4th

Peran Guru Sebagai Agent of Change

By Chela Ribut Firmawati - January 25, 2016





Anak-anak itu adalah spons paling ajaib yang Tuhan kirimkan untuk kita. mereka akan menyerap apasaja yang mereka lihat, dengar, bahkan mereka alami. Anak-anak itu selalu penuh dengan rasa ingin tau yang sangat tinggi, makanya gak jarang saya sangat kualahan dengan pertanyaan kritis dari mereka. Bahkan dari tontonan di televisi, mereka sering ikut menirukan adegan-adegan yang kurang pas untuk seusianya. Pacaran, sayang-sayangan, saling labrak, dan bahkan banyaknya berita mengenai kasus tentang kejahatan seks yang korbannya adalah anak-anak.


Mengenai seks, pernah saya mendapati seorang murid yang bertanya ke pada saya apa itu seks, apa itu alat kelamin, dan bahkan ada yang bertanya “kalau ada cowok cewek lagi berduaan kenapa bisa ada bayi di perut, bu?”. Bayangkan, seusia anak SD menanyakan seperti itu ke saya yang kebetulan adalah gurunya. Bingung dan gelagapan bagaimana menjelaskan ke mereka tetapi saya harus menjawab pertanyaan itu. Padahal untuk materi mengenai alat reproduksi baru diberikan di kelas enam. Realita lainnya di tengah rasa ingin tahu murid-murid saya, bagi sebagian orang tua dan guru lainnya seks adalah hal yang sangat tabu untuk dijelaskan di anak usia SD. Dan bahkan larangan keras untuk diajarkan.

Dan KEB datang membawa pencerahan untuk saya. Melalui program #KEBAgentOfChange saya mendapat ebook tentang Kekerasan Seksual Terhadap Anak dimana agen dalam ebook ini adalah emak yang berbeda latar belakangnya. Mak Grace Melia, seorang ibu rumah tangga yang memiliki anak berkebutuhan khusus dan berhasil menuangkan kisahnya tentang si Ubii panggilan akrab anaknya dalam buku Letters to Aubrey. Mak Ida Nur Laila seorang konselor keluarga yang aktif menjadi pembiacara seputar parenting keluarga dan menulis satu buku solo berjudul ‘Menya-yangi Anak Sepenuh Hati, dan 5 buku antologi. Dan dengankehadiran  ebook itulah membawa berkah tersendiri bagi saya.


Setelah membacanya saya jadi kepikiran ingin rasanya menyelipkan pendidikan seks kedalam pembelajaran di sekolah. Sepele sebenarnya, saya ingin menjawab pertanyaan murid saya itu. Disisi lain saya ingin merubah paradigma yang sudah melekat bahwa pendidikan seks itu tabu untuk dikenalkan untuk anak-anak di sekolah. Saya ingin mereka jadi tahu bahwa seks itu perlu untuk mereka pelajari sedini mungkin. Bahwa mereka juga perlu untuk mengetahui batasan mana saja tubuhnya bisa dipegang oleh teman mereka, bahwa mereka juga harus memiliki keberanian jika ada yang “nakal” dan dengan sengaja menyentuh area terlarang tubuhnya. Dan mereka nantinya bisa mengantisipasi hal-hal menyimpang lainnya jika mereka dibekali dengan pendidikan seks.


Saya percaya bahwa jika dimulai dengan hal kecil sekalipun nantinya akan berbuah dengan perubahan yang baik. Karena sekolah adalah rumah kedua bagi anak-anak, bahwa sangat perlu sekali menyelipkan pengetahuan tentang seksual. Kalau bukan dari peran seorang guru, lalu siapa lagi yang akan peduli dengan mereka bahwa sebenarnya kejahatan seksual itu bisa mengintai kapan saja dan dimana saja. Jika bukan sekolah sebagai satu tempat untuk mengayomi mereka dan menikmati keceriaan masa sekolah, lalu dimanakah mereka akan merasa aman dari para penjahat seksual? Melalui #KEBAgentOfChange ini saya berharap bahwa sekolah-sekolah di Purwodadi juga bisa menyelipkan pendidikan seks dalam pembelajaran di kelas. Melalui peran guru, sebagai seorang agen perubahan saya berharap guru-guru di Purwodadi mau untuk membuka mata dan hati nurani bahwa kita juga sangat berperan dalam pertumbuhan anak didik kita. Dan saya ingin mengajak para guru untuk mengajar dengan tulus hati, bukan hanya demi sertifikasi maupun tunjangan pegawai negeri. Pegawai negeri atau bukan anak-anak tidak peduli, yang mereka tahu adalah saya gurunya. Begitupun dengan guru lain, yang setiap pagi dinanti ilmunya dengan tatapan polos dan tanpa dosa.


Saya sedang melangkah yang sebenarnya tidak sendiri, semua karena inspirasi dari  KEB “Kami ada untuk berbagi”. Sayapun ada untuk berbagi bersama anak-anak saya, begitu juga dengan peran guru yang lain dengan beda karakter, beda latar belakang, beda visi misi di tiap kelasnya, beda cara mengajar, tapi kami tetap bersama untuk membekali para murid dengan pendidikan seks usia dini. Dengan karya yang dibawa oleh keberagaman inilah yang menginspirasi dan membawa saya untuk sebuah langkah menuju perubahan. Sebuah tekad untuk anak-anak agar bisa menikmati dunianya tanpa rasa takut dengan kekerasan, sebuah perubahan menuju generasi yang lebih baik dan menuju Purwodadi bebas kekerasan terhadap anak-anak. 

  • Share:

You Might Also Like

13 comments

  1. kereeen !
    semoga dengan ini mereka sadar sejak dini, tentang apa yang harus di hindari

    ReplyDelete
  2. woww... ada anak SD yg menanyakan tentang seks? saya mah pasti kaget deh bu guru hehe
    kalo anak saya masih penasaran bagaimana bayi bisa keluar dari perut ibunya

    ReplyDelete
  3. Menjadi guru emang harus siap lahir batin juga dan harus siap menjawab pertanyaan anak - anak didiknya

    ReplyDelete
  4. Iyaaa..guru selamanya adalah agent of change

    ReplyDelete
  5. wah semangat mbak cheila.... dunia ini hina... kecuali orang yang belajar dan mengajar.... sukses terus mbak cheila.... semoga bangsa ini benar-benar berubah jadi lebih indah sejati.....

    ReplyDelete
  6. Berkat jasa guru, ilmu pengetahuan tersalurkan dengan baik kepada para muridnya :). Sukses, mba

    ReplyDelete
  7. Seyuju che, lewat keb akunjg dpt bnyak pelajaran baru utk hidup. aiih. terus semangat mengajar dan menebar kebaikan ya Che

    ReplyDelete
  8. Anak-anakku waktu kelas 6 ada pendidikan seks juga. Anak2 jaman sekarang memang kritis2.
    Semangat mengajar ya Bu Guru cantik :)

    ReplyDelete

Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)