Sepanjang perjalanan menuju tempat atisan tadi, pikiranku entah kemana. Raga ini memang mengendalikan laju si hitam, tapi pikiran entah kemana. Ada banyak hal yang aku pikirkan, sampai-sampai aku tersadar bahwa bukan saat yang tepat aku seolah melamun di jalanan.
Sering, aku berfikir untuk apa aku bekerja. Setiap pagi bekejaran dengan waktu, mengurus rumah yang hanya bisa aku lakukan semampuku, menyiapkan perlengkapan Intan untuk dibawa ke pengasuhnya, mempersiapkan bekal suami yang beberapa waktu ini absen aku lakuin sementara berganti dengan setrikaan seragam yang akan dipakai. Barulah aku mengurus keperluanku sendiri.
Padahal... Ada seorang anak yang butuh perhatian ibunya ketimbang perhatian dari pengasuhnya. Sementara ibunya sibuk memberikan segala perhatiannya untuk anak didiknya.
Ya, itu pilihan. Sebenarnya pekerjaan domestik sudah cukup menyita waktu dan tenagaku. Tapi aku, dengan ijasah sarjana strata satu yang dikudang habis-habisan bapak ibu bahwasannya aku harus bekerja. Ya... Guru honorer masih melkat di diriku dan suamiku.
Entah, apa yang membuat kami berat untuk meninggalkannya. Sementara diluaran sana banyak para lulusan PGSD yang memilih menjadi pegawai bank, wiraswasta, ataupun pekerjaan lainnya dengan gaji yang menggiurkan. Suamiku, hampir 11 tahun mengajar sampai detik ini dia dibayar empat ratus ribu tiap bulan.
Sungguh, kami bersyukur ini nominal yang lebih besar dibandingkan teman seperjuangan kami yang hanya menerima honor 150.000 tiap bulannya.
Aku dan suamiku sering berkeluh kesah berdua. Kami merasakan hal yang sama. Dan bahkan dirasakan juga oleh. Para guru honorer lainnya. Nasib ku mungkin berbeda dengan mereka guru honorer golongan K2. Janji - janji manis yang diucapkan para petinggi pemerintahan, sampai saat ini, entahlah.... Kesejahteraan masih menjadi mimpi indah bagi mereka. Termasuk aku dan suami.
Bahkan saat ini, kapan hari aku melihat status facebook salah seorang teman saya. Guru honorer di wilayah Temanggung bertuliskan "pengen bilang untuk bapak yang disana... Jangan anak tirikan kami yang masih bertahan di daerah kami".
Ya... Program guru garis depan dimana mereka mengabdi selama 1 tahun di daerah terluar dan terpencil Indonesia, selesai mengajar mereka pulang ke daerah dan siap mengantri PPG dan dilanjut penempatan kembali di daerah tersebut dengan status Pegawai Negeri Sipil.
Enak sekali...
Tidakkah pihak yang concern dalam pemerintahan melihat kami yang masih bertahan di daerah kami. Mengabdi selama puluhan tahun dan bertahan hingga detik ini. Atau mereka yang tidak mendapatkan ridho orang tua untuk merantau hanya karena anak perempuan satu-satunya di rumah.
Atau memang di daerah kekurangan tenaga pendidik jenjang sekolah dasar. Sebenarnya kami juga berjuang mencerdaskan kehidupan bangsa. Hanya saja kami berbeda tantangannya. Kami mendidik putra-putri daerah dan mempersiapkan mereka untuk meraih mimpinya.
Haruskah kami yang sama-sama berjuang ini dianak tirikan???
Satu hal yang menjadi penyemangat kami. "Lemah teles... Gusti Allah sing bales". Ketika nominal honor kami sangat tidak manusiawi, kami percaya Gusti mencatat semua amalan kami yang sudah kami berikan untuk anak didik kami. Kami percaya jika saat ini kami belum mencicip indahnya status sah sebagai pengabdi negeri ini, entah kapanpun itu pasti akan tiba. Disaat dimana pemerintah benar-benar memahami nasib kami.
