Ada Peran Kita untuk Mencegah Perkawinan Usia Anak

By Chela Ribut Firmawati - December 13, 2019

Agustus lalu saya mendapati sebuah undangan yang biasa diletakkan di teras rumah. Undangan pernikahan yang terlihat sangat sederhana. Saya buka dan tertulis sebuah nama yang sangat tidak asing ketika membacanya. Lantas saya mengingat, saya samarkan saja namanya menjadi Mawar dengan alamat di Desa Ngembak. Tak berselang lama ingatlah saya dengan nama dan sekilas wajahnya diingatan. 


“Kan dia baru lulus SD sekitar empat tahun lalu. Usianya juga belum ada 17 tahun, kok sudah menikah? Harusnya kan sekarang dia kelas 1 SMA.” Pikir saya saat itu. 

Karena penasaran, akhirnya saya mencari informasi yang kebetulan bapak bertugas menjadi MC di acara pernikahan si Mawar. Dan benar saja, Mawar menikah dengan lelaki pilihannya di usia yang masih sangat belia. Sehingga sebelum melaksanakan akad nikah, Mawar dan calon suaminya harus melewati rangkaian sidang bersama petugas dari KUA Kecamatan Purwodadi karena masuk dalam kategori menikah di bawah umur. 


Bukan hanya Mawar, lingkungan tempat tinggal dan lingkungan sekolahan tempat saya bekerja sering saya temui masih berusia belia namun sudah memiliki anak. Entah karena memang perkawinan di usia anak ataupun hamil karena kecelakaan a.k.a hamil di luar nikah. Seperti hal lumrah, dan lagi cara pandang orang-orang masih banyak yang mengatakan usia 20 tahun belum menikah sudah di labeli dengan istilah “perawan tua”. 


Saya mengakui menikah di usia 25 tahun, sepanjang menanti jodoh saya sudah lekat sekali dengan judgement perawan tua. Bahkan semacam barang dagangan, saya juga mengalami kok gimana rasanya “ditawar-tawarin” ke orang yang mungkin punya anak perjaka dan mau nikahin. Miris buibu!! Bukan drama, tapi ini nyata. 

Semakin tercengang ketika data dari BPS tahun 2017 proporsi perempuan umur 20-25 yang berstatus kawin sebelum usia 18 tahun sebanyak 11,54%, sedangkan tahun 2018 turun menjadi 11,20%. Disampaikan oleh pak Fatahillah, Asisten Deputi Partisipasi Media Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam acara Dialog Publik Pencegahan Perkawinan Usia Anak, Kamis 5 Desember 2019 di MG Setos Semarang. 
Keynote speaker dan moderator

Bukan hanya terjadi di wilayah Purwodadi saja, Ibu Retno Sudewi Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (P3AP2KB) Jawa Tengah. Beliau mengutarakan bahwa berdasarkan data yang sudah dilaporkan pada tahun 2018, Kota Semarang menempati peringkat tertinggi perkawinan usia anak di Jawa Tengah, disusul oleh Kab. Banyumas. 


Dikatakan sebagai perkawinan usia anak adalah ketika terjadi sebelum usia 18 tahun serta belum memiliki kematangan fisik, fisiologis, dan psikologis untuk mempertanggungjawabkan pernikahan dan anak hasil pernkahan tersebut. Sementara anak-anak memiliki hak yang harus mereka dapatkan di tumbuh kembangnya. Akan menjadi semacam ketidakadilan jika hak-hak anak dan perempuan tidak terpenuhi terlebih dipaksa menikah.


Terkait perkawian usia anak menurut UNICEF tahun 2018, Indonesia berada di peringkat 7 sedangkan untuk wilayah ASEAN berada pada peringkat ke 2. Tidak hanya di Indonesia, perkawinan usia anak juga terjadi di Asia Selatan, Yaman, Palestina, Amerika Latin, Karibia, dan wilayah di Afrika Timur dan Barat. 

Prof. Ismi Guru besar UNS 

Tentu ada faktor penyebab terjadinya perkawinan usia anak, seperti yang dijelaskan oleh Prof. Ismi Dwi Astuti Nurhaeni Guru besar Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Seperti : tingkat pendidikan yang rendah, kemiskinan, budaya patriarki, tradisi dan kepercayaan di daerah tertentu, kritik sosial dan bisa juga karena faktor perjanjian antara orang tua ketika anak masih dalam kandungan sampai kehamilan tak dikehendaki. 


