Ini Alasan Saya Kurang Setuju Jika Full Day School

By Chela Ribut Firmawati - September 11, 2017




Masih rame ya pada bahas ini? Hahaha.. selamat!!! Kita berada dalam hiruk pikuk balada dunia pendidikan yang tiada henti. Permasalahan pelaksanaan kembali kurtilas aja belum selesai, udah rame aja soal full day school


Belum ketok palu sih buat dilaksanakan secara serentak. Tapi makin seru aja lho kalau dibuat status di jagad maya. Segala macam argument bakal muncul chuy, mau dari yang pinternya level wahid sampai yang sekedar mau ramein juga hayu wae. Tapi dari aku… please…. Bacalah curahan hati seorang guru honorer ini ya… .

Buat aku, full day school itu semacam pil pahit yang harus ditelan setiap hari jika sekolahku benar-benar menerapkannya. Kok nggak bahagia? Idih!!! Jujur, aku sangat keberatan sekali. Dan sebenarnya fenomena full day school di wilayah Purwodadi udah ada semenjak bermunculan sekolah islam terpadu gitu deh.

Dari aku sendiri dan papa sebenarnya kurang setuju banget dengan pelaksanaan full day school. Jika dalih pemerintah adalah penerapan full day school untuk pembentukan karakter, apa selama ini tidakkah mereka melihat mulai dari kurikulum jaman baheula udah ada penerapan karakter? Banyak lho yang berkomentar GBHN aja dirubah, gimana mau konsisten dalam mencetak karakter generasi penerus? Nah lho… . 

Kalau kalian mengatakan kurikulum jaman dulu itu bikin anak nggak berkembang lah, mendidik generasi korup yang selama ini wara-wiri di berita, coba lihat lagi. Siapakah yang berperan pertama kali dalam pembentukan karakter anak? Kalau kalian menjawab ORANG TUA, hayuk kita tos dulu! 

Lalu peran sekolah apa? Ya sebagai lembaga yang membantu orang tua donk untuk membekali anak dengan ilmu. Aku yakin, tidak semua orang tua menguasai muatan materi jenjang sekolah, buat dapet ijasah aja kita memang butuh sebuah lembaga, kan? Dan memang lewat pembelajaran sehari-hari, tugas guru adalah membantu orang tua dalam membentuk karakter anak. Di sekolah, anak bisa saja menjadi anak manis penurut dan alim. Tapi selepas sekolah? Kita sebagai guru kan juga bukan satpam 24 jam yang harus menjadi satpam mereka.

Contoh sepele, pelajaran Pendidikan Kwarganegaraan aja mengatakan bahwa usia anak boleh mengendarai motor itu minimal 17 tahun. Di lapangan? Anak kelas 3 SD aja udah wara-wiri naik motor. Guru melarang? Udah sering!!! Tapi balik lagi, siapa yang paling berhak melarang? Orang tua, kan? Lah, nyatanya di sekolah udah dicegah, tapi dirumah malah diumbar orang tua. Sinkron? KAGAK.

Balik lagi ke full day school. Karena buat aku sendiri, orang tualah yang berperan utama dalam pembentukan karakter anak. Jika pemerintah seolah memaksa sekolah-sekolah (khususnya negeri) untuk full day school.. aduh please…. aku keberatan, karena….

😔 Kebijakan yang seolah dipaksakan dan tergesa-gesa

Beda lho sama sekolah swasta yang udah melaksanakan full day school. Sekali lagi, ini sudut pandang pendapat seorang guru SD Negeri, ya. Ada baiknya pihak terkait terjun langsung di lapangan dan JANGAN HANYA DI KOTA BESAR. Tolong… datang kesini di desa, baik yang pinggiran kota sampai desa yang masuk di pedalaman. Sesuaikah jika full day school diterapkan secara merata? belum lagi di daerah distrik. huhuhuhu

Aku terimakasih manakala pak Jokowi member himbauan boleh full day school asal jangan memberatkan. Jadi bisa fleksible gitu ya pak.

🏠 🏡 Kondisi Lingkungan yang berbeda
Kota berbeda dengan pedesaan. Begitupun kondisi orang tua baik dari segi pendidikan dan ekonomi. Bagi orang tua yang sibuk pasti akan merasa sangat terbantu dengan full day school karena semacam  “menitipkan anak”. Tapi, orang tua di lingkup sekolahku rata-rata petani dan memang tidak sedikit anak sepulang sekolah ikut bantu ortu. Jadi, dengan kondisi lingkungan yang berbeda itulah full day school memang harus dipikirkan matang-matang pelaksanaannya.


😞 Tidak semua sekolah didukung dengan fasilitas yang memadai

Memang sih pengembangan karakter disini itu bisa dilakukan dalam berbagai macam kegiatan selain pelajaran. Entah pramuka, keagamaan, literasi, IT, atau bahkan laboratorium. Perlu diketahui tidak semua sekolah ada perpustakaan, tidak semua sekolah ada mushola, tidak semua sekolah ada lab computer. Jadi untuk mengembangkan potensi anak juga tak semulus jalan tol.

