Saya Ingin Mental Ini Sehat ~ Sepanjang tahun 2019 kemarin saya melalui tahun itu dengan rasa yang campur aduk. Berat untuk dijalani iya, dihantui perasaan bersalah juga iya, merasa diri ini nggak ada manfaatnya juga iya, bahkan saya gagal membahagiakan orang-orang tersayang di sekitar saya. Cap anak durhaka melekat di saya dan itu diucapkan oleh mbak saya sendiri. Pernah juga dikatain orang kalau saya kurang iman. hahaha.
Jujur saja saya pernah di titik seperti orang depresi yang tiba-tiba nangis, lalu bahagia. Kalau sendiri rentan untuk nangis dan bahkan papa sendiri bilang bahwa saya bukan seperti orang yang biasa dia lihat setiap hari. Papa bilang saya seperti orang gila. Hahaa.
Semua karena sebuah ambisi yang gagal saya raih. 2018 saya gagal lolos CPNS meski sudah ikut Seleksi Kemampuan Bidang dan dengan nilai tertinggi di instansi yang saya tuju. Harapan orang tua adalah anaknya berhasil, tetapi saya gagal. Orang bilang rejeki kalau dikejar justru akan lari itu memang benar. Belum menjadi rejeki saya karena nilai SKD saya berada di peringkat dua. Dan faktor bejo menjadi milik kompetitor saya yang kakaknya terbilang akrab dengan saya. Selisih 0,4 dan respon bapak terutama sangat membuat saya tertekan.
Ah Tuhan mah jahat!!!
Sepanjang hari saya lalui dengan kalimat itu. Ngapain saya solat toh doa-doa saya nggak pernah Tuhan dengerin. Ngapain saya bakti sama orang tua, nyatanya disalahin terus karena nggak jadi PNS. Ngapain saya ngelayanin suami orang saya aja dibiarin sendiri.
Padahal papa selalu ada disamping saya dan berdoa supaya istrinya nggak gila!! Hahaha.
Duh lebay sekaliii bu guru satu ini. Ya... Whatever they say, saya merasa diri ini tidak sehat dan saking seringnya stress, beberapa kali saya drop. Padahal salah satu resolusi 2019 yang saya buat adalah #2019RajinOlahraga demi kesehatan yang mahal harganya. Tapi sepertinya mental saya nggak sehat.
Iya mental saya sangat tidak sehat. Sering uring-uringan bahkan saya nggak segan mengeluarkan makian ke suami bahkan Intan. Setelahnya saya pasti menangis di kamar karena perasaan bersalah. Lalu kepala terasa berat dan rasanya tembok jadi sarana paling pantas untuk dibentur-benturin. Sempat kepikiran apakah saya bipolar?
Lalu suasana hati berubah menjadi sangat bahagia, semangat menggebu-gebu dan tiba-tiba suasana hati berubah lagi menjadi sedih dan useless.
Saya merasa mungkin yang saya alami ini berlebihan, tetapi memang begitulah nyatanya. Saya menjadi seorang ibu yang tidak bahagia, dihantui rasa bersalah, tertekan apalagi banyak sekali omongan yang justru keluar dari keluarga terdekat saya. Sehingga saya sempat menarik diri dari lingkungan sosial.
Toh nyatanya saya juga sudah belajar, ketemu saudara dan dihadapkan dengan kalimat "gimana cpns nya? itu lho kepsek Al Firdaus suami istri lolos semua. Masa kamu enggak?". Sebenarnya saya sudah ingin menyumpal mulutnya dengan sandal.
Saya kembali labil. Sangat labil sampai akhirnya saya merasa lelah dengan keadaan yang saya rasakan ini. Satu hal yang menyadarkan saya bahwa semua berimbas ke anak saya. Sampai suatu hari papa bilang "Ma... mau sampai kapan kamu seperti ini terus? kamu harus sehat!"
Mulai dari situ papa menyarankan saya untuk merubah pola hidup saya. Yang selama ini terbilang sembarangan, papa lebih memberikan masukan untuk mencoba menerapkan pola hidup sehat. Baik dari makanan yang dikonsumsi juga sehat secara psikis. Selain itu juga, papa lebih banyak memberikan telinga kepada saya entah melalui obrolan langsung maupun melalui pesan whatsapp. Oiya, sempet juga kepikiran untuk ikut seminarnya Dedy Susanto itu lho. haaha.
