Menanamkan Budaya Antre Sejak Dini

By Chela Ribut Firmawati - October 04, 2019

Menanamkan Budaya Antre Sejak Dini ~ Lihat foto ini jangan ditanya siapa yang motoin. Saya punya kepercayaan buat mengabadikan beberapa momen yang ada di kelas. Entah jepretan itu dari saya sendiri atau dari murid. Pokoknya saya selalu melibatkan anak-anak dalam setiap momen terlebih yang ada kaitannya dengan mereka. 




Seperti yang tampak di foto itu. Momen anak-anak sedang menilaikan hasil dari mencongak perkalian yang selalu saya lakukan sebelum pembelajaran dimulai. Hareeeeeeee giniii masih mencongak? hahahaha. Yups, mau dikata saya katrok ya BODO AMAT. Salah satu cara membantu mereka bisa hafal perkalian salah satunya dengan mencongak, dengan catatan saya menanamkan dulu konsep perkalian sampai matang. Setelah dirasa hafalan perkalian klasikal belum sepenuhnya mampu membuat mereka hafal, mencongak saya lakukan juga demi mengasah kecepatan mereka dalam berhitung.

Momen lainnya adalah ketika mereka menilaikan hasil mencongak kepada saya. Biasanya saya akan dikerubungi sampai tidak nampak. Anak-anak akan memutari meja saya dan minta untuk di dahulukan. "Bu... saya dulu buuuuu!". Begitulah yang selalu mereka ucapkan. 

Jujur ya, saya aja risih dan bingung malahan. Lalu kenapa tidak saya anjurkan saja mereka untuk berbaris rapi sesuai dengan kedatangan mereka di meja guru?. Atau istilah lainnya adalah ANTRE. Yups.... ANTRE itu nampaknya sepele tapiiiii menguras ketahanan diri dan emosi. 

Kok bisa?
Begini, sering donk kita mengalami sendiri ketika mengantre di kasir atau mengantre di beberapa ruang publik. Lalu ada barisan yang kadang sampai mengular karena saking banyaknya pelanggan, atau ada yang dikerubungi sehingga penjual atau petugas kasir sampai tidak terlihat. Mau ikut gabung dalam barisan yang mengular atau membelah kerumunan dan minta di dahulukan. Semua sama saja yaitu menguras tenaga dan menguji kesabaran. 

Mengantre itu antara sulit dan mau hanya beda tipis. (Mungkin) karena kita tidak sabar selalu berusaha mencari alasan supaya di dahulukan. Atau ada kenalan "orang dalam" saat mengantre obat atau pelayanan foto SIM misalnya, lalu minta di dahulukan sementara banyak yang sudah menunggu bahkan sedari pagi. Rasanya gimana kalau sudah lama antre lalu ada yang nyerobot gitu? Kan KZL!!!!

Iya, mengantre itu butuh waktu yang bahkan sangat menyita. Namun dengan membiasakan diri untuk MAU mengantre, tentu saja akan lebih tertib dan terhindar dari serobotan dan uyuk-uyukan..

Hanya saja saya sering menjumpai mereka yang menyerobot seenaknya dengan berbagai alasan. Seringnya adalah ANAKNYA REWEL DI RUMAH. 


Kalau Mengantre itu Bagus Mengapa Tidak Diajarkan ke Anak-anak?

Itulah yang menjadi pertanyaan kedalam diri saya sendiri. Sebagai bahan percobaan saya dan papa lakukan ke Intan. Jujur aja saya bukan tipikal orang sabar yang rela ngantre lama-lama. Tapi beberapa keadaan memaksa saya untuk antre terlebih ketika bertepatan dengan tanggal muda dan belanja bulanan di Luwes. Antrenya luar biasa, masa saya harus menyerobot barisan sementara anak saya sedang dalam masa-masanya menyerap apa saja yang ada di sekitarnya? Kan nggak mungkin. 

Jadi saya memulainya dari diri sendiri terlebih dulu. Di beberapa kesempatan untuk mengantre, saya juga mempelajari ternyata saat mengantre tak selalu menjenuhkan bahkan melelahkan. Tak jarang saya terlibat dengan obrolan apalagi sesama pengantre dan dari obrolan itu saya menangkap pelajaran-pelajaran baru tentang kehidupan lah, anak lah, dunia pernikahan bahkan dunia pendidikan. 

Bahkan ketika saya mencoba menerapkan kepada anak-anak, bukan sekali ini saja saya mengajarkan mereka untuk belajar antre. Sudah lama juga dan mereka "ndalan"dengan kebiasaan itu. Selain diterapkan ketika meminta nilai kepada saya, ketika di kantin, di kamar mandi, atau giliran membaca buku bacaan atau sapu di kelas juga mereka akan setia menunggu urutannya. 

Disaat ada teman yang menyerobot antrean, mereka tidak segan untuk menegur temannya. "Heeeee... antre tooo!!!", "Urutanmu ki ngendi?? mburi sek!!!!". Karena mereka berhak untuk menegur jika ada temannya yang melakukan kesalahan. Dengan di tegur itulah, anak akan belajar dan memperbaiki kesalahannya. Begitu juga ketika saya mendapati ada yang menyerobot, ya harus di tegur. Ketimbang kita viralkan ada baiknya di tegur lebih dulu, kan?

Saya sih yakin bahwa sebenarnya orang Indonesia itu tidak suka menyerobot. Makanya sedari kecil kita bisa menanamkan budaya antre ini kepada anak-anak. Tapi sebagai orang tua juga kita harus memberi contoh, jangan hanya menyuruh anak saja. Malu loh, anak saja mau antre masa kita yang tua nggak mau antre. 

Bukan tugas guru saja sih sebenarnya, untuk menciptakan masyarakat yang mau untuk antre juga dibutuhkan banyak sekali peran masyarakat dan juga pemerintah. Semua orang punya kepentingan, semua orang juga mengejar waktu. Hanya saja jika kita mau untuk antre, bukankah lebih enak di pandang mata? Tinggal kita, MAU atau TIDAK. 

  • Share:

You Might Also Like

1 comments

  1. Keren ya Mama Intan, sebagai guru emang punya banyak kesempatan mendidik generasi mudah. Sukses selalu Mama Intan.....you are cool!

    ReplyDelete

Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)