Bincang Pulih : Perjalanan Bangkit dari Masalah Kesehatan Mental

By Chela Ribut Firmawati - October 24, 2020

Malam itu, mata saya terpejam sembari telinga menikmati lantunan relaksasi musik di chanel Tido Kang. Saya mengatur nafas sembari menenangkan pikiran, dan seolah masuk dalam lorong waktu. Saat itu saya melihat seorang anak perempuan diikat di tiang rumah dengan seutas tali jemuran. Saya juga melihat sosok laki-laki menyabetkan sebatang kayu kecil ke arah kaki anak perempuan kecil itu. 


Ada sosok wanita yang antara tega dan tidak tega melihat anak perempuan diperlakukan seperti itu. Tetapi, caci maki keluar dari mulut sosok perempuan tersebut sehingga menambah tangisan si anak perempuan. Dia berontak untuk bisa melepaskan ikatan tersebut, hanya karena kelewat jam dari batas dia bermain bersama teman sebayanya. Buah dari pulang terlambat dia harus diikat di tiang rumah belakang. Menangis sampai lemas, meminta maaf sampai suara habis. 


Tanpa saya sadari dalam kondisi mata terpejam itu air mata mengalir deras. Saya terbangun dengan kondisi tangis yang semakin sesenggukan. Saya melihat diriku saat itu, seorang Chela kecil yang menangis sambil badan masih terikat di tiang rumah belakang. Entah apa yang merasuki bapak dan ibu, kesakitan itu, tangisan saat itu, caci maki saat itu ternyata menyisakan luka dan dendam pada diri ini terhadap orang tua. 


Saat saya menangis, papa datang dan menanyakan kondisi yang sedang saya alami. Dia memberikan bahunya untuk saya bisa menangis sepuasnya. Begitu agak tenang, saya menceritakan sekelebat kejadian di masa lalu yang ternyata menjadi pemicu ada luka dan dendam yang membuat saya tidak ingin hidup masih serumah dengan orang tua. Ya, saya sering bertengkar dengan orang tua karena tidak mau menerima tradisi Jawa dimana anak bungsu harus menemani orang tua sampai akhir hayat. 


Setelah menikah, saya ingin bebas, ingin jauh dari orang tua dan ingin menikmati kehidupan saya sendiri dan tidak ingin terus terluka dengan cara didikan orang tua. Saya sampai pernah mengatakan bahwa saya membenci mereka dan tidak ingin bersusah payah menemani mereka. Saya mau bebas!


Batin saya terluka? iya. Saya menyadari ternyata luka batin saya tidak main-main. Setiap ada slek dengan orang tua, saya yang dengan tempramen tinggi selalu marah dengan keadaan yang kata papa tidak bisa dikontrol. Lalu menangis dan ketika rasa itu sudah lega, saya akan bahagia seolah-olah setengah jam lalu tidak terjadi apa-apa. 


Saya tidak baik-baik saja saat itu, sampai akhirnya saudara mengajak saya untuk sharing tentang kesehatan mental. Dan beliau melihat saya dengan kondisi yang masih bisa untuk pulih. Terlebih kondisi untuk bisa menerima luka batin yang sudah ada sejak saya kecil.

 

Pulih, sebuah kata yang bagi saya membutuhkan usaha lebih keras untuk mencapainya. Luka batin bisa menyebabkan depresi, dan depresi bisa menjadi pemicu seseorang melakukan hal ekstrem. Bunuh diri. Pernahkah saya berfikiran seperti itu? Jujur saja pernah, saking tidak kuatnya merasakan tekanan sana sini. 


Saya lebay? iya... ada kok yang mengatakan saya lebay dengan kondisi mental yang agak kurang sehat. Tidak di pungkiri bahwa di masyarakat kita, kesehatan mental masih dianggap hal sepele. Berdasarkan Data Riskesdas tahun 2007, diketahui bahwa prevalensi gangguan mental emosional seperti gangguan kecemasan dan depresi sebesar 11,6% dari populasi orang dewasa. Berarti dengan jumlah populasi orang dewasa Indonesia lebih kurang 150.000.000 ada 1.740.000 orang saat ini mengalami gangguan mental emosional (Depkes, 2007). 


