Dampak Covid-19 Bagi Guru Honorer ~ Semenjak wabah corona covid-19 merebak dan diterapkannya social distancing, imbasnya dalam kehidupan sehari-hari sungguh sangat terasa. Berbagai lapisan masyarakat mengeluhkan hal yang sama, terlebih kalangan ekonomi menengah bawah. Begitu juga yang saya rasakan sebagai guru honorer, kondisi ini jujur saja sangat berat untuk dilalui. Entah sampai kapan, saya selalu berharap untuk segera berakhir dan kehidupan bisa berjalan normal seperti sedia kala.
Dunia pendidikan juga merasakan imbas dari adanya corona covid-19. Serentetan jadwal yang sudah tersusun rapi harus bubar jalan termasuk dengan ditiadakannya ujian nasional tahun ini. Antara bahagia, sedih dan miris, rasanya kok kelulusan tahun ini akan terasa hening dan hampa.
Berbeda dengan jenjang kelas di bawahnya, beberapa rekan guru sampai saat ini bingung bagaimana memenuhi standar nilai untuk pengisian rapor kenaikan kelas. Pelaksanaan pembelajaran daring juga tidak semulus apa yang pemerintah bayangkan karena keadaan di berbagai tempat sangat jauh berbeda.
Nyata memang bahwa keadaan ini sangat menyusahkan banyak pihak. Kita melawan virus yang tidak terlihat, tetapi imbasnya bikin semua orang mengeluh. Saya dan papa juga sama, mengeluhkan rutinitas yang monoton setiap hari. Dan sangat berdampak bagi keseharian kami sebagai guru honorer. Seperti ...
- Menjadi Pengangguran sampai waktu yang belum ditentukan : Keseharian saya adalah mengajar dilanjut dengan melayani anak les. Dengan adanya kebijakan #SchoolFromHome yang sudah berjalan selama kurang lebih 6 ini, saya dan suami menjadi pengangguran. Tanpa ada pemasukan lain karena jualan online juga sangat terasa sekali dampaknya. Sepi.
- Sekolah tanpa guru, bagai burung kehilangan satu sayapnya : sekolah, guru, dan siswa adalah satu kesatuan. Minggu pertama penerapan social distancing, saya dan papa masih berangkat ke sekolah. Begitu memasuki gerbang sekolah aura yang terasa sangat berbeda. Sepi tanpa ada celotehan, teriakan dan canda tawa anak-anak. Sepi tanpa ada suara sesahutan guru saling mengajar, sepi tanpa adanya fenomena anak-anak mengerubungi ibu kantin.
- Kesulitan keuangan : saya tidak munafik bahwa pandemi ini berdampak sekali dengan kondisi keuangankeluarga kami. Ditambah kami harus mengeluarkan budget bertemu dokter kandungan dua minggu kemarin. Pengeluaran ajeg untuk makan setiap hari tetapi pemasukan sebulan sekali dari honor sekolah yang masih dibayarkan. Dan beruntungnya saya harus bersabar menanti beberapa invoice kerjasama blogpost yang belum cair juga.
- Pembelajaran daring terasa sangat melelahkan : Ya, saya mengakui itu dimana setiap anak tidak memiliki fasilitas gadget dan internet. Ada tetapi digunakan bersama-sama dengan anggota keluarga lain. Ada tetapi koneksi internet tidak tersedia alias paketan habis. Saya mengalami sendiri kesulitan menyajikan pembelajaran melalui grup whatsapp. Jalan satu-satunya adalah anak belajr mandiri dan diberi tugas. tapi apakah kalian tahu, dari 17 anak paling banyak hanya 7 anak yang mengerjakan tugas dengan tepat waktu. Lelah kan...
Tentu ada rasa syukur yang saya rasakan karena saya dan papa tidak sedang dalam kondisi berjauhan. Kami sama-sama di rumah dan bisa saling menjaga satu sama lain. Meski berat tetapi kami berusaha menjalani dan menikmati waktu yang lebih banyak untuk keluarga terlebih anak.
Saya berharap pandemi ini segera berakhir. Saya rindu sekolah, anak-anak, rekan guru dan aktifitas sekolah yang terkadang bikin stres tetapi sangat menyenangkan. Mari kita berdoa supaya covid-19 cepat berlalu dari negeri ini.
2 comments
Semangat ya mbaaa, semoga dimudahkan rezekinya, semoga sehat selalu :)
ReplyDeletesemangat mbakk, semoga wabah ini segera berakhir
ReplyDeleteSilahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)