Belum lagi tenaganya,  memang guru SD itu dituntut untuk allround alias menguasai berbagai atau bahkan semua bidang. Tapi, guru juga manusia yang punya batas kemampuan. Mengundang guru dari luar sekolah apakah dana sekolah mencukupi untuk membayar mereka? atau orang tua bersedia iuran swadaya untuk membantu sekolah? asal tarikan kita bisa kena pungli. Maka dari itu sekolah sangat berhati-hati,lho.

👴👵 Tenaga guru dan kerja sampingan

Berbeda juga ya dengan swasta yang ada semacam perjanjian di awal dengan beban kerja. Bahkan soal honor pun juga beda. Nah, bukan rahasia umum juga kalau banyak tanaga honorer yang ada di sekolah negeri dengan gaji ya gitu deh. Sedangkan full day school menuntut guru lebih lama di sekolah. Belum lagi yang perempuan ada tanggungan anak di rumah. 

Kerja sampingan memang solusi untuk menyambung hidup dan biasa dilakukan sepulang sekolah. Entah jualan, membuka jasa les, atau memang ada yang nyambi di kerjaan lain. Akan menyita waktu dan tenaga juga sih. Belum lagi galau banget bagi para ibu-ibu. Kepikiran anak dirumah, payudara yang kenceng karena waktunya nenenin, botol ASIP yang habis karena sudah pumping jam istirahat kedua. Haduh… banyak deh.. hahaa..

Kaitannya apa? kai aja sekolah mampu bayar gurunya sesuai standar UMR Kabupaten, belum lagi fasilitas penitipan anak di sekolah lah, ruang menyusui lah. hahah... banyak maunya!
Adanyan Sekolah Sore atau sekolah madrasah

Sepulang sekolah memang anak-anak lanjut sekolah madrasah di masjid atau TPQ. Disitulah bisa menjadi lading rejeki dan amal bagi guru ngajinya. Ada kendala juga lho dari curhatan beberapa orang tua yang anaknya beralasan capek karena baru pulang sekolah jam 3, sedangkan jam 4 harus ngaji. Ya yang ketiduran lah, males lah, pusing lah… orang tua bingung donk.

Dari sisi guru ngaji nya, secara materi jika banyak siswa yang tidak masuk atau bahkan keluar juga pemasukan secara materi jelas berkurang. Kita mikir realitanya saja. Semua bekerja demi apa? Selain pahala juga duit, kan?

*****
Itu sih murni pendapat aku yang udah aku bahas juga sama papa ya. Kalau kalian kurang sepaham ya silahkan. Jika memang terkesan memojokkan ya aku minta maaf dan ini memang murni nggak ada maksud apa-apa. Terhadap sebuah kebijakan kita bisa setuju atau enggak. Jika memang setuju aku sangat menghargai, jika berada dalam pihak tidak setuju, jangan atu diserang dan bahkan di bully. 

Ini Negara demokrasi, kita ber-hak untuk menyampaikan pendapat kita, donk. Memang untuk bicara tentang pendidikan Indonesia ini termasuk satu hal yang sesitif. Karena setiap orang tua punya sisi idealnya masing-masing dan jika menuntut pendidikan Indonesia seperti di Finlandia memang butuh waktu untuk mengoreksi buanyak hal. 

Nggak ada habisnya deh ya.. full day school or no, mari kita hargai keputusan masing-masing. Sejatinya sekolah itu tidak akan menjerumuskan dan mencetak anak menjadi sosok yang buruk. Ada kebaikan yang diajarkan oleh pengajarnya bahkan dalam muatan materinya. Jadi mari… kita bersama-sama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa tanpa harus merasa jumawa dan paling pintar sendiri.

Kalau ada yang tidak setuju… cusss tinggalkan komen di kolom komentar ya.. jangan pakai urat! Cukup bakso aja yang ada uratnya!!!

  • Share:

You Might Also Like

3 comments

  1. Cieeee template baru. Makin ketje km cel


    Btw kalau aku setuju sama full day school hahaha

    ReplyDelete
  2. Fullday bikin capek,seriusss.....udah ngalamin waktu ngajar di Batam. Enakan yang biasa aja,masuk jam 7 pulang jam 1 ^^

    ReplyDelete
  3. Realistis, setuju. Menurutku sekolah yang menerapkan sistem fullday silakan. Tapi yang tidak jangan dipaksa untk menjadi full day. Dengan begitu, para orangtua ang ingin menyekolahkan anaknya juga bisa memilih dengan segala pertimbangannya masing-masing. Saa rasa cukup demokrasi.

    Ya. semacam menitipkan anak bagi orangtua kantoran pikirku dariawal. Dan setuju banget waktu nemu kata ini diparagraf berikutna. hehe.

    ReplyDelete

Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)