Data yang ada mengatakan bahwa penderita gangguan kesehatan mental di Indonesia tidaklah sedikit sehingga sudah seharusnya hal tersebut menjadi sebuah perhatian dengan tersedianya penanganan atau pengobatan yang tepat. Akan tetapi kita pasti menemukan respon seolah menganggap biasa atau bahkan mencemooh bagi penderita gangguan kesehatan mental. Stres yang berat tidak butuh nasehat dan cemoohan, mereka semua butuh dibantu untuk bisa pulih. 


pulih/pu·lih/ v kembali (baik, sehat) sebagai semula; sembuh atau baik kembali (tentang luka, sakit, kesehatan); menjadi baik (baru) lagi


Belakangan ini saya melihat banyak masyarakat kita yang mulai aware dengan kesehatan mental. Banyak juga postingan di instagram yang mengulas tentang kesehatan mental, dan itupun menjadi salah satu bacaan saya untuk bisa membantu diri saya healing. Apalagi 10 Oktober kemarin diperingati sebagai Hari Kesehatan Mental Dunia. Harapannya akan semakin banyak yang "melek" dengan bagaimana sebaiknya kita menyikapi masalah kesehatan mental. 


Tentunya seperti yang saya temukan juga melalui postingan ketua IIDN yaitu Mbak Widyanti Yuliandari yang gencar sekali membahas tentang sebuah buku yang ditulis oleh 25 member IIDN. Awalnya, launching buku bagi saya adalah hal biasa. Tetapi membaca sub judul "Perjalanan Bangkit dari Masalah Kesehatan Mental" saya rasa buku ini dibuat dengan satu proses yang nggak asal-asalan. 


Beberapa hari sebelumnya, Mbak Wid (yang biasa saya sapa) selalu menggelontorkan status yang memancing rasa ingin tahu saya "Pulih itu seperti apa sih?". Dan gimana proses menyelesaikan sebuah kisah jika penulisnya saja juga berproses untuk pulih dari kesehatan mental yang mereka alami. Sepenasaran itu saya, makanya ketika Mbak Wid menawarkan adanya undangan mengikuti virtual launcing melalui zoom metting, saya langsung menyaut untuk ikut. 



Pengisi acaranya juga bukan sembarangan orang, sudah terbayang bagaimana serunya mengikuti launching dari buku Pulih ini. Mbak Widyanti Yuliandari selaku Ketua Umum IIDN, dr. Maria Rini I, Sp.Kj yang merupakan seorang psikiater, juga mbak Intan Maria Halim selaku Founder Ruang Pulih. 


Mandala Cinta Sebagai Salah Satu Art Therapy

Baru dengar? sama!!! saya juga. Tahu Mandala Cinta juga beberapa jam sebelum acara launching dimulai. Saya masuk dalam grup whatsapp, dan mendapat tugas untuk mewarnai sebuah gambar yang disebut Mandala Cinta. Nggak ngerti maksud dan tujuan dari mewarnai gambar itu apa, saya asal mewarnai saja dan memilih warna random. Detail gambar tersebut adalah gambar hati dan lingkaran. Semakin luar ukuran love tampak lebih besar daripada yang ada dalam lingkaran. Peserta diminta mewarnai dengan 5 warna, bebas sesuai dengan imajinasi kita. 


Bagaimana dengan Mandala Cinta hasil saya mewarnai? Teman-teman bisa melihat foto ini. Warna merah saya pilih untuk mewarnai keseluruhan gambar hati yang paling luar. Karena jujur saja, ketika mendapati tugas tersebut saya sedang memendam kemarahan dengan suami saya. hahaha. Sebel tepatnya, jadi ketika selesai mewarnai Mandala Cinta tersebut kok rasanya jadi jauh lebih lega. 

bersembunyi dibalik Mandala Cinta

Ternyata, Mandala Cinta ini merupakan salah satu bentuk Art TherapyArt therapy merupakan sebuah proses psikoterapi yang menggunakan seni sebagai media ekspresi. Penggunaan seni sebagai media ekspresi dirasa efektif karena seni merupakan kegiatan yang dapat memberi kesenangan jiwa bagi pelakunya sendiri.


