Menghadapi Kekerasan Yang Terjadi di Lingkup Sekolah Dasar

By Chela Ribut Firmawati - April 27, 2020

Menghadapi Kekerasan Yang Terjadi di Lingkup Sekolah Dasar ~Sejujurnya saya sangat merindukan sekolah dengan segenap drama yang terjadi setiap hari. Jangan dikira sekolah bebas dengan kasus yang dibuat oleh anak-anak. Banyak, banyak buibu! Hanya saja saya terkadang enggan untuk menceritakan kasus-kasus yang terjadi di sekolah.



Baca : Ketika Anak Berkelahi di Sekolah

Mengingat masih banyak orang tua yang kurang memahami tentang kenakalan yang dibuat oleh anaknya ketika di sekolah. Atau bisa juga karena rasa tidak percaya orang tua dengan dalih "anak saya di rumah baik-baik saja, mana mungkin di sekolah jadi biang kerok?" Ada buguru? Ohh ya jelas ada. 

Bullying memang kerap terjadi di mana saja termasuk di lingkup sekolah. Beraneka macam kasus bisa dari guru ke murid atau antara murid dengan murid. Mungkin bagi anak-anak adalah hal sepele karena biasa lah saling ejek kemudian menjadi berantem, lalu baikan. Hal biasa sebenarnyam tetapi jika sudah melewati batas? Tetap guru menjadi garda depan menuntaskan bullying di sekolah. 

Macam-macam bullying yang saya temui semenjak menjadi guru antara lain : 

1. Pemalakan atau Pemerasan 
Mungkin sudah umum dimana-mana, siswa berlagak seperti bos preman dengan meminta sejumlah uang tertentu kepada teman sekelas bahkan adik kelas. 

Dalam satu komplotan ada bos, sekretaris, dan algojo sebagai pemalak. Biasanya bos akan mengancam jika tidak nurut akan dihajar ramai-ramai sekelas. Mau tidak mau algojo pemalak nurut saja dengan dalih mencari aman. 

2. Verbal Bullying
Ini juga sangat umum dan biasanya seperti sebuah ejekan biasa. Memanggil anak yang bertubuh gemuk dengan sebutan gajah, atau memanggil dengan nama bapaknya. 

Nyaman? Jujur saja saya mengalami dan sangat tidak nyaman. Bullying verbal ini juga bisa ditemui dari guru ke murid. Sebagai contoh memberikan label bodoh ke anak yang kemampuannya lebih lambat dari teman-temannya. 

Maafkan saya karena saking jengkelnya kadang kelewat batas dan mengeluarkan kata yang penuh dengan emosi. Verbal bullying ini juga bisa berpengaruh terhadap rasa percaya diri anak, lho. 


3. Kekerasan Fisik 
Ada juga kekerasan fisik yang saya temukan. Berantem ketika istirahat, atau usil dengan teman saat jam pelajaran atau istirahat, sengaja menunggu teman yang diincar untuk diajak bertengkar. 

4. Kekerasan Psikologis
Bu guru juga menemukan kekerasan psikologi di kelas enam. Dimana satu anak akan dimusuhi semua teman sekelasnya atas perintah "ketua geng". Jika siswa tidak nurut, siswa tersebut juga ikut dimusuhi. 

Saya pernah mengalami kekerasan seperti ini saat dibangku kuliah. Hanya karena saya berbeda pendapat dengan teman sekelas, dan saya berusaha mempertahankan pendapat saya. Teman satu kelas memusuhi saya dan sering diomongin di belakang. Bahkan salah seorang teman ada yang nyletuk pedes saat itu. Heran ya, cuma beda pendapat aja pakai dimusuhi. Kan lucu!! 

Lalu, yang terkadang menjadikan hati saya dan rekan guru lainnya menjadi miris adalah sasaran pertama yang disalahkan adalah gurunya. 


"Gurunya ngapain kok anak saya bisa berantem?"


"Gurunya nggak becus ngawasi murid?"

"Gurune gaweane ngopo,? Ngulang wae ora becus!"

