceritakan pengalaman pribadi Kang Maman namun juga mengangkat kisah dari JNE.



Dalam goresan kata yang ditulis Kang Maman, ada air mata hangat menetes di pipi saat membaca kisah seorang dermawan cilik penjual gorengan. Siapa sangka video viral saat itu mampu menumbuhkan sepuluh gorengan menjadi donasi enam puluh juta untuk Fahri dan keluarganya. Bahkan maling jambu ternyata dijamu makanan untuk berbuka puasa. Juga dari makanan yang terkadang kita buang bisa menjadi harapan bagi mereka yang kekurangan pangan melalui donasi makanan yang menyasar anak-anak maupun lansia.



Sungguh, berbagi tidak lantas mengurangi. Kisah yang ditulis Kang Maman ini seolah menari-nari di kepala dengan kisah-kisah yang ibu tinggalkan untuk anak-anaknya. Buku Bahagia Bersama juga membuka mata saya bahwa JNE sebagai salah satu ekspedisi kesayangan saya ternyata tidak hanya mengejar laba perusahaan namun juga “memberi makan” sisi kemanusiaan melalui program Corporate Social Responsibility. Itulah mengapa JNE menjadi besar karena selalu menerapkan nilai-nilai berbagi.



M. Soeprapto Suparno selaku pendiri JNE menanamkan jangan pernah lupa Quran Surat Al Ma'un dan Al Bawarah ayat 261. Tidak boleh melupakan anak-anak yatim, fakir miskin, janda-janda tak mampu, kaum duafa dan tidak boleh berhenti bersedekah di jalan Allah.


JNE, Connecting Happiness


JNE mengusung tagline Connecting Happiness karena mengakar kuatnya nilai-nilai berbagi, memberi dan menyantuni. Tidak sekedar mengirimkan paket saja, JNE juga bertekad menghubungkan kebahagiaan antara pengirim paket dan penerima paket dengan memberikan pelayanan terbaik.



Tiga dekade sudah JNE menyambung silaturahmi dan mengantarkan kebahagiaan. 26 November 2021 nanti JNE berusia 31 tahun. Tentunya dalam perjalanannya, ada banyak hal yang sudah JNE berikan kepada karyawan hingga masyarakat.




Melalui buku Bahagia Bersama, saya jadi tahu bahwa JNE juga turut mengantarkan ASI melalui layanan Jesika (jemput Asi Seketika) semenjak tahun 2012 di Jakarta dan Jogjakarta. Tahu dan paham sendiri kan bagaimana perjuangan seorang ibu untuk memberikan hak kepada anaknya dengan memberikan ASI. Program Zakat 2,5% yang disalurkan langsung maupun menggunakan tangan-tangan karyawan JNE, bahkan pembangunan rumah-rumah ibadah menunjukkan JNE tak hanya mengejar keuntungan perusahaan saja.




Diceritakan juga tentang perjalanan karir para direkturnya, yaitu Mohamad Feriadi selaku Direktur Utama bersama Hui Chandra Fireta dan Edi Santoso sebagai Direktur. Ketiganya disebut Tiga Serangkai PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE), perusahaan yang bergerak dalam bidang pengiriman dan logistik.




Connecting Happiness ini tergambar bagus di buku Bahagia Bersama dimana di halaman tersebut tampak kurir JNE mengantarkan paket dan kebahagiaan ke rumah yatim, panti asuhan, panti jompo. Tidak pandang berbeda agama, suku, ataupun ras. Dengan sebungkus paket kebahagiaan inilah JNE menjadi besar.





Buku ini sangat cocok dibaca sambil menikmati sore dan sarat dengan nilai moral yang sangat menginspirasi. Jika selama ini kita masih ragu untuk berbagi, dengan membaca buku ini saya berharap teman-teman tergugah hati untuk mengasihi. Tak perlu menunggu kaya, berbagi tidak terbatas dengan uang saja. Bahwa sebaik-baiknya hidup adalah yang bermanfaat untuk orang lain, bukan?

  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)