Apalagi bagi sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa dengan menikahkan anak perempuan akan mengurangi biaya hidup keluarga. Anggapan bahwa perempuan lebih cocok untuk mengurusi urusan domestik rumah tangga dan peran yang terbatas dalam lingkup masyarakat. Tentunya ada efek berulang dari terjadinya perkawinan usia anak dimana anak yang dihasilkan dari perkawinan ini cenderung kurang bahagia. Karena pernikahan terjadi ketika belum ada kesiapan matang baik mental, psikologis dan finansial. Juga dapat menambah tingkat kemiskinan. 


Dampak lain dari terjadinya perkawinan usia anak adalah dari segi kesehatan. Kematian terkait kehamilan pada anak perempuan usia 15-19 tahun, kematian bayi dua kali lebih tinggi pada bayi dari ibu yang sangat belia. Selain itu juga rentan mengalami kekerasan seksual. Dokter Setya Dipayana juga menyebutkan bahwa dampak dari perkawinan usia anak adalah ada pada kesehatan reproduksi dimana secara anatomi organ reproduksi belum siap, sampai pada masalah komplikasi kehamilan seperti preeklamsia, eklamsia, hingga abortus. 
Dr. Setya
Secara psikis juga berdampak dimana akan muncul trauma ibu mengandung di usia dini sehingga dapat memicu depresi, masalah sosial dimana hamil di usia anak akan menjadi hot topik perbincangan para tetangga, munculnya masalah intern keluarga karena ketidak siapan membentuk sebuah keluarga dan kurang tanggung jawab terhadap anak sampai ke kasus penelantaran anak. 


Ada revisi pada Pasal 7 ayat 1 UU Perkawinan terkait batas usia minimal pernikahan bagi laki-laki dan perempuan. Jika batasan usia sebelumnya adalah 19 tahun untuk laki-laki dan 17 tahun untuk perempuan, sekarang baik laki-laki dan perempuan minimal berusia 19 tahun. Jika usianya belum cukup, mohon ya bapak ibu jangan buru-buru dinikahkan dulu. Biarkan masa remajanya dipuas-puasin dulu. 

Lalu, cara yang bisa ikut saya lakukan dalam mencegah perkawinan usia anak kurang lebih sepaham denganyang disampaikan juga oleh Prof. Ismi, yaitu :

  1. Memberdayakan anak perempuan dengan informasi, ketrampilan, dan jaringan pendukung.
  2. Mendidik dan memobilitasi orang tua dan anggota masyarakat.
  3. Meningkatkan aksesbilitas dan kualitas sekolah formal untuk anak perempuan.
  4. Menawarkan dukungan ekonomi dan insentif untuk anak perempuan dan keluarganya
  5. Mengembangkan kerangka kerja hukum dan kebijakan. 

Hal lain yang bisa saya lakukan sebagai seorang guru adalah dengan memberikan edukasi kepada anak-anak terutama tentang pendidikan sex di usia dini. Jika selama ini sex dianggap hal tabu dan saru untuk ditanyakan oleh seorang anak, saya ingin merubah itu daripada mendapati anak yang salah pemahaman karena berusaha mencari informasi sendiri di berbagai sumber. Selain itu menjalin komunikasi antara guru dan wali murid terkait anak-anak di sekolah juga permasalahan yang mungkin anak akan sangat tertutup dengan orang tuanya namun lebih mau terbuka dengan guru. 


Memang benar sih, mengajar anak kelas 5 maupun dekat dengan beberapa murid di kelas 6 saya mendapati banyak curhatan mereka tentang teman yang mereka suka. ya, anak sekarang banyak yang sudah menjadi budak cinta meski masih berseragam merah putih. hihihihi. 


Dan, ada baiknya jika budaya bertanya dengan kata tanya "kapan..." bisa kita kurangi. Terutama pertanyaan "kapan kawin?". Saya sempat menarik diri dari keluarga besar ibu karena malas dengan pertanyaan itu dan sekarang pertanyaan berubah menjadi "kapan nambah anak?" oh hallow.... kesannya cuma nanya kapan, tapi beban bagi yang ditanya itu bisa bikin badmood nggak karuan. 


Jadi, maukah kalian menjadi bagian dari yang bisa menginfluence masyarakat untuk mengedukasi bahkan mencegah perkawinan usia anak?