Sebenarnya saya belum pantas untuk membagikan tips sehat apalagi terkait dengan kesehatan mental. Karena memang saya sendiri masih berjuang untuk bisa lebih baik dan suasana hati bisa stabil. Tetapi, ada beberapa hal yang saya lakukan selama ini sehingga sekarang saya merasa sudah lebih baik dari tahun 2019. Diantaranya :
1. Memperbaiki Komunikasi : Saya lakukan dengan siapapun termasuk kepada orang tua. Meski jauh dari kemampuan basa-basi dan lebih sering bicara secara lugas, ketika saya bisa mengungkapkan apa yang ada dalam hati rasanya berbeda. Mengenai respon orang yang saya ajak bicara sejujurnya saya masih ada rasa takut, tetapi mau respon marah, kecewa atau sedih saya berusaha untuk menerima. Yang penting lega terlebih dahulu uneg-unegnya.
2. Mengatur pola makan : Stress ternyata sangat berpengaruh dengan pola makan, sering telat makan atau bahkan tidak makan mengakibatkan maag yang saya miliki kambuh lagi. Dari situ saya mulai untuk lebih memperhatikan makan dan juga asupan makanan setiap hari. Harus ada sayur yang warna-warni supaya menggugah selera. Terkadang papa membawakan buah atau jus kesukaan, atau pernah juga papa menawarkan diri untuk jadi driver gofood dengan menu apa saja sesuai permintaan. hahaha. Yang jelas selalu memastikan untuk makan sehari 3x dan perbanyak konsumsi air putih.
3. Rutin Berolahraga : Sejak Oktober lalu saya ikut sanggar senam. Awal mula saya ragu karena memang jarang sekali olahraga, akan tetapi ketika pertama kali mengikuti senam rasanya tubuh lebih ringan. Keringat mengucur, diikuti dengan beberapa kali teriakan di gerakan senam dan loss gitu saja, bertemu dengan teman baru. Rasanya memang benar bahwa dengan olahraga tubuh kita menghasilkan hormon endorfin yang mampu menimbulkan perasaan senang dan nyaman hingga membuat seseorang berenergi.
4. Belajar Menerima Takdir Tuhan : saya percaya bahwa hidup itu memang sudah digariskan olehNya. Hidup mati jodoh rejeki memang urusan Tuhan. Tugas manusia adalah taqwa. Dari kegagalan itu saya juga banyak belajar bahwa memang Tuhan belum memberikan waktu terbaiknya. Pelan-pelan saya menyadari terhadap yang saya alami, dan pelan-pelan juga Tuhan membuka jawabannya. Suport sistem terbaik saya selalu mengingatkan untuk tidak meninggalkan solat dan merapalkan asmaNya untuk ketenangan hati. Iya... Semua sudah Tuhan atur sedemikian rupa. Sayanya aja yang ngeyel minta segera dikabulkan. Haha.
4. Belajar Menerima Takdir Tuhan : saya percaya bahwa hidup itu memang sudah digariskan olehNya. Hidup mati jodoh rejeki memang urusan Tuhan. Tugas manusia adalah taqwa. Dari kegagalan itu saya juga banyak belajar bahwa memang Tuhan belum memberikan waktu terbaiknya. Pelan-pelan saya menyadari terhadap yang saya alami, dan pelan-pelan juga Tuhan membuka jawabannya. Suport sistem terbaik saya selalu mengingatkan untuk tidak meninggalkan solat dan merapalkan asmaNya untuk ketenangan hati. Iya... Semua sudah Tuhan atur sedemikian rupa. Sayanya aja yang ngeyel minta segera dikabulkan. Haha.
Itu yang saya lakukan untuk mengurangi rasa tertekan dan perasaan useless selama tahun 2019. Nyatanya sekarang saya merasa lebih ringan dalam menjalani hari-hari. Oiya, saya juga self healing lho dengan melakukan hal-hal yang saya sukai. Entah mendengarkan musik lo-fi yang bikin relaks, nulis, main sama anak-anak di sekolah, membaca buku, intinya membuat diri saya enjoy dan alhamdulillah papa mendukung seperti saat mengantar ke Semarang untuk ikut event blogger. "Lakukan itu selama mama seneng ditambah dapat pengalaman baru". eciyee...
Suasana hati menjadi lebih stabil dan saya juga jadi banyak belajar bahwa hal yang kita anggap gagal justru sebenarnya bisa menjadi keputusan terbaik yang Tuhan berikan. Kalau kata orang Jawa "Urip iku sak dermo nglampahi", mungkin tepatnya sekarang saya seperti itu. Yang pasti saya ingin sehat baik jasmani maupun mental. Doakan saya bisa lebih stabil dari sekarang ini ya, karena papa ada rencana untuk membawa ke psikolog.
2 comments
Stay healthy and be happy ya, mbak.
ReplyDeleteThings comes in its right time.
Semangat!!!
Stay strong Mb Chela
ReplyDeleteSilahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)