Nambah ilmu, kan? Karena selama ini saya hanya tahu tentang pemilihan warna yang mencerminkan suasa hati saja. 

Bincang Pulih yang Tak Sekedar Bincang

Picture by: Widyanti Yuliandari 


Hampir saja saya lupa untuk jadwal launchingnya. Saya bergabung meski telat 30 menit, tetapi masih mendapati momen dimana ibu Maria Rini memberikan penjelasan mengenai kesehatan mental. Memang ya kalau seorang psikolog itu ngomongnya bisa enak gitu. Menyimak apa yang disampaikan oleh bu Maria, saya seperti terhipnotis. Hahaha. 


Yang saya garis bawahi dari yang disampaikan oleh bu Maria adalah kita berhak memiliki kondisi jiwa dan raga yang sehat. Jika selama ini saya beranggapan gangguan mental dan gangguan jiwa adalah hal yang berbeda, ternyata keduanya sama. Bahkan peran komunitas saat ini juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental atau jiwa seseorang. Karena manusia merupakan makhluk sosial, jadi masih membutuhkan orang lain. 


Sementara mbak Intan Maria Halim selaku Founder Ruang pulih mengatakan bahwa menyadari segala trauma dalam diri kita sepenuhnya bukan salah kita, tetapi berusaha pulih menjadi tanggung jawab kita. 


Begitu juga ketika mbak Intan menjawab pertanyaan saya mengenai hasil mandala cinta, beliau bertanya mengenai proses yang saya rasakan ketika menyelesaikannya dengan pilihan warna yang saya pilih secara random. Saya mengatakan ada emosi kemarahan dan jawaban singkat beliau "izinkan dirimu menerima perasaan marah itu. Jika ingin marah, marahlah. Jika ingin menangis, menangislah". Sungguh, saya merasa seperti bisa lebih terbantu untuk menerima kondisi saya. 


Dengan lebih meningkatkan kesadaran dalam diri, kita bisa meminimalisir diri untuk tidak mengijinkan hal-hal negatif merusaknya. Sehingga hal-hal positiflah yang akan kita terima dan rasakan. 

Bagaimana cara kita untuk pulih? 

Seperti yang disampaikan mbak Intan bahwa ada hal-hal yang harus kita sadari, karena pulih adalah tanggung jawab diri kita sendiri. Diantaranya :

  • Setiap orang itu istimewa  termasuk kita. Diri kita sangat istimewa dan unik. Maka tidak fair jika kita terus membandingkan dengan orang lain yang menurut kita memiliki standar diatas kita. Karena Tuhan menciptakan manusia itu unik. Dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. 
  • Kita tidak bisa merubah masa lalu. Jauh lebih baik jika kita bisa bijak dalam menerima masa lalu. Tanpa masa lalu, sebenarnya manusia juga mengalami satu proses belajar untuk menjadi lebih baik lagi. Lewat masa lalu juga menentukan diri kita untuk menggapai masa depan. 
  • Mencintai diri sendiri. Kita sering abai untuk mencintai diri sendiri, disaat jatuh cinta dengan seseorang kita akan merasakan hati yang berbunga-bunga. Mbak Intan mengajak kita untuk merasakan jatuh cinta lagi dan memberikan merasakan perasaan itu untuk diri kita sendiri. Dan saat kita berhasil mencintai diri sendiri, biarkan kita mencintai diri ini apa adanya. Menerima segala kekurangan dan kelebihan diri, serta kenangan masa lalu yang menjadi pijakan untuk lebih baik di masa depan. 