  • Share:

You Might Also Like

28 comments

  1. Pendidikan agama dan akhlak juga harus terus ditanamkan ya...dan keterbukaan anak ke ortu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak.terutama kembali lagi pada peran keluarga juga

      Delete
  2. Jadi inget pilem Dua Garis Biru, nih. Duh rempooongg bgt kalo kudu merit hamil ngelahirin nyusuin dll d usia yg masih muda buangettt

    ReplyDelete
  3. Duh tanggung jawab sebagai orang tua zaman now memang berat ya, memang sebaiknya mereka menikah dgn pikiran yg matang dan tidak terburu2

    ReplyDelete
  4. Semoga lingkungan juga ikut berkontribusi ya. Di kampung saya sejauh ini tidak begitu usil dengan usia pernikahan warganya. Saya menikah di usia 33 biasa saja. Memang di kampung dan daerah saya menikah usia dini sangat jarang. Bahkan mungkin blm saya temukan. Karena rata-rata pada merantau. Hehehe...

    ReplyDelete
  5. Duh aku juga sedih mba pas tahu kenyataan masih banyak pernikahan usia dini. Bnyak yang anggap itu biasa sih ya mba. PAdahal edukasi ini penting banget

    ReplyDelete
  6. Masa muda harusnya dinikmati untuk belajar dan berkarir, miris sih kalo masih usia muda mikirnya udah kawin terus, gemeeesh huhuhu

    ReplyDelete
  7. Auto inget film dua garis biru.Salah satu peran penting adalah figur orang tua ya mbk.

    ReplyDelete
  8. Miris memang, di era teknologi ini mencegah dpernikahan anak justru semakin sulit..karena kemudahan mendapat info yg blm tentu benar bisa membuat remaja salah gaul dan terjadi kehamilan dini..yg berujung pada pernikahan dini..

    ReplyDelete
  9. Setuju mbak, sebenernya setiap orang punya peran apalagi untuk lingkungan terdekatnya.. perkawinan usia anak memang sangat tidak dianjurkan, selain dari sisi emosional belum matang juga organ reproduksi wanita belum siap, masa pertumbuhan anak belum sempurna, bagaimana bisa berbagai dengan bayi dalam kandungan nanti

    ReplyDelete
  10. Sedihnya tuh ketika justru orang tua yang memaksa anaknya nikah. Padahal usianya belum lagi genap 18 tahun, sedih aku lihat atau dengar beritanya

    ReplyDelete
  11. MasyaAllah, benar nih penting banget untuk di sosialisasikan, karena menikah terlalu dini, selain organ reproduksinya masih kurang maksimal secara psikis juga masih butuh kedewasaan saat terjadi perubahan peran

    ReplyDelete
  12. Pernikahan dini mwmang justru membawa banyak dMpak yang kurang baik.. semoga ke depannya makin berkurang

    ReplyDelete
  13. Duuuhh jangan nikah kemudaan lhaaa, traveling dulu, cari duit dulu puas2, kalau dah jd ortu wes susah #inicurcol apa ya wkwkwkw
    bener mabk sebagai masyarakat apalagi mbak guru mungkin bisa kasi pemahaman bahwa nikah tanggung jawabnya besar yaa, sebaiknya berdayakan diri sendiri dulu sblm nantinya berkeluarga hehe

    ReplyDelete
  14. duh saya juga gak setuju dgn pernikahan usia anak,,, apa mentalnya dah cukup baik nagdepin kerasnya amsalah idup berkeluarga,,,

    masa masih tergantung ke ortu masing2

    medning fokus cari pencapaian diri dulu, banggain org tua dulu

    ReplyDelete
  15. Subhanallah.. yang seperti ini masih banyak ya mbak. Saya kira hanya dicerita. Ternyata memang banyak perkawinan usia anak dan penjelasan Bu Ismi cukup menjawab tanyaku

    ReplyDelete
  16. Menikah ini dalam Islam hukumnya bisa bermacam-macam tergantung keadaannya. Bisa jadi wajib atau sunnah bahkan haram.
    Jadi pentingnya memberikan ilmu dan kematangan berpikir kepada anak-anak. Bukan hanya dinilai dari segi usia, aku rasa begitu yaa...tugas orangtua terhadap anak.

    ReplyDelete
  17. Emang butuh sosialisasi ya untuk memberikan wawasan pada anak-anak Dan orangtuanya agar mengetahui bahwa butuh persiapan mental untuk menikah.