Dan banyak lagi komentar yang ada. Bahkan pernah ada orang tua datang ke sekolah dengan membawa sabit dan mengancam anak yang berantem dengan anak si bapak itu. Sabit diacungkan ke leher si anak otomatis nangis donk. Satu sekolah histeris termasuk guru-gurunya. 

Ada lagi orang tua dengan penuh emosi langsung menemui kepala sekolah dan mengatakan tidak terima anaknya dijewer dan dijitak oleh guru kelasnya. Sementara aduan si anak merasa tidak bersalah, padahal si anak adalah biang kerok di kelas. Bahkan di sekolah. 

Sungguh, jika saya mau menuliskan semua akan banyak kasus yang saya ungkap. Karena bullying itu entahlah seperti budaya. Seolah kita tidak bisa menghargai satu sama lain dan seolah sekolah menjadi tempat menakutkan bagi siswa.

Baca : Ada Peran Kita Dalam Mencegah Perkawinan Usia Anak

Lingkungan dan Orang Tua sangat berpengaruh
Saya termasuk yang paling kontra dengan ucapan "semua adalah tugas guru termasuk dalam perilaku anak". Coba kita pikir lagi, berapa jam durasi anak berada di lingkungan sekolah? Kurang lebih untuk sekolah negeri sekitar 6jam. 

Meski guru adalah orang tua siswa di kelas, tetapi tetap saja tugas utama dan paling utama pendidikan anaknadalah dari keluarga. Dari orang tua dan sebenarnya orang tua tidak bisa lepas begitu saja dengan dalih "kami sudah bayar mahal,kok!". Tak semudah itu maliihhhh!. 

Guru honorer bayaran ga manusiawi, tapi tanggung jawab berat sekali. Sekali melakukan kesalahan akan dimaki, diancam bahkan banyak kasus dipenjarakan. Kan ngeri. 

Peran orang tua sangat penting dalam pendidikan dan pendampingan anak. Terlebih mengenai kasus kekerasan atau bullying, entah sebagai pelaku maupun sebagai korban. Karena menangani anak yang menjadi korban kekerasan tidaklah mudah. Apalagi memintanya untuk berkata jujur. 

Hal lain adalah kondisi lingkungan tempat tinggal dan pergaulan. Jangan ditanya deh lingkup pergaulan siswa Bu Chela seperti apa. Saya sampai geleng-geleng merasakan polah anak-anak. Kadang keluar komentar "orang tuanya itu lho... Ngapaiinnn kok ya anaknya dibiarkan terjerumus seperti itu!". 

Keyakinan saya sebenarnya sederhana, jika lingkungan "tampak kurang" bersahabat dengan perkembangan anak, harusnya orang tua mampu memberikan proteksi yang lebih bijak. Tidak sekedar melarang terapi harus disertai dengan bukti yang anak bisa menerima dan mencerna. 

Nah apalagi untuk kasus kekerasan yang sering terjadi di sekolah. Seringnya ketika anak mengadu ke orang tua, permasalahan yang sebetulnya selesai di sekolah justru berlanjut di rumah. Orang tua saling labrak dan berakhir dengan pertengkaran karena pasti membela anak masing-masing. Imbas lainnya adalah hubungan sosial menjadi tidak baik dan diajarkan ke anaknya. "kamu nggak usah berteman dengan si Farel, Mbah nggak suka!! Keluarganya toh lalalalalala lililili". 

Lucu, lucu sebenarnya yang tadinya kasus kekerasan entah hal sepele jadi besar karena orang tua yang ikut campur. Bahkan ada yang sengajs mengadu ke sekolah karena keluarga si A tidak akur dengan si B. Hahaha.. macam drama banget lah. Drama azab gitu.wkwk. 

Kembali ke sekolah, guru tidak serta merta mendiamkan kasus bullying yang terjadi di sekolah. Ada tahapan yang biasanya guru lakukan sebelum menciduk pelaku. 