Kisah-kisah itu terangkum dalam buku Antologi Pulih



Ide awal tercetus buku ini adalah ketika Mbak Wid selaku Ketua Umum IIDN membaca tulisan di blog maupun status di sosial media teman-teman blogger. Tulisan yang menyiratkan kesedihan serta kegalauan, apakah mungkin ada permasalahan atau trauma yang terpendam dari penulisnya. Banyak yang bilang tulisan adalah cerminan jiwa penulisnya, dari situlah ide muncul untuk membuat sebuah buku bertemakan mental illness


Sebelum terealisasi project antologi ini juga dipikirkan bagaimana sebuah karya bisa memberikan banyak hal bagi penulisnya. Kita sadar betul, mengangkat tema kesehatan mental atau jiwa tentu akan mengorek luka atau trauma yang terpendam bagi si penulis. Maka dari itu pengurus IIDN bekerjasama dengan konselor untuk mendampingi para penulis dari naskah yang terpilih. 


Antusiasme member IIDN ternyata luar biasa, terbukti banyak naskah yang masuk untuk diseleksi dan ke 25 kontributor yang terpilih itulah dalam perjalanan menyelesaikan project antologi ini ternyata ada pasang surutnya. Ada yang menceritakan kisah pribadinya, ada juga kisah orang lain. Dalam pendampingannyapun, ada kisah yang "selesai" namun ada juga yang "belum selesai" dan diberi pendampingan oleh Mbak Intan dan Bu Maria. 


Meski belum memiliki bukunya, dalam grup whatsapp Mbak Wid membagikan kisah salah seorang kontributor yang ditulis dalam buku Pulih. Saya tidak sanggup menceritakan apa yang dialami oleh si penulis, tetapi merasakan kehilangan sosok yang sangat berarti dalam hidup dan harus menanggung empat orang anak. Dunia mana yang tidak runtuh? Menyimak yang dibacakan Mbak Wid saja sudah membuat saya nangis sesenggukan. 

Bahkan ketika cuplikan proses healing si penulis dibacakan, ada kekuatan yang tertular ke diri saya dimana kita harus bisa menerima semua keadaan yang terjadi dalam diri. Harus kuat demi buah hati. Huhuhuhu... sungguh, sosok yang sangat luar biasa. 


Buku ini tidak menceritakan kisah sedih, kok. Melainkan melalui kisah yang ditulis oleh para kontributor, kita bisa mendapatkan kisah inspiratif dari setiap cerita. Bahkan kita bisa belajar bagaimana cara mereka untuk bisa pulih dari kondisi yang sedang mereka alami. Tentunya membuat kita lebih bisa mensyukuri segala sesuatu yang kita alami saat ini. 


Teman-teman tertarik untuk mengikuti PO ke dua? Teman-teman bisa menghubungi mbak Fitria Rahma dari IIDN selaku PJ proyek buku antologi ini, atau bisa juga melalui salah satu kontributor antologi ini.  



Data Buku :

Judul Pulih
Tebal : 306 halaman
Ukuran : 14 x 20 cm
Terbit: Agustus 2020
ISBN : 978-623-7841-76-0


Harga normal : Rp 100.000,-
Harga PO : Rp 95.000,-


Melalui launching buku Pulih ini, saya tersadar untuk lebih bisa menerima diri sendiri. Mencitai diri sendiri dan masa lalu yang sudah terjadi. Ternyata saya tidak sendiri, diantara mereka  ada yang sedang  mengalami masalah kesehatan mental. Maka dari itu, yuk kita lebih peduli dengan sesama tanpa harus berkata tidak enak agar tidak semakin melukai. Kita dukung dan kita beri semangat untuk sama-sama pulih. 


