Dibalik Sikap Kritis Orang Tua Murid

By Chela Ribut Firmawati - December 08, 2017

Pagi itu, seperti biasa aku melakukan kegiatan pembelajaran di kelas. Tiba-tiba ada salah seorang bapak-bapak yang mengetok pintu kelas. Layaknya tamu, saya mempersilahkan beliau masuk kelas dan berlanjut memperkenalkan dirinya.



Ternyata adalah bapaknya si Risky. Murid kelas 3B yang dikelas selalu aku panggil anak kecil. Wajahnya imut-imut gitu sih. Hahaha.. tanpa menaruh curiga, si bapak akhirnya berkata "ibu ini bagaimana? Anak saya betul semua PR nya kenapa dikasih nilai 80? Beri nilai sembarangan percuma dia mikir. Anaknya nangis sampai rumah." 

Deg!!

Yang tadinya aku bersikap manis tiba-tiba jadi murem gitu. Ya, setelah dikoreksi memang benar sih kesalahan ada di aku. Nggak pakai lama aku ralat nilainya dan aku sodorkan nilai itu ke si bapak. Tentu dengan ucapan maaf.

Lalu ada lagi... Sebulan kemarin ketika lagi heboh tentang bantuan siswa dari pemerintah. Ada ibu-ibu yang masuk ke gerbang sekolah sudah ngomel-ngomel. Awalnya aku nggak ngeh dia itu siapa. Sampai di teras kantor aku dipanggil teman guru karena wali kelas 3B yang dicari. 

Tanpa basa-basi si ibu itu nyolot didepan aku. "Anakku si Risky nggak disuruh bawa fotocopy KTP sama KK. Gimana to yang dapat bantuan malah anak orang mampu semua, apa gurunya nggak bisa milih anak yang pantas dapat beasiswa?" Dia berkata seperti itu dengan nada tinggi dan tatapan sinis. Jujur... Aku emosi dan KZL waktu itu. 

Dan yang paling baru, ndilalah kok bapaknya si Risky juga.... 

Ada PR.. kronologinya ketika aku ngetik naskah soal disambi merhatiin pengarahan pengawas juga. Ada deh typo yang harusnya tinggi badan Mita 127 cm aku ketik 127 m. Esoknya, aku mendapati pekerjaan rumah si Risky ada tulisan yang menurutku ya nyinyir sih. Atau karena sebelumnya ada trauma berurusan dengan orang tua Risky jadinya aku sensi atau gimana ya entahlah. Antara KZL dan konyol, aku abadiin di foto bawah ini. 
Tulisan bapaknya Riski

Kalau kalian di posisi aku rasanya gimana, gaes? 

Sadar memang kesalahan ada di aku. Dan karakteristik orang tua si Risky itu terbilang kritis tapi kadang juga ngawur. Guru dapat komplain wali murid itu sebenarnya ada seneng ada jengkelnya juga. 

Senang : 
Itu karena orang tua berarti peduli dengan progress anaknya disekolah. Jadi orang tua ikut memantau perkembangan anaknya baik daricpendampingan belajar di rumah atau kalau ada tugasnya. 

Jengkel :
Cara berkomunikasi yang (maaf) aku menilai kurang sopan. Karena bisa lah perkara salah memberi nilai dibicarakan baik-baik. Bisa juga ketika anaknya nggak dapat beasiswa bisa ditanyakan dengan kalimat halus nggak pakai emosi. Bisa juga ketika typo sms gurunya meminta kejelasan soal. Fyi, aku udah nyebar nomor hpku ke wali murid setiap awal semester. 

Intinya ada di etika juga bagaimana ortu menyampaikan keluh kesah atau protes ke guru. Dan yang harus paling diingat untuk para orang tua adalah guru itu manusia biasa, adalah hal lumrah ketika mereka melakukan kesalaha. Adalah kewajiban manusia untuk meminta maaf dan memaafkan. 

Guru bukan orang yang bisa ijig-ijig mengabulkan permintaan orang tua biar anaknya bisa pinter semua. Guru bukanlah orang yang sepenuhnya berwenang dalam memilih anaknyang mendapatkan bantuan dari pemerintah. Guru juga bukan orang yang suci dan tak berdosa yang kapan saja juga bisa bikin kesalahan. Bahkan guru juga punya raga dan tenaga yang terbatas apalagi kalau harus mendidik seperti yang diambisikan orang tua. 

Semua ada porsinya, ada aturan yang harus diikuti, ada standar isi dan tujuan pembelajaran yang sudah diprogramkan. Jadi guru berjalan itu tidak sebarangan. Ada prosedurnya. Tapi, dimata orang tua murid bahkan orang awam, ketika ada kekeliruan misal beasiswa tidak tepat sasaran siapa yang disalahkan??? Jawabannya adalah GURU. 

Kayaknya sial banget ya aku diprotes ortu si Risky sampai 3x. Entah juga nunggu episode selanjutnya. Wkwkwkwk... 

Tapi disini aku mengambil sisi positif dimana aku harus lebih berhati-hati dalam bekerja. Meskipun nggak dipungkiri, perasaan kezelnya itu ngaruh ke si anak juga. Suka gemes misal dia sering nggak bawa buku ya udah nggak mau kasih maklum lagi. Langsung aku kasih nilai c di nilai sikapnya. 

Kalaupun orang tuanya mau komplain lagi ya tinggal kasih lihat buku catatan perilakunya aja. Simple. 

So, hati-hati dalam bekerja itu penting. Dan semoga bisa lebih sabar lagi ya menghadapi orang tua yang kritis. 

Kalau kritisnya membangun aku suka, tapi kalau kritisnya lebih gimana gitu... Ya rasanya juga gimana gitu. Hahaha.

  • Share:

You Might Also Like

2 comments

  1. Semangat ibuuu guru, saya suka diskusi ddengan guru TK anak saya. Rasanya senang kalau responnya baik :)

    ReplyDelete
  2. Semangat dan tetap sabar yaa Chelaa..

    ReplyDelete

Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)