1. Pengamatan jarak jauh : biasanya dilakukan oleh semua guru yang ada di sekolah. Baik pengamatan jam sekolah maupun luar sekolah. Untuk di sekolah Bu Chela, peran pak Darto sang penjaga dan pak Purmadi sang guru olahraga sangat besar. Diamati sekali dua kali, baru ditangkap basah dan disidang bersama kepala sekolah. 

2. Peringatan awal : peringatan awal biasanya dilakukan oleh guru kelas yang siswanya terlibat. Entah membuat perjanjin tidak mengulangi lagi, atau bisa surat pernyataan ke orangtua. Disini biasanya anak yang "nakalnya" sekedar ikut-ikutan akan jera. 

3. Peringatan lanjutan : temuan kasus yang berbeda dengan pelaku yang sama akan langsung menghadap wali kelas, kepala sekolah, guru olahraga ditambah orang tua setelah sebelumnya mendapatkan surat panggilan dari sekolah. Nah hukuman paling berat adalah anak dikembalikan ke orang tua alias dikeluarkan dari sekolah. 

4. Memberi himbauan ke siswa lain : bisa dilakukan di awal maupun sepanjang ada kasus yang ditemukan di sekolah. Himbauan ini bermacam baik akibat dari perilaku yang dilakukan, jangan takut melapor bahkan bisa juga melibatkan babinkamtipmas desa. Melibatkan aparat desa memang ampuh memberikan kesadaran bagi siswa terutama siswa SD. Kecuali yang memang sudah tercuci otaknya oleh lingkungan dan pergaulan yang salah. 


Selain itu Bu Chela juga sering sekali memberikan arahan kepada anak-anak terkait kasus kekerasan yang terjadi di sekolah. Yang saya lakukan adalah : 
1. Mereka lahir dan tumbuh di generasi yang berbeda dengan saya. Model guru killer bukan menjadikan anak takut, melainkan anak menjadi brutal ketika di belakang gurunya. Membaur dengan anak-anak dan ikut memasuki dunianya memang lebih mudah untuk mendapatkan hati mereka. Saat sudah nyaman, anak akan tidak segan untuk bercerita. 

2. Saya sering mengatakan ke anak-anak "jangan takut untuk bilang ke guru, siapapun itu gurunya, apapun itu kejadian yang kalian alami. Jangan takut dimusuhi jika kalian tidak salah. Dan yang salah harus berani mempertanggung jawabkan perilakunya!" Dengan begitu anak merasa jika dirinya dalam ancaman, ada ruang untuk mengadu yaitu guru. 

3. Membuka komunikasi dengan orang tua meski hanya satu dua orang. Disaat orang tua menghubungi melalui WA atau datang ke sekolah langsung, guru akan memberikan jawaban dari pertanyaan yang diajukan termasuk pertanyaan tentang keseharian anak di sekolah. 

4. Kembali lagi ke peran orang tua terhadap anak. Biasanya jika bertemu dengan orang tua ngeyel, guru akan memberikan penjelasan kepada orang tua tersebut. Setidaknya orang tua tidak hanya menerima aduan anak, tetapi juga menerima informasi keseharian anak di sekolah. 


Tidak mudah memang menghadapi kasus kekerasan yang terjadi di sekolah. Hanya saja semua dapat diselesaikan dengan melibatkan stakeholder yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan. Sekolah membutuhkan anak, anak belajar butuh peran guru dan orang tua. Mau tidak mau orang tua tidak bisa lepas tangan. Tinggal bagaimana kita mau atau tidak untuk "repot" sementara waktu. Banyak juga ya kasus yang terjadi di sekolah. Xixixixi. 

  • Share:

You Might Also Like

15 comments

  1. Jadi guru SD sangat dinamis ya Mbak, harus menghadapi anak-anak dengan sifat yang berbeda-beda. Apalagi kasus bullying sering terjadi, harus ekstra sabar yaa.

    Iya nih, peran orangtua sangat penting ikut mendidik anak juga, jangan semuanya diserahkan ke guru.

