Menjaga Tradisi Sambatan yang Mulai Terpinggirkan

By Chela Ribut Firmawati - July 31, 2021

"Ibuk... Bapak datang!!! Itu di belakangnya ada truk dan juga mobil polisi, buk!" Saya berteriak disaat ibu masih sibuk dengan jahitan baju kebaya pesenan Bulik Darni. Teriakan saya itu membuat ibu meletakkan potongan kain yang hendak di jahit. Sembari melepas kacamata berlensa cembung yang setia menemani ibu, dengan langkah cepat ibu segera menuju teras. 




Tampak bapak bersama dua orang aparat kepolisian yang bertugas mengawal bapak bersama truk bermuatan kayu jati. Bermodal surat kepemilikan resmi dari si penjual rumah, potongan kayu jati tersebut nantinya akan didirikan mengganti rumah yang lama. Tak berselang lama, entah siapa yang mengomando, para tetangga datang lalu bahu membahu ikut menurunkan potongan-potongan kayu jati tersebut. Meski ada kernet truk, tetap saja untuk mengangkan bongkahan kayu jati membutuhkan banyak bantuan tenaga. 


Begitupun saat mendirikan tiang penyangga dan kuda-kuda. Ibarat kata, orang sekampung tumplek blek di rumah, saling bahu membahu dengan keriuhan yang sangat seru. Tenaga mereka bersatu sehingga rumah joglo yang diimpikan bapak ibu bisa berdiri dengan megah hingga saat ini. Sayangnya tidak ada satupun dokumentasi saat sambatan mendirikan rumah ini.


Senangnya hidup di desa salah satunya adalah rasa kebersamaan dan gotong royong masih sangat erat dalam kehidupan sehari-hari. Interaksi sosial mengajarkan bahwa sebagai manusia, kita memang makhluk sosial yang membutuhkan bantuan orang lain. Kehidupan di desa sangat lekat dengan tradisi-tradisi yang ada dan bahkan sampai saat ini masih di lestarikan. Salah satunya adalah tradisi sambatan. 

Sambatan masa kini (dokumen pribadi) 


Sambatan. Berasal dari Bahasa Jawa "sambat" yang memiliki arti minta tolong, berimbuhan "an" yang menunjukkan aktifitas atau tindakan. Istilah sambatan biasa digunakan oleh warga sekitar saya untuk kegiatan mendirikan atau memperbaiki rumah. Biasanya si empunya hajat "ngedeke omah" akan mengunjungi tetangga yang akan "disambat" secara door to door. Saat itu bapak juga melakukan hal yang sama dimana mengunjungi satu per satu warga RT dan saudara dekat. Juga sebagai salah satu wujud penghormatan dan unggah-ungguh kepada warga atau saudara yang akan diminta bantuannya. 


Dalam tradisi sambatan, tidak hanya laki-laki saja yang sibuk saling bergotong royong. Untuk urusan dapur, ibu-ibu dengan sigap dan lincah mempersiapkan makanan untuk disantap para tetangga yang ikut sambatan. Dalam tradisi ini memang tidak menggunakan sistem upah, melainkan tenaga yang disambat itu diganti dengan makan dan ada tambahan berupa rokok. 


Kemarin, sambil menceritakan proses berdirinya rumah yang saat ini kami tempati, Bapak bercerita bahwa sambatan sudah ada sejak dulu. Entah mendirikan rumah, sambatan di sawah baik musim tanam ataupun panen, bahkan sambatan di tempat orang yang sedang kesusahan. Lekat sekali dengan nilai kebersamaan, kepedulian, kerukunan dan  gotong royong, sehingga nilai luhur yang diwariskan oleh nenek moyang diharapkan tidak luntur seiring dengan berkembangnya zaman. 


Tradisi sambatan yang mulai terpinggirkan



Di era disrupsi sekarang ini, zaman berkembang begitu sangat cepat. Bahkan imbas dari perkembangan zaman tersebut mau tidak mau mempengaruhi tradisi lokal masyarakat yang sudah ada sejak zaman dulu. Salah satunya berpengaruh dalam tradisi sambatan. 


"Memangnya beneran sambatan, mbak? sekarang ngedheke omah itu borongan berapa juta, gitu!" 


