Ramadan Di Tengah Pandemi Covid-19 ~ Ramadan tiba... ramadan tiba... Marhaban Ya Ramadan.. marhaban ya ramadan. Tidak terasa ya puasa kita sudah dapat sebelas hari. Apalagi atmosfer semenjak hari pertama rasanya berbeda. Beda banget lah dengan ramadan tahun lalu, tapi alhamdulillah masih diberi kesempatan bertemu dengan ramadan meski di tengah pandemi.
Nikmat Tuhan mana yang kau dustakan?
Saking bedanya, banyak yang merasa ramadan tahun ini sepi. Ya, harus kita sadari bahwa covid-19 memang merubah segalanya. Atau jika kita mau lebih optimis bahwasanya covid-19 juga mengajarkan kita banyak hal terlebih untuk mensyukuri nikmat sekecil apapun. Jauh dari gebyar hiruk pikuk undangan buka bersama, ramadan kali ini membawa kita untuk lebih fokus beribadah.
Himbauan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah memang sudah diterapkan di berbagai lapisan masyarakat. Termasuk dalam pelaksanaan solat tarawih dan solat idul fitri nantinya. Himbauan #DiRumahAja memang masih di gaungkan mengingat penyebaran covid-19 belum mencapai pundaknya. Apalagi Purwodadi kota sudah zona merah. huhuhu.
Lalu, perbedaan apa sih yang terasa di ramadan tahun ini? Simak yuk!
1. Ibadah di rumah saja : Yang paling terasa adalah pelaksanaan solat tarawih dianjurkan untuk di rumah saja. Meskipun mushola sebelah masih menyelenggarakan tarawih dengan jamaah yang sangat terbatas. Sesekali saya ikut tarawih di mushola dengan memakai masker. Tetapi mbak mengajak untuk tarawihnya di rumah saja.
2. Bazar Ramadan : Biasanya bundaran simpang lima ramai dengan penjaja makanan menjelang berbuka puasa. Antusiasme pembeli sekalian ngabuburit juga buanyak hingga berjubel. Nah, tahun ini juga sangat sepi bahkan ditiadakan.
3. Tidak ada undangan buka bersama : Setiap tahun saya dan teman-teman "Selir Gembrot" selalu mengagendakan buka bersama di rumah Riva. Tahun ini kami sepakat untuk menunda acara bukber sekaligus reuni karena pandemi ini. Rindu dengan kebersamaan dan kehangatan suasana bukber dan yang pasti setiap bukber kami memilih untuk di rumah supaya lebih santai.
4. Puasa penuh kesederhanaan : Masa yang sulit mau tidak mau membuat saya mengatur strategi supaya gaji guru honorer mesti tidak seberapa harus cukup sampai sebulan. Menu yang sederhana, belanja secukupnya, memanfaatkan hasil kebun, bahkan rejeki tak terduga datang dari ibu mertua dan mbak Jati. Alhamdulillah.
5. Lebih banyak waktu bersama keluarga : Saya, mbak, dan bapak ibu tinggal dalam satu lingkup pekarangan rumah. Jadi setiap hari meski mbak yang dulunya sibuk kini terlihat sering pulang kantor lebih awal. Untuk buka puasa kami sering rollingan mangkuk dengan hasil masakan masing-masing. Mbak dengan kolaknya, ibu dengan sayurnya, saya dengan mendowannya. Tidak dinyana bahwa meski beda rumah kami merasa lebih dekat.
Banyak ya ternyata hal-hal yang berubah di ramadan tahun ini. Bahkan untuk baju barupun saya sama sekali tidak kepikiran untuk beli. LOL. Bagaimanapun kondisinya harus kita syukuri ya. Selamat menjalankan ibadah puasa.
0 comments
Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)