Peran Kita Ikut Serta dalam Kampanye STOP Pneunomia
By Chela Ribut Firmawati - November 23, 2020
Matanya bulat bercahaya, kulit sawo matang, perawakan kecil dan rambut kriwil kemerahan karena paparan matahari. Mulut mungilnya ramah menyapa bapak ibu guru yang sering kali lewat di depan rumahnya. Sebut saja dia Lia (nama saya samarkan), tetangga sekolah yang berusia kurang lebih 5 tahun. Keramahannya selalu menggaung di telinga saya manakala saya berpapasan dengan dia saat berangkat atau pulang sekolah.
“Bu Sila…..” sembari tangan mungilnya melambai-lambai.
Berbeda dengan hari itu, hari dimana wabah pandemi corona belum datang. Rumah Lia yang berjarak 150 meter dari sekolah tampak ramai dengan orang-orang. Saya yang hendak melintas menuju ke sekolah harus mengambil rute lain karena tratag dan kursi terpasang memenuhi jalanan desa. Jalan depan rumah Lia ramai dengan bapak-bapak berpeci, sementara dari arah barat dimana searah dengan rute saya. Tampak ibu-ibu lengkap dengan baskom bertutup taplak. Tanda orang sedang pergi melayat.
Belum juga meletakkan ransel di meja kantor, saya mendapati kabar bahwa Lia berpulang. Sakit. Itu kabar yang saya dapat dari rekan guru. Sakit yang katanya tidak terlihat tetapi memang menyerang pernafasan Lia. Seperti disambar petir, baru beberapa minggu lalu saat pulang sekolah saya melihatnya bermain dengan anak-anak sebaya di depan gerbang sekolah. Lagi : Bu Sila…… selalu dia ucapkan ketika berjumpa dengan saya. Tapi, semenjak hari itu Lia tak lagi tampak. Dia kembali, kembali ke haribaan ilahi. Al-fatihah… Tenang disana ya anak manis.
Saya berusaha mencari tahu apa sakit yang diderita anak cantik ini. Padahal saya sudah membayangkan kelak dia akan berseragam merah putih dan bergabung bersama keluarga besar sekolah saya. Tetapi, Tuhan telah mengambilnya. Seolah tak rela melihat Lia sakit terus menerus. “Ngendikane dokter niku lho bu, pnenumia.” (Kata dokter itu lho bu, pnenumia). Ucap salah seorang pelayat yang juga tetangganya. Lama saya mencerna apa itu pnenumia, sampai saya mendapati sebuah kata “pneumonia”.
“Pneunomia, mbah??” tegas saya.
“Lhaaaa nggih,,,, leres bu!!!” (Lhaaaa iya,,, benar bu!!!)
Pneunomia, Pembunuh Balita dan Anak-anak Nomor 1 Di Dunia dan Pembunuh Nomor 2 di Indonesia
Dunia anak adalah dunia yang penuh dengan suka cita. Berprofesi sebagai seorang guru SD tentu membuat saya memasuki dunia anak-anak yang penuh dengan canda, tawa, bertengkar lalu lima menit kemudian berdamai dan bertengkar lagi. Jujur saja, setiap hari menemui dan melihat tingkah polah anak-anak membuat saya terbantu untuk menghalau stress karena beban pekerjaan dan beban hidup.
Guru SD memang banyak hiburannya. Kadang kala sebagai ibu guru dan ibu dari anak saya sendiri, saya sering memaksakan mereka untuk memenuhi standar-standar tertentu sehingga merampas kebahagiaan masa anak-anak. Sering saya abai bahwa anak adalah dirinya sendiri sementara anak-anak juga memiliki hak-hak yang harus terpenuhi secara baik sesuai dengan mandat UU Perlindungan Anak No 35/2014 RI. Hak-hak tersebut diantaranya hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan; Mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi; Atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan. Dan beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasannya.
Apa kaitannya Pneunomia dengan Balita dan Anak-anak?
Saya tercengang ketika mendapati sebuah data dari UNICEF pada tahun 2019 yang menyebutkan bahwa penyakit pneumonia merupakan “The Forgotten Killer” balita nomor 2 di dunia. Lebih dari 2000 balita per hari tidak dapat merayakan ulang tahunnya kelima karena Pneunomia. Sementara di Indonesia diperkirakan 19.000 balita atau 2 balita setiap jam meninggal karena Pneumonia di tahun 2018.