Komentar seperti itu yang saya dapati ketika saya mengeshare status tentang sambatan yang beberapa waktu lalu saya temui di rumah adik ipar. Penasaran, saya memastikan komentar yang masuk di WhatsApp itu. Benar saja, adik ipar yang memiliki hajat mendirikan rumah hanya "menyambat" saudara terdekat saja. Sedangkan untuk mendirikan tiang, kuda-kuda hingga memasang genteng dilakukan oleh buruh borongan dengan upah 5 juta dan dibagikan kepada 10 orang. 


Padahal jika kita mau lebih melihat lebih dalam nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi sambatan, tercermin nilai luhur yang terkandung dalam butir Pancasila. Sehingga nilai-nilai tersebut dapat kita ajarkan dan tanamkan kepada anak-anak, dimana saat ini terlebih di masa pandemi, untuk bersosialisasi saja masih sangat dibatasi. Nilai tersebut diantaranya gotong royong, tertib, tanggungjawab, rukun, kerjasama, pantang mengeluh, kesetaraan, rasa persaudaraan, persatuan, kepedulian, saling menghargai saling menghormati dan ikhlas. 


Meski mulai terkikis, tradisi sambatan ternyata masih berjalan di lingkup desa tempat saya mengajar. Tradisi yang dalam setiap prosesnya mengandung makna mendalam inilah yang seharusnya kita jaga eksistensinya. Dalam upaya melestarikan tradisi sambatan juga memerlukan peran kita sehingga dengan melestarikan budaya artinya ikut menjaga lingkungan. Yang bisa saya lakukan sebagai guru juga masyarakat #UntukmuBumiku, diantaranya :

1. Membekali diri dan peserta didik bahwa dalam kehidupan bermasyarakat kita membutuhkan peran orang lain.

2. Mengenalkan dan memberikan pengertian secara sadar bahwa lingkungan sekitar sangat beragam kondisinya dan saling bergantung satu sama lain. Manusia membutuhkan alam begitupun alam juga membutuhkan manusia.

3. Tidak hanya melalui pembelajaran PKn secara teoritis saja, melainkan peserta didik diajak untuk mengimplementasikan dalam kehidupan di lingkup terkecil yaitu keluarga, sekolah hingga masyarakat.

4. Mengajarkan pentingnya kerjasama dan gotong royong yang bisa dipraktekkan dalam kelas, sehingga dengan seringnya pembiasaan peserta didik akan terbentuk karakter dan jiwa sosialnya.


Begitulah kiranya yang bisa kita lakukan agar tradisi sambatan tidak hilang. Meski perkembangan zaman mencetak tenaga ahli di berbagai bidang, kebersamaan, gotong royong dan kepedulian yang terkandung dalam tradisi sambatan tidak mudah digantikan begitu saja. Ada nilai yang tidak bisa dibeli oleh tenaga ahli, dan ada nilai yang tidak ingin ditinggalkan begitu saja karena melekatnya sebuah tradisi. Itulah mengapa #IndonesiaBikinBangga dengan keanekaragaman budaya di setiap daerahnya. Bukan hanya keragaman budaya, tetapi keragaman lainnya seperti flora, fauna, makanan menjadikan Indonesia sangat kaya dan beragam. Di tempat kalian ada tradisi sambatan juga? Yuk, sama-sama kita jaga dan kita lestarikan ya!





Sumber :

https://media.neliti.com/media/publications/13647-ID-budaya-sambatan-di-era-modernisasi-study-kasus-di-desa-gumukrejo-kecamatan-teras.pdf

https://www.uny.ac.id/berita/mahasiswa-uny-teliti-tradisi-sambatan-gawe-umah-di-gunungkidul

https://sambiroto.ngawikab.id/2020/10/tradisi-sambatan-wujud-kearifan-lokal-dan-gotong-royong/

http://lib.unnes.ac.id/31844/

  • Share:

You Might Also Like

1 comments

  1. wah bagus ya kak kalau di sana masi ada, klo di daerah saya udah ga pernah nemu lagi :'. makasi juga udah ngshare karena publikasi seperti ini bikin mata org2 termasuk saya jadi tau kebudayaan2 seperti ini. :)

    ReplyDelete

Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)