    ReplyDelete
  2. Semangat ya bu guru, memang seharusnya semuanya andil agar bullying tidak terus terjadi, ya dari ortu, dukungan sekolah, dll, bukan cuma 1 pihak aja

    ReplyDelete
  3. Semangat ya Bu guru insya Allah lelahnya jadi pahala berlipat ganda, ortu nggak boleh lepas tangan yw kudu kompak dengan guru sekolah sebagai mitra mendidik anak

    ReplyDelete
  4. Penting sekali, ya, bagi orang tua untuk melihat ke dalam dirinya sendiri dulu jika ada masalah dengan si anak. Jangan buru-buru bereaksi menyalahkan pihak lain.

    ReplyDelete
  5. Sabar dan tetap semangat ya mb. Itu mulut2 yang dzolim boleh kok dibalas setimpal. Tapi memaafkan lebih baik sih

    ReplyDelete
  6. Semangat Mbak Chela, masalah perundungan ini memang berat dan jadi PR bersama semoga semesta mendukung amin

    ReplyDelete
  7. Sedih memang. Sebenarnya kasus bullying nggak hanya di sekolah2 negeri sih, di swasta pun banyak. Yang sebel itu ya itu banyak orangtua yang nggak mau tahu. Pokoknya tanggungjawabnya guru. Padahal kan nggak bisa begitu.

    Sedang banyak anak menjadi pelaku bully karena ternyata di rumah dia melihat perilaku yang sama dari orangtua atau lingkungan terdekat. Makanya setahunan ini saat aku dan teman2 sekomunitas melakukan campaign anti bullying ke sekolah2, bukan cuma anak dan guru yang kami temui, tapi juga minta dipertemukan dengan para orangtua. Alhamdulillah responnya bagus. Memang kadang yang ngomong itu harus pihak luar baru didengarkan :)

    ReplyDelete
  8. setuju, Guru jg melakukan dn mengusahakn yg terbaik dn orangtua harus melihat permasalahn yg ada pd anak dg kepal dingin, tdk langsung menyalahkan guru atau sekolah. semangat sellau buat bu guru :0

    ReplyDelete
  9. Nggak hanya guru ke murid, murid ke murid, tapi murid ke guru juga ada, Mbak.

    Aku pernah salah nulis diketawain sama muridku. Kalau nggak dielingke mesti dikira hal yang lucu. Pernah juga ada kasus guru ke guru, ono jugaaaaa.

    ReplyDelete
  10. Dari pengalaman mbak yg dibully saat Kuliah,yg kupikir bully efektif cuma di bangku SD SMP aku jd berpikir,ternyata cyber bullying para netizen termasuk contoh bullying yg kebablasan. Mengerikan ternyata...

    ReplyDelete
  11. PR banget nih soal bullying, harus ada kerja sama antara orangtua dan guru. Di rumah juga harus diajari bagaimana berkata dan bertingkah laku yang santun, agar tidak menjelma menjadi pembully. ini basic sekali sih ya sebenarnya.

    ReplyDelete
  12. Jadi guru SD jaman sekarang tantangannya lebih berat ya mbak..aku dulu, tangan disabet pake penggaris kayu udah biasa karena kuku panjang. Sekaramg....ortu nggak terima

    ReplyDelete
  13. Ternyata bu guru juga kena bully ya, pertanyaan jugde seperti ini memang gampang terucap sih. Mulut itu lebih tajam dari pada belati kalo udah pedas ngomongnya.

    ReplyDelete
  14. pemalakan justru terkadang menimbulkan masalah yang merembet mbak, dkarena ketika disekolah seolah ada setoran wajib ke boss preman, nah justru disitulah membuat sianak yang menjadi korban wajib setoran ini mencari cara apapun agar ketika desekolah dia punya uang utnuk setoeran wajib, dan badan gak dihajar, macam difilm itu mbak tapi itu beneran ada disekolahku dulu..

    ReplyDelete
  15. Ternyata ada beberapa tahap ya yang dilakukan guru pada saat ada perundungan. Pemantauannya sampai bertahap. Semoga semua guru peka dengan hal ini, karena kalau guru tidak peduli, wah bahaya.

    ReplyDelete

Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)