15% dari angka kematian balita disebabkan karena Pneunomia (WHO)
Terlebih dalam masa pandemi COVID-19 saat ini, kasus anak dengan Pneumonia diperkirakan akan bertambah karena COVID-19 yang sampai tanggal 5 Oktober 2020 terdapat 31.633 anak yang terindeksi virus Corona (10,3% dari total) 8 dan 191 diantaranya meninggal (1,7%).
Ini bukan hanya persoalan ngeri-ngeri sedap lagi. Jika tidak kita cegah dari sekarang, Pneunomia akan membunuh 11 juta anak pada tahun 2030. Sementara investasi terbesar sebuah negara adalah sumber daya manusianya, generasi penerusnya. Tentu, dalam pencegahan Pneunomia ada peran serta kita sebagai warga masyarakat. Saya tidak mau ada Lia-Lia lainnya terlebih di lingkungan terdekat saya yang harus berpulang karena Pneunomia.
Pneunomia itu Apa, sih?
Pneumonia adalah infeksi paru-paru yang disebabkan oleh kuman, bisa bakteri, virus, atau jamur, dan parasit pada salah satu atau kedua belah jaringan paru-paru.
Istilah yang paling umum di masyarakat adalah paru-paru basah. Pada kondisi ini, infeksi menyebabkan peradangan pada kantong-kantong udara (alveoli) di salah satu atau kedua paru-paru. Akibatnya, alveoli pada paru-paru yang seharusnya berisi udara bisa dipenuhi cairan atau nanah sehingga menyebabkan penderitanya sulit bernapas dan kekurangan oksigen yang masuk ke tubuh.
Gejala-gejalanya yaitu batuk berdahak berwarna putih, kekuningan atau kehijauan, demam, Pernapas cepat, sesak napas disertai cekungan dinding dada.
Penyebab Pneunomia
Penyebab pneumonia adalah bakteri, virus, jamur dan mikroba lainnya yang menginfeksi sel-sel paru yang selanjutnya membuat peradangan akut dengan gejala-gejala kesulitan bernapas ringan sampai berat bahkan kematian.
Akan tetapi, faktor lain juga bisa menjadi pemicu timbulnya Pneunomia pada balita atau anak-anak. Yaitu polusi udara terutama polusi dalam ruangan. Jika saya menelisik kasus yang menimpa Lia, lingkungan tempat tinggal Lia memang sangat rentan dengan polusi udara. Mengingat lokasi TPA atau tempat pembuangan sampah akhir se Kabupaten Grobogan berada di Desa Ngembak. Musim penghujan seperti ini, aroma gunungan sampah akan tercium sampai ke desa sebelah seperti Desa Cingkrong dan Gading. Tak jarang aroma sampah ini mengganggu proses kegiatan belajar mengajar di sekolah karena sangat menyengat.
Selain polusi karena aroma gunungan sampah, asap rokok dan asap bediang sapi dari bakaran jerami di kandang sapi juga menjadi pemicu polusi udara dalam ruangan. Sedih rasanya mendapati para ayah masih banyak yang egois dengan sembarangan merokok, sementara ada bayi, balita atau anak-anak di dekatnya. Ditambah beberapa faktor lain seperti ASI kurang, gizi kurang, imunisasi tidak lengkap, berat lahir rendah, dan penyakit kronik, HIV, dll.
Pneumonia anak bisa DICEGAH dan DITANGANI dengan Pendekatan Terpadu Penatalaksanaan Pneumonia. Melalui mencegah, melindungi dan mengobati (protect; prevent; treatment).
1. MELINDUNGI (PREVENT) : Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan MPASI atau Makanan Pendamping Asi setelah usia 6 bulan sampai 2 tahun.
2. MENCEGAH (PROTECT) : Memberikan imunisasi dasar lengkap terutama Campak dan Rubella (MR), Diphtheria Pertussis Tetanus (DPT), dan Haemophilus Influenzae tipe B (HiB) dan PCV. Melakukan Penerapan Hidup Bersih dan Sehat salah satunya dengan cuci tangan menggunakan sabun, sirkulasi udara yang baik dan tanpa asap baik didalam rumah dan dilingkungan rumah tempat bermain anak, Stop kebiasaan merokok.
