Cerita tahun ini di sekolah aku awali dengan peristiwa perkelahian anak-anak. Bukan berkelahi yang sampai adu jotos beregu atau gimana sih. Masih sebatas adu mulut dan saling mengejek satu sama lain, hanya saja membuat suasana kelas menjadi sangat riuh dan ada yang nangis tentunya. Tapi kan ini masuk kekerasan atau bullying juga.
Hal lumrah sih karena namanya juga anak-anak. Mereka memang begitu, ada yang usil, ada yang minta diperhatikan lebih, ada yang diem-diem bae tapi kalau nggak ada guru polahnya masyaallah. Semata niatan becanda eh malah jadi berantem, sering banget seperti itu terjadi. Cuma, anak-anak ya begitu. Lima menit berantem lima menit lagi baikan. Tadinya nangis trus haha hihi bareng. Hal biasa itu mah.
Nah, yang bikin perkelahian anak-anak ini jadi nggak biasa adalah ketika orang tua sudah ikut campur di dalamnya. Jangan nyolot dulu, gini maksudnya. Yang sering aku temui di sekolah ya... katakanlah si A berantem sama si B. Lalu di B nangis dan lari pulang ke rumah atau setelah pulang sekolah si B laporan ke orang tua. Jelas, kejadian yang di adukan ke orang tua berdasarkan versi B. Padahal belum tentu juga ketika mereka berantem si B yang jadi korban. Atau sebaliknya.
Trus merasa enggak terima, ortunya nyamperin ke rumah si A dan marah-marah. Atau, datang ke sekolah dengan mengajak si anak dan langsung nyaperin ke kelas si anak yang ngajak berantem tadi. Marah-marah bahkan sampai ada yang sampai narik leher bajunya, dan nangislah si anak karena ketakutan. Lalu si korban merasa menang, dan orang tua lega.
Padahal masih di lingkup sekolah, masih ada guru, masih jam sekolah dan nggak nyuwun sewu dulu ke guru. Langsung tancap main labrak ke si anak sampai bikin ketakutan. Kayak gitu ada!
Atau karena anaknya saling berantem dan merasa orang tua nggak terima lalu jadi musuhan sesama orangtua. Macam itu juga ada.
Bahkan, yang paling banget aku alami adalah ketika si anak bisa memutar balik fakta kejadian yang dialami di kelas. Orang tua nggak terima, bukannya meluruskan ke sekolah eh malah ngejelekin guru dan sekolahnya ke orang-orang. Ada bu? Hahaha ADA!!!!
Well, kupikir tantangan mengajar di desa bukan cuma melawan rendahnya kesadaran akan pendidikan. Melainkan menghadapi para orang tua ataupun anak-anak yang unik. Hahaha. Nggak ngerti juga kalau niatnya nyari benernya sendiri. Trus nyari bener yang bagaimana kalau nggak kroscek ke pihak guru atau paling tidak ke saksi mata.
Mohon maaf kalau harus bilang “bisa jadi anak takut jujur karena efeknya dimarahi orang tua”atau “anak nggak mau ngaku takut dimusuhi teman satu kelas”, atau bahkan “anak merasa kalau dia mengatakan kejadian sebenarnya, dia akan di hukum oleh gurunya”. Sementara guru zaman sekarang sudah sangat berhati-hati untuk memberikan hukuman ke murid karena adanya undang-undang perlindungan anak.
Padahal setiap kali ada laporan entah siswa saling ejek dan sampai berantem, yang terjadi di sekolah aku ya guru langsung bertindak. Nggak semata ÿa biarin aja...”, atau yang “suruh maaf-maafan. Jangan berantem lagi”. BIG NO!
Karena banyak sekali kasus bullying yang terjadi entah body shamming, pemalakan, ngancem, pertengkaran adu mulut, dan guru lebih bersikap atisipasi saat ini. Mengingat mereka masih anak sekolah dasar yang bahasa simplenya masih bisa dirubah kalau perilakunya melenceng.
Sementara kalau dari sisi orang tua yang merasa anaknya selalu benar dan tidak terima jika mendapat perlakuan kurang enak dari teman sekelasnya gimana? Lha ini... yang harus di sadari oleh orang tua masing-masing.
✌ Komunikasikan lah sama si anak tanpa harus melampiaskan emosi.
✌ Masih kurang dengan penjelasan anak, ya datanglah ke sekolah. Sebenarnya sekolah itu very welcome kok kalau ada orang tua mau konsultasi tentang anaknya. Ya namanya guru SD jelas merangkap jadi guru bimbingan konseling.