Tiap tahun banyak guru yang purna, tapi tiap tahun juga banyak cetakan baru guru-guru baik dari universitas negeri sampai universitas terbuka. Jika diantara mereka berseru bahwa Indonesia harus meniru Finlandia dimana negara itu memiliki tingkat pendidikan nomor wahid.
Koreksilah dulu... Bagaimana ketatnya pencetak guru itu benar-benar mempersiapkan seorang guru yang benar-benar guru??? Ah... Berbicara ini banyak yang harus dibenahi. Tapi sampai detik ini aku bangga dengan ranah pendidikan yang menjadi naunganku.
Untuk bapak yang ada disana... Curahan hati ini bukan semata untuk memprotes ketidakadilan atau apapun itu. Kami ingin bapak mendengar, merenung dan menyikapi bagaimana nasib kami kedepannya terhadap negeri ini.
Kami adalah orang-orang yang berkecimpung dalam mencetak generasi penerus bangsa. Jangan hanya murid yang dimanjakan dengan aneka bantuan ini dan itu, jangan hanya guru yang sudah PNS aja yang dimanjakan dengan aneka tunjangan ini itu sementara tunjangan nggak cair justru menyalahkan operator sekolah.
Kami juga guru... Tugas kami setara dengan PNS bahkan terkadang tugas kami melebihi yang PNS. Jadi kami mohon, buka mata hati bapak yang disana bahwa kami masih menanti indah pada waktunya itu...
Salam hormat kami... Doakan kami semoga sehat selalu dan tetap mengajar dengan sepenuh hati.
16 comments
Ada jalannya masing-masing mbak, tetap semangat ya.
ReplyDeleteSelalu semangat kak bai!!
DeletePeluuukkk... Semangat ya Chel. Semoga didengar dan dibaca oleh bapak yang di sana.
ReplyDeleteSemangat selalu mbak dini
Deletesalam sebagai guru honorer
ReplyDeleteeh tapi saya sudah gak lagi sih
emang ngenes mbak jadi GTT cuma saya resign gegara harus rekayasa laporan BOSyg bertentangan dengan nurani
masalah gaji bagi saya dulu alhamdulillah saya syukuri saja
cuma ya itu memang ngenes banget apalagi sering dipandang sebelah mata
tapi gini mbak, dulu pas masih GTT saya harus punya tekad kuat
"oke gue boleh GTT, tapi kerja gue harus 10 x dari PNS. integritas gue harus 20 X, displinj gue harus 30 x, dan cara ngajar gue harus 50 x lebih baik dari GTT"
Klo ada lomba2 guru mbak di Kota saya, rata2 pemenangnya GTT
Klo pas ada perpisahan guru, rata2 yg GTT paling berkesan ke murid
karena ya itu saya yakin GTT2 itu ikhlas.
jadi, maaf komen saya panjang, yg penting semangat mbak
Hidup GTT !!
DeleteTetap semangat menjadi guru terbaik mbak,sebab menjadi seorang guru adalah profesi yang mulia. Di daerahku juga masih banyak guru honorer yang nasibnya ngenes.
ReplyDeleteSemoga ada jalan keluar terbaik yang menguntungkan semua pihak ya mbak 😊
ReplyDeleteSemangat ya Chel.. hidup guru memang harus prihatin katanya.
ReplyDeleteYa ampun tapi gajinya honorer dg guru swasta kok 15x lipat ya Chel ya ampun :(
Hahahaha....semangat mei!!
DeleteSelaluuu
ReplyDeleteKeluargaku gak ada yg jadi guru, cuma buruh Mbak
ReplyDeleteSering denger Guru Honorer yg kerja keras bgt sementara gaji buat makan aja pas2 san tp apa yg diajarkan berkesan dan manfaat bgt buat anak didiknya. Tetep kuat dan bahagia saat mengajar ya
Iya jiah..makasih yaaa
Deletesemangat mbak .. guru akan selalu dihati, semoga petinggi2 dinegeri ini mendengar keluh kesahnya mbak dan guru2 honorer yang lain
ReplyDeleteAamiin 😇
Deletemakasih gan infonya dan semoga bermanfaat
ReplyDeleteSilahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)