Selamat Jalan Pak Raden

By Chela Ribut Firmawati - November 02, 2015

credit: google
Masa kecil saya terbilang bahagia, sekalipun dulu belum kenal apa itu gadget. Kebersamaan dengan teman bermain saya habiskan di prosotan sekolah yang kebetulan dekat rumah, di lapangan sambil jadi sorak sorai teman laki-laki yang main bola, di sungai sambil nunjukin dimana keberadaan ikan yang lagi mabok kena uberan tangan dan apotas, dan di depan televisi setiap sore setelah pulang dari ngaji. Kalau udah di depan televisi gitu gak bisa diganggu. Nah, tayangan yang jadi favorit jaman kecil saya adalah si unyil.


Si Unyil adalah satu dari tokoh boneka yang lekat di hati anak-anak era 80-90an. Kehadiran Uyil tak lepas dari peran penciptanya yaitu Drs. Suyadi atau kita lebih mengenal dengan Pak Raden. Kita pun juga mengenal Pak Raden di serial Unyil yang memiliki watak galak, pelit dengan ciri berkumis tebal. Yang paling melekat di hati saya adalah Pak Raden selalu menghitung jumlah jambu bijinya ketika berbuah dan kalaupun berkurang Usrok dan kawan-kawannya yang jadi sasaran kemarahan Pak Raden.

Sebagai seorang yang terjun dalam dunia pendidikan, saya mengidolakan Pak Raden. Kemampuan Pak Raden dalam menyihir anak-anak melalui dongeng bergambarnya ini sudah tidak diragukan lagi dan menurut saya gak ada yang menandingi. Tidak gampang menyampaikan sebuah cerita sambil menggambar dan tak lupa nilai moral ia sampaikan tanpa menggurui. Bisa dijamin mengikuti program acara anak di TVRI yang dibintangi Pak Raden benar-benar bisa menghipnotis saya. Yah, beliau bagi saya maestro dunia anak melalui karya-karyanya. Entah itu menciptakan boneka Unyil, lukisannya, ceritanya, dan kemampuan mendongennya.

Dan, sang maestro kini telah menghadap sang Maha. Sedih, ketika saya ingin banyak belajar dari beliau melalui tayangan di televisi (namun sayang beliau jarang tampil di TV), ketika saya ingin meniru sumbangsih beliau untuk anak-anak di negeri ini. Sang maestro dunia anak ini berpulang ditengah perjuangannya akan hak cipta boneka Unyil yang merupakan ciptaanya. Sang maestro pergi dengan meninggalkan sebuah memori masa kecil yang sangat indah melalui cerita si Unyil bersama teman-temannya. Sang maestro pergi dengan meninggalkan ingatan akan sosok lelaki paruh baya lengkap dengan baju beskap dan blangkon, alis tebal begitupun kumisnya, suara serak payau yang mampu menghipnotis anak-anak melalui dongengnya. Spidol dan kertas putih dilahapnya dengan coretan sebuah gambar yang indah namun memiliki cerita budi pekerti didalamnya. Padahal