    ReplyDelete
  18. Aku termasuk yang nikah muda nih. Usia 20 aku udah nikah, setahun kemudian punya anak, dan banyak penyesalan yang kurasakan karena menikah semuda itu karena sebenarnya di luar pilihan menikah, banyak sekali yang bisa dilakukan perempuan di usia 20-an, merintis usaha, bikin start-up, traveling ke mana-mana, berkarier, dan sebagainya. Iya kalau dapat suami yang bisa berkompromi, mungkin masih enak, kalau nanti tugasnya jadi kasur, sumur, dapur dan urus anak aja? Duh. Belum lagi masalah depresi dan stress, ketidaksiapan menghadapi kehamilan dan melahirkan hingga baby blues, tidak siap berumah tangga juga bisa jadi masalah pelik lho.

    Makanya sekarang kalau di sekitarku ada gadis usia 20-an gitu udah ribut pengen nikah dan kebetulan aku kenal, biasanya sih aku akan kasih pandangan. Anakku sendiri juga udah kukasih contoh nyata kalau nikah muda itu belum tentu seindah yang dibayangkan

    ReplyDelete
  19. Tentu, aku bakalan dukung pencegahan pernikahan usia anak ini. Dengan dalih apapun, kondisi fisik dan mental anak di bawah usia 19 tahun tuh belum matang yaaa

    ReplyDelete
  20. Sepakat. Perkawinan pada anak ga lain karena ada pemicunya ya dr org tua sendiri. Jd anak ga punya bayangan mau jadi apa ke depannya dipikir kawin adalah jalan keluarnya huhu

    ReplyDelete
  21. Saya termasuk yang kesel sama "kampanye" nikah muda selebgram/influencer gitu. Kesannya kayak cuma ngomporin nikah nikah nikah daripada pacaran dan zinah. Sebagai muslimah, saya sepakat, tapi pada saat yang sama tidak. Sepakatnya adalah menikah memang bisa menjadikan hati tenang. Kayak Alvin Faiz aja. Jatuh cinta sama Larissa, terus memutuskan utk menikah. Insyaa Allah lebih aman daripada backstreet. Walaupun menikah juga nggak menutup kemungkinan untuk berzinah. NAH! Poinnya di sini. Alvin nikah (pasti) atas dasar ilmu dan pertimbangan panjang dari Bapaknya. Nggak ujug-ujug. Bisa jadi emang disiapin lama sama Bapaknya.

    Kalau selebgram mau ngomporin anak-anak muda untuk nikah cepat, caranya adalah dengan "kampanye" ilmu pernikahannya. Yang digaungkan itu bukan nikah muda dan nikah cepatnya, tapi ilmu-ilmu rumah tangganya. Kan itu yang utama. Nikah nggak ada ilmunya ya gimana mau kuat ngadepin problematika RT? Bayangin aja kalo banyak anak muda kepincut sama "kampanye" selebgram itu, terus beneran mereka pada ambil keputusan nikah pada usia sangat muda. Kalo ada backingan ilmu cukup kayak Alvin Faiz itu sih gapapa ya. Tapi kalo enggak gimana? Maap lho mbak jadi curhat panjang. Mumpung ada tempat buat ngeluarin uneg-uneg yang udah lama dipendem. :"(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku juga miris mbak dengan kampanye itu...karena banyak diantara anak muda yg saya temuin itu "ngebet" nikah dgn alsan drpd zina. Tapi pemahamam ttg pernikahan juga masih sangat minim sekali...

      Delete
  22. Di kampung dekat rumahku juga anak-anak udah dinikahkan di usia 13 tahunan. Kasian sampe berkali-kali menjanda karena nikah terlalu muda rentan perceraian.

    ReplyDelete
  23. aku piker pernikahan dini tuh cuma ada di jaman dulu aja loh kak, di jaman yang emang masih pegang adat kuat, tapi ternyata jaman sekarang tantangannya malah lebih besar lagi ya

    ReplyDelete
  24. aku juga pernah ikut acara BKKBN
    Tema Cinta Terencana. ternyata usia matang untuk menikah itu kalau perempuan 21 tahun. kalau laki2 23 tahun. nah, jangan kemudaan, jangan juga kematangan.

    ReplyDelete
  25. Istriku menikah usia 26 tahun, sejak usia 24 ... Ada saja yang ngomong mustinya segera menikah a-b-c-d ... Ahahahahha.. Ya namanya juga di Jawa ...

    ReplyDelete
  26. Hellow..25 thn dibilang perawan tua? Aku makanya gak mau komen2 utk hal2 sensitif kyk nikah, punya anak, dll..krn sedikit banyak omongan kita bisa berpengaruh..

    ReplyDelete

Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)