✌Pahami betul-betul kondisi si anak. Entah kurang perhatian, atau memang bawaannya malas dan sering bikin onar lebih dulu. Percayalah, ketika ada orang tua yang menanyakan langsung ke teman sekelasnya dan berkata jujur itu lebih bikin malu lho.
Kayak kejadian namanya Tini lah ya, memang track recordnya seneng banget nyari perhatian lebih dari teman dan gurunya. Di sekolah dia memukul kepala temannya dengan ember, saat itu di nasehatin sama sekali nggak gubris sampai ada reka adegan dari aku dengan kondisi ember hanya menyentuh kepalanya. Lapor ke ibunya “Kepalaku dipukul pakai ember sama bu guru, telingaku di jewer sampai berdarah”. Padahal, ya gitu lah jewer aja enggak.
Esok harinya datanglah di ibu ke sekolah sambil marah-marah dan nggak terima anaknya dikomentari sebagai anak nakal. Tanpa banyak membalas kemarahan ibunya, aku cuma berkata ïbu, silakan tanyakan sendiri ke teman-teman sekelas Tini. Bagaimana keseharian Tini di kelas!”
Lalu, si ibu dengan suara lumayan keras bertanya kepada anak-anak. “Dek, Tini di kelas nakal apa enggak? Jawab jujur!”. Tanpa aku komando anak-anak dengan polosnya menjawab “Nakaaaaaaaaaaallllllllllllllllllllllllllllllllll”. Lalu si ibu pamit pulang karena malu. Hahahah.
✌Jangan menyerap informasi hanya dari satu pihak. Saring dan telaah lebih dulu permasalahan yang memicu pertengkaran anak.
✌Berusaha saling menyadari dan mengawasi anak masing-masing bahwasanya dalam bersosialisasi dengan temannya, menembukan perbedaan itu hal wajar.
✌ Coba yuk dengarkan pendapat anak, jangan maunya nerima beres nilai anak di sekolah harus bagus tanpa memahami kondisi anak di sekolah seperti apa.
Nah, dari pihak guru dan sekolah bagaimana?
Sudah jelas ya... sekolah akan tetap menjalankan peraturan yang ada.
✌ Guru berusaha menjadi pendengar yang baik terlebih dulu kepada anak. Entah dari sisi korban ataupun pelaku. Jadi guru bisa memberikan pengarahan yang tidak berat sebelah.
✌ Beri peringatan jika memang anak sering membuat onar di sekolah. Biasanya jika guru kelas masih belum bisa menyelesaikan akan meminta bantuan kepada guru olah raga. Jika kasus berat akan konsultasi kepada kepala sekolah.
✌ Pengarahan dari kepala sekolah disaat mendapati laporan kasus yang cukup berat.
✌ Surat panggilan kepada orang tua murid yang bermasalah. Memberikan pengarahan berdasarkan laporan dari guru kelas.
✌ Jika memang dirasa kenakalan anak sudah sangat parah dan tidak bisa di toleransi oleh sekolah, dengan berat hati kepala sekolah memberikan surat pindah dan siswa di keluarkan dari sekolah. Hampir terjadi sih, hanya saja saat itu anaknya bersedia merubah sikap dengan pengawasan ketat dari guru.
Jangan karena anak berantem di sekolah, lalu hubungan dengan tetangga jadi panas karena merasa saling tidak terima. Jangan karena anak saling mengejek orang tua jadi ikut-ikutan menyebarkan kejelekannya. Karena memang anak-anak ya begitu selesai masalah ya sudah selesai. Berbeda jika anak bermasalah tetapi dibumbui orang luar sehingga mereka tidak lagi berteman.
Peran guru juga nih yang harus diperhatikan dalam mengantisipasi bullying yang terjadi. Entah fisik, verbal, sampai psikologis. Jadikan anak nyaman dan aman di sekolah, ajak anak untuk saling menghargai satu sama lain, dan berikanlah kasih sebagaimana mereka menganggap guru adalah orang tua mereka di sekolah.
1 comments
Jadi ingat waktu SD ada anak lelaki yang gangguin saya mulu, ngejeklah, atau menyembunyikan barang saya. Saya diemin aja, sampai dia mukul saya kencang dari arah belakang itu sakit banget baru saya ngadu ke mama. Alhasil ngamuk dong mama saya. Tapi saya ada rasa malu juga walau tahu orang tua mana yang tinggal diam saat anaknya diganggu secara fisik. Tapi jadi pelajaran juga bagi saya daripada langsung ngadu ke ortu baiknya ngadu ke guru dulu. Sekarang sudah punya anak dari rumah selalu saya nasehatin jangan mukul teman ya, kalau mau main gantian, kalau kamu dipukul panggil bu guru ya. Nice sharing mbak.
ReplyDeleteSilahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)