Teman, saat ini atau lebih tepatnya tiga minggu belakangan ini. Kondisi saya dalam keadaan sedang tidak baik-baik saja. Tadinya, saya berfikir "ah, alhamdulillah. Setelah ini sudah mulai agak tenang lika-likunya". Akan tetapi, Tuhan Yang Maha memberi ternyata menghadiahkan saya sesuatu, dimana saat ini sebenarnya saya dalam keadaan down. Saya tersadar bahwa jumawa menjadi bagian dalam diri saya saat itu.
Saya akan menerima jika dengan menuliskan ini, saya dikatakan sebagai orang yang suka mengumbar kesedihan. Namun, saya butuh untuk melepaskan energi kurang baik ini agar saya sendiri juga pulih lalu mendapat kekuatan baru untuk menghadapinya.
Mungkin kalian sudah menyerah jika menjadi saya.
Tidak perlu saya ceritakan awal mulanya seperti apa, namun saat kampung saya heboh dengan adanya tetangga yang meninggal karena covid 19, saya beranggapan dengan semakin memperketat protokol kesehatan akan menghindarkan kami dari virus ini. Takdir Allah berkata lain, sore itu yang niatnya kami ingin me-rapid-kan ibu karena saya ngeyel ibu harus segera di bawa ke rumah sakit karena tubuhnya lemas. Ternyata bapak-lah yang dinyatakan positif pada hasil swab antigen. Sementara ibu masih tampak aman, dengan dugaan ibu sudah melewati masa kritisnya saat terkena covid.
Namun, lagi dan lagi bahwasannya Tuhan sangat baik sekali kepada kami sehingga harus menerima dan menjalani drama kehidupan ini. Kamis pagi, ibu dilarikan ke RS karena secara perlahan tubuhnya semakin berat dan tidak bisa digerakkan. "Ibu stroke ini!" perkataan mas ipar yang sontak membuat saya lemas. Dan kompromi disepakati, saya harus prokes ketat karena bapak isolasi mandiri di rumah, dan mbak membantu ibu dengan segala urusannya di rumah sakit.
Disini, saya bersyukur bahwa membersamai bapak dengan naik turunnya mood selama isolasi mandiri bisa kami lalui. Namun, kami masih harus bersabar dan merapalkan doa untuk ibu. Sehari setelah ibu opname karena stroke, ternyata hasil swab ibu positif dan mau tidak mau kami harus merelakan ibu diisolasi dalam keadaan tubuh sebelah kanan tidak bisa digerakkan.
Ah Tuhan.... becanda macam apa ini!!
Rasanya saat itu... panas di hati, sedih, air mata enggan pecah dari bendungannya namun rasa nelangsa lebih mendominasi. Kenapa harus ibu?Hari berikutnya disusul mbak yang juga positif karena suspek dari ibu, dan mas ipar. Kondisi keluarga kami saat itu, entahlah... dituliskan dengan kata-kata juga saya bingung.
Bahkan di kondisi saat ini. Semenjak jumat, ibu dalam keadaan tidak sadar atau koma. Sebagai anak nakal ibu satu-satunya, saya sangat banjir air mata. Entahlah, saya takut tetapi saya juga harus kuat mengingat kondisi mbak juga saat ini jauh lebih tidak baik-baik saja.
Sejujurnya saya lelah, ingin rasanya merasa tidak kuat. Namun, saya yakin ibu di ruang isolasi mawar RSUD juga sedang berupaya untuk sadar. Menulis ini adalah harapan saya supaya beban kesedihan, ketakutan, kecemasan dan rasa nelangsa ini bisa sedikit terasa ringan. Entahlah, saya merasa sangat sensitif dengan hal atau perkataan apapun. Bahkan enggan membalas wa yang menanyakan kabar ibu.
Untuk bertanya kondisi ibu saja, saya harus mengumpulkan kepingan keberanian dan tatag ati supaya siap dengan kabar yang akan saya terima di layar HP. Kami, bertahan dalam rindu. Menyatu dalam doa, hingga detik saya menulis ini saya sangat meyakini bahwa ibu bersama dalam pelukan doa-doa orang terkasih juga orang-orang baik dimanapun berada.
Nelangsa itu karena ibu sebegitu "nampak" dalam setiap pandangan mata saya. Ada banyak hal manis yang kami ciptakan semenjak saya pulih dari inner child. Lebih tepatnya, saat ini saya sedang dan berupaya memperbaiki hubungan dengan ibu. Tetapi, mengapa Tuhan memberi saya episode seperti ini? Bagaimana saya harus menghadapi ini?
Jika mbak Kalis Mardiasih menuliskan "Seperti semua orang, saya dan kamu tak tahu kapan mimpi buruk ini akan berakhir. Semoga kita semua dapat melewatinya. Jika tak bisa sehari demi sehari, kita jalani senafas demi senafas." kesannya gampang, tetapi senafas demi senafaspun bagi saya masih berat mbak.
Kiranya teman-teman bermurah hati mengirimkan doa untuk ibu saya. Alfatiha sekali saja sangat memberikan kekuatan untuk ibu Purmini Binti Harman. Bismillah, ibu kuat, ibu kuat, ibu kuat. Segera buka mata yuk buk. Nanti kita beli lontong di pasar dan kita cerita-cerita lagi di teras rumah ya, buk.
Teman, covid itu nyata ya. Dengan ini saya berterima kasih karena saya jadi tahu dan tidak perlu repot-repot memilah siapa saja yang harus saya unfriend hingga jaga jarak secara perlahan. Semua nampak jelas, elu, ente, njenengan yang masih menyepelekan covid. Monggo saya persilahkan jika ingin mencoba gimana rasanya covid.
1 comments
Semangattt chel,, semoga semuanya segera pulih kembali,, segera berkumpul kembali dan bisa bercanda tawa dalam kebahagiaan,, aamiin,,
ReplyDeleteSilahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)