Sekolah itu Bernama "Menjadi Ibu" ~ Kehadirannya dalam rahim saya kala itu sontak membuat tangis di pagi hari. Sementara, suami mengucap syukur seraya memeluk dan mencium saya berkali-kali. Belum genap sebulan pernikahan kami, garis dua dalam tespek pagi itu resmi mengubah saya. Saya akan menjadi ibu.
Masa kehamilan berjalan dengan penuh drama hingga akhirnya dokter membantu saya di ruang operasi untuk melahirkan. Detak jantung yang tadinya ada dalam rahim saya, raga mungil yang selama sembilan bulan bisa saya pantau melalui layar USG, tebak-tebak wajah dan jenis kelamin. Terbayar manakala bayi itu ada dalam dekapan saya. Bahkan sampai detik menuliskan kisah ini, bayi yang tak lagi mungil itu masih suka bersembunyi di ketiak saya sambil mengelus-elus si calon adik dalam rahim mamanya ini.
Pernah begitu parno dengan omongan orang di luaran sana. Lebih-lebih pasca melahirkan dimana banyak sekali orang berkomentar "aku enak banget, habis melahirkan urusan bayi dihandle mbah utinya". Sementara saya dan papa, kami berjuang bersama. Kami memilih untuk repot bersama daripada mengorbankan ibu-ibu kami untuk turun tangan mengasuh bayi. Alasan kesehatan merekalah yang menjadi pertimbangan kami untuk tidak merepotkan. Alhamdulillah, kami melalu sekolah kehidupan itu dengan penuh suka, duka, tawa dan tangis.
Menjadi ibu, adalah sekolah kehidupan baru yang saat ini masih saya jalani. Memandikan tubuh mungilnya meski masih merah dan empuk, menimang dan memberi air kehidupan untuk bekal kehidupannya, membersamai dalam bermain dan belajar apa saja yang dia ingin tahu. Sekolah itu mengajarkan saya bahwa menjadi ibu adalah sebuah petualangan yang seru.
Bahkan terkadang saya rindu dengan rutinitas begadang menggantikan popok setiap malam. Harus bangun dari tidur lelap untuk menyusui, dan drama yang masih berlanjut hingga saat ini adalah ketika sedang sibuk di kamar mandi, ada sosok mungil yang menggedor-gedor pintu untuk segera keluar. Hahaha.
Jika mereka bangga memamerkan enaknya urusan bayi dihandle sama nenek, justru saya bangga dengan proses yang saya jalani, nikmati dan syukuri bersama suami. Kami terseok-seok bersama. Berdebat hanya karena paracetamol atau sanmol saat anak demam. Mengupayakan setiap bulan jatah untuk ibu pengasuh bisa kami berikan tepat waktu.
Baca : Balada Emak Pekerja
Ah... Menjadi ibu. Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa menjadi ibu bukan alasan untuk tidak bisa meneruskan mimpi dan cita-cita saya. Menjadi ibu justru membuat saya makin sadar, bahkan sosok kuat itu adalah seorang perempuan. Menjadi ibu membuat saya mengerti bahwa anak adalah dirinya sendiri, bukan orang tua dalam ukuran kecil. Menjadi ibu adalah satu hal yang benar-benar saya syukuri dalam kehidupan saya hingga saat ini.
-with love.. -
Mama Intania 🥰
2 comments
Mantap Bu. Dan setuju banget dengan tulisannya.
ReplyDeleteAhhh.... jadi kangen Ibunya anak-anak...
ReplyDeleteteringat perjuangan istri mengandung, melahirkan serta menyusui
Sehat selalu guru kecil
Terimakasih tulisannya
Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)