Sumber tambahan :

https://www.uny.ac.id/berita/art-therapy-sebagai-media-ekspresi-anak-anak

http://jurnal.unpad.ac.id/prosiding/article/view/13535

  • Share:

You Might Also Like

18 comments

  1. Covernya warna kuning melambangkan cheer up keceriaannya yaa.. memang kita semua harus pulih, ngga boleh larut dalam ketidakpastian ataupun kesedihan, harus cinta juga sama diri sendiri, kalo bukan kita yang cinta kepada diri sendiri siapa lagi ya mbak

    ReplyDelete
  2. untuk mencintai orang lain memang sebaiknya di mulai dari mencintai diri sendiri dulu ya mbak :)

    ReplyDelete
  3. Satu yang kuingat dari pesan Mba Intan, bahwa jika kita membisikkan hal baik pada diri kita, maka hal baik itu pula yang akan terjadi pada kita. Meyakini bahwa diri kita akan pulih dari luka masa lalu memang berat, tapi mengatasinya merupakan sebuah tanggung jawab agar bisa kembali sehat jiwa dan raga.

    ReplyDelete
  4. Kita kini terbentuk dari kita yabg telah tertempa masa lalu. Aku suka dengan acara launching ini, membuka mata dan hatiku, bahwa menerima Masa lalu itu salah satu upaya dalam proses pulih yang kita tempuh..

    ReplyDelete
  5. Bener banget nih ka, untuk pulih dari kesehatan mental, kita harus ikhlas dimulai dari diri kita sendiri agar proses pemulihan ini berlangsung dengan optimal dan mendapatkan hasil yg efektif

    ReplyDelete
  6. Luka batin memang efeknya bisa luar biasa banget ya mba. Ngeri kalau enggak diselesaikan dengan benar. Bisa jadi pemicu penyakit kejiwaan lain. Sayang aku juga belum punya buku ini euy.

    ReplyDelete
  7. Mantap bukunya aku jadinkepo pingin juga nih kasih ke temen. Makasih sharenya mbak..

    ReplyDelete
  8. IIDN produktif bangett, yaa. Keren2, gitu. Sepertinya bagus bangett isi bukunya. Buat belajar menjadi pribadi lebih baik.

    Bahagia terus, Bumilll.

    ReplyDelete
  9. Ya .. kita berhak memiliki kondisi jiwa dan raga yang sehat demi si buah hati.
    Iner child memang gak gampang dilepaskan ya .... tapi bukan tak mungkin.

    ReplyDelete
  10. waaa menarik banget deh ini bukunyaaaa, bikin penasaraaan hihihi, jadi pengen baca juga nih hihihihi

    ReplyDelete
  11. Aku suka banget Mandala art hingga coba beberapa style biasanya search di pinterest atau Instagram untuk dijadikan referensi gambar emang bikin betah dan relaks.

    ReplyDelete
  12. Ini buku yang bikin penasaran banget. Kayaknya akan ada deh salah satu kisah yang mewakili aku. Kepengen beli. PO aaah...

    ReplyDelete
  13. Hampir semua orang punya kenangan yang ingin dipulihkan nya si mbak, tapi saya memilih untuk mengatakan kan kamu hebat kamu luar biasa kepada orang-orang yang berusaha untuk pulih termasuk diriku sendiri

    ReplyDelete
  14. Salut sekali dengan para kontributor Pulih yang bisa menuliskan kembali luka yang ada dan pernah terjadi.
    Semoga semakin pulih secara paripurna dan siap menyebarkan kebaikan untuk lingkungan dan pembaca buku Pulih.

    ReplyDelete
  15. Semoga ada bincang bincang lagi part dua nya ya bugur cil. Kita dapat banyak pembelajaran dari sini. Alhamdulillah

    ReplyDelete
  16. Pada kisah hidupnya, semua orang menyimpan luka masing-masing yang hanya ia dan Tuhan saja yang tahu seberapa dalamnya. Menyembuhkan luka batin adalah proses perjuangan yang tidak bisa dianggap sepele.

    ReplyDelete
  17. Masa kecilmu mengingatkanku pada kenakalan di masa kecilku. Telat pulang main biasanya ibu yang memarahiku. Soalnya aku anak sulung, harus kasih contoh baik kepada 3 adik laki-lakiku. Begitu.. Bersyukurnya aku enggak sampai dipukul.

    ReplyDelete
  18. Tetap semangat menjalani hidup ya mbak...yakin bahwa kita perempuan itu makhluk kuat

    ReplyDelete

Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)