3. MENGOBATI (TREATMENT) : Segera membawa anak sakit ke fasilitas kesehatan terdekat seperti puskesmas, rumah sakit atau klinik. Berikan asupan bergizi saat anak sakit.
World Pneunomia Day dan Peran Kita dalam Kampanye STOP Pneunomia
Tanggal 12 November diperingati sebagai Hari Pneunomia Dunia dan Hari Kesehatan Nasional. Save The Children Indonesia menggunakan momentum ini untuk mengajak semua pihak agar ikut berperan menghentikan penyebaran pneumonia pada anak. Dengan mengadakan Festival Sehat Anak secara online, lembaga sosial ini juga mengundang berbagai tokoh ternama Indonesia untuk ikut menyebarkan kesadaran akan pencegahan Pneunomia.
Keterlibatan pejabat negara, kementrian, lembaga social, tenaga kesehatan, hingga kalangan artis dan masyarakat tentunya memiliki tujuan supaya masyarakat lebih aware serta teredukasi bahwa pencegahan Pneunomia pada anak bisa dilakukan oleh semua kalangan. Baik dalam lingkup keluarga hingga lingkup global sehingga penambahan kasus Pneunomia bisa ditekan lebih rendah lagi.
Disamping itu, sharing dari beberapa artis mengenai pengasuhan anak dan orang tua dari anak penyitas Pneunomia juga semakin membuka mata kita bahwasannya kita bisa mencegah ini dengan perilaku sederhana dimulai dari lingkup keluarga. Terlebih dalam melibatkan sosok ayah dalam pengasuhan anak setiap harinya. Peran serta ayah dalam memastikan kesehatan anak ternyata dapat melindungi dan mencegah terjadinya Pneunomia, diantaranya :
- Mengikuti perkembangan anak sesuai dengan tahapannya
- Mendukung ibu ketika memberikan ASI eksklusif
- Memastikan anak mendapat imunisasi lengkap (membantu mengingatkan, menemani ketika imunisasi, dll)
- Tidak merokok di lingkungan rumah dan ketika berada di dekat anak
- Membantu memastikan kecukupan gizi anak
- Mengobati ketika anak sakit (membawa ke layanan kesehatan)
Kampanye STOP Pneunomia ini juga memiliki pesan kunci yang ingin diberikan kepada masyarakat. Diharapkan orang tua dan masyarakat terdorong melakukan 4 pesan kunci untuk mengurangi kasus Pneunomia, COVID 19, dan Stunting.
Lalu, apa yang bisa saya lakukan untuk menyukseskan Kampanye STOP Pneumonia ini?
Sebagai guru tentu saya menjalin interaksi dengan anak-anak dan masyarakat sekitar sekolah. Apalagi saya tidak ingin ada korban seperti Lia, yang harus meregang nyawa karena Pneunomia atau bagi masyarakat desa sekitar dikenal sebagai penyakit paru-paru basah.
Yang bisa saya lakukan adalah memberikan edukasi kepada anak-anak dan masyarakat mengenai pencegahan yang bisa kita lakukan dengan kegiatan sederhana sehari-hari, seperti :
1. Mengajak anak-anak untuk membiasakan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
2. Dalam seminggu sekali mengadakan acara sarapan bersama di sekolah, untuk memberikan edukasi kepada anak-anak pentingnya sarapan dan edukasi tentang makanan bergizi. Tidak hanya nasi lauk mie dan telur dadar saja. Hahaha.
3. Sekolah bekerjasama dengan Bidan Desa atau Puskesmas untuk melakukan cek up kesehatan berkala dan imunisasi bagi siswa.
4. Mengajarkan anak untuk berani menegur perilaku yang kurang tepat. Tak jarang saya mendapati anak-anak tidak berani speak up sementara mereka tahu bahwa perilaku itu salah. Bagi saya wajib untuk mengajarkan mereka berani berpendapat dan disertai dengan alasan logis.
5. Terkhusus bagi guru laki-laki, ada aturan tertulis mengenai larangan merokok di dalam kelas. Karena anak-anak bisa meniru kebiasaan yang dilihat dari sosok gurunya. Adanya ruang khusus bagi perokok tidak hanya melindungi anak-anak dari polusi ruangan, melainkan bagi perokok pasif lainnya yang sebenarnya sangat mengganggu pernafasan.
6. Beberapa kali saya mendapati ibu-ibu yang bercerita bahwa bayi usia 3 bulan udah diberikan makanan seperti bubur instan. Saya tidak segan memberikan edukasi bahwa pemberian makanan pendamping ASI tidak disarankan bagi bayi dibawah 6 bulan.
7. Menggerakkan ibu-ibu RT untuk belajar bersama mengajak para suami dalam pentingnya memberikan ASI dan keterlibatan pengasuhan anak. Ajang ibu-ibu PKK bisa diisi dengan memberikan edukasi mengenai isu-isu kesehatan anak yang bisa jadi masih awam bagi mereka.
Kesimpulan :
Dengan saling bersinergi antara keluarga, masyarakat, tenaga medis, lembaga social, hingga pejabat kementrian dan Negara dalam menanggulangi masalah Pneunomia. Saya optimis bahwa tahun 2030 anak-anak di Indonesia dan Dunia dapat terbebas dari ancaman Pneunomia. Tentunya dengan melakukan perlindungan, pencegahan, serta mengobati hingga tuntas, penyitas Pneunomia bisa sembuh dan banyak hal-hal yang berubah dalam keluarga. Tentu menjadi lebih sadar, peduli, dan lebih sehat.
Besar harapan saya juga di lingkup sekitar rumah dan sekolah, tidak ada lagi temuan kasus seperti Lia. Biarlah kondisi masyarakat berdampingan dengan gunungan sampah, tetapi jika kita semua sadar bahwa Tuhan menitipkan air suci dalam sosok ibu untuk anaknya, kita tidak perlu lebih bersusah payah dalam melindungi buah hati. Ayo, terapkan hidup sehat, para ayah jauhi rokok, dan bersama-sama kita STOP Pneunomia.
Sumber pendukung dan gambar :
1.http://stoppneumonia.id/pneumonia-pada-anak-kenali-dan-cegah-dalam-gambar/
2. http://stoppneumonia.id/peran-ayah-dalam-kesehatan-anak/
3. http://stoppneumonia.id/profile-stop-pneumonia/
4. http://stoppneumonia.id/9-fakta-pneumonia-pada-anak/
5.https://sains.kompas.com/read/2019/12/04/200500723/apa-itu-pneumonia-penyakit-yang-membunuh-19.000-balita-di-indonesia-
6.https://sains.kompas.com/read/2019/12/07/121100623/mengenal-tanda-pneumonia-penyebab-kematian-utama-bayi-dan-balita
7. https://sains.kompas.com/read/2020/01/17/173600123/penderita-pneumonia-jumlahnya-meningkat-setiap-tahun?page=all
8. https://wartakota.tribunnews.com/2020/11/13/pneumonia-the-forgotten-killer-penyebab-1-dari-5-kematian-balita-di-indonesia-harus-dihilangkan?page=2
9. https://www.alodokter.com/pneumonia
10. https://www.instagram.com/p/CHZicySlA9w/
11. Booklet peringatan Hari Pneunomia Dunia. Support by Pfizer
24 comments
ya ampun sedih banget bacanya, hiks, sungguh ya penyakit sekarang aneh aneh dan kaya ga nyata tapi ada gitu semoga anak anak balita lainnya selalu sehat
ReplyDeleteIya mbak. Anak2 indonesia harus sehat dan bebas pneunomia
DeleteSemoga anak-anak kita nanti jauh dari pneumonia ya Mbak. Orang tua sesak napas aja sakit, apa lagi anak-anak. Kita kudu paham penyakit itu, penyebab dan tandanya. Kalau sudah, kita buat pencegahan bersama
ReplyDeleteBetul sekali Jiah. Cm yg ada ketika anak batuk pilek ga sembuh2 tuh dianggap hal biasa
DeleteSemoga dengan gencarnya edukasi untuk masyarakat tentang pneumonia ini, tidak ada lagi anak-anak lain yang mengalaminya seperti Lia di atas. Sebab kalau anak-anak suka ga dirasa kalau ada keluhan pada tubuh mereka sehingga orangtua suka telat menyadarinya. Semangat bersama stop pneumonia.
ReplyDeleteBetul mba. Orang tua harus tanggap dengan kondisi dan perubahan yg ada pada anak
Deletengeri banget pneumonia ini
ReplyDeletebisa membunuh anak2
gejalanya juga harus dimengerti para ortu
supaya bisa berbuat banyak, mencegah pneumonia ya kan
pneumonia ini kalau di luar negri dianggap sebagai penyakit berbahaya dan mematikan, tapi sayang di sini masih dianggap remeh, bahkan banyak bapak2 yang merokok di depan anak kecil :(
ReplyDeleteTurut sedih dengan berpulangnya Lia, anakku juga saat usia 16 bulan ada flek di paru-parunya, alhamdulillah sekarang udah sehat setelah perawatan selama 6 bulan
ReplyDeletebaru tau tentang pneunomia ini mbak, makasih ilmunya ya. Jadi mesti tetep memberi asupan terbaik untuk keluarga dan anak-anak jangan lupa sayur buah ya mba, gak nasi mie telor hiks hehe. makasih sharingnya mba
ReplyDeleteHiks, mendengar cerita Lia jadi terenyuuh, kasian yaa masih kecil terserang pnemonia, pastinya jadi kehilangaan.
ReplyDeleteSemoga makin banyak edukasi tentang pnemonia ini yaa, agar anak2 terselamatkan ya Bu Silaa..
Sebenaenya ga hanya Lia. Muridku kelas 5 dl jg pernah ada dan harus menjalani pengobatan rutin sampai akhirnya dinyatakan sembuh
DeleteBocilku pernah kena pneumoni Bu guru, dan ini penyebab dia demam tinggi dan akhirnya mengalami step. Sedih banget waktu itu. Positifnya dari kejadian ini, ayahnya bocil jadi berhenti merokok.
ReplyDeleteSemoga saja dengan adanya kampanye ini semakin banyak yang teredukasi ya, menjaga kebersihan rajin cuci tangan itu memang penting ya karena virus dan bakteri menyebar di mana-mana.
ReplyDeletePenyakit yang membunuh perlahan anak dan balita. Sedih baca artikelnya. Kampanye semacam ini perlu disosialisasikan karena tidak semua orang tua belum sadar pentingnya kesehatan lingkungan demi anak.
ReplyDeleteSharing yang bermanfaat banget ini Mbak, banyak hal yang baru aku tahu, jadi tambah pengetahuan tentang Pneumonia
ReplyDeleteSaya dukung banget kampanye untuk hentikan pneumonia. Karna dampaknya bahaya ke anak. Wlaau sayangnya, nggak banyak yang tahu apa itu pneumonia
ReplyDeleteDuh sedih banget Chel bacanya ya walaupun bukan anak sendiri. Ternyat aLia salin Pneomonia ya. Perlu ada edukasi ya lewat kampanye kaya gini supaya masyarakat lebih terbuka & tahu cara mencegah & pengobatannya
ReplyDeleteSenang sekali sekarang ada ya kapanye untuk pneomonia ini, semoga akan semakin berkurang Jumlah penderitanya
ReplyDeleteSemakin banyak edukasi semacam ini semakin kita disadarkan bawhwa menjaga kesehatan itu penting banget ya Bururcil.
ReplyDeleteYaa Allah sedih banget bacanya Mbak. Semoga anak anak kita semua selalu diberi kesehatan ya mbak
ReplyDeleteMerinding seketika membaca kisah yang ditulis di atas.
ReplyDeleteMemang pneumonia ini menyeramkan yaa....sering juga salah diagnosis, sehingga mengalami pengobatan yang kurang tepat.
Kita harus tahu dan paham mengenai gejala - gejala pneumonia ya Chela..kans sembuh lebih besar jika ditangani sejak awal
ReplyDeleteMbak, penyakit ini sangat dekat denganku. Karena anakku dulu pas kecil kan sering banget batuk-batuk, grok grok banget napasnya, setiap kali aku searching di Google yang keluar salah satunya penyakit ini. Takut, otomatis. Tapi, setelah diperiksa, alhamdulillah, jauh-jauh deh sama penyakit ini. Sebagai orangtua memang kudu waspada tapi jangan terlalu parno.
ReplyDeleteAku ikut sedih sama cerita si Lia. Semoga tenang di sana. Insyaallah, surga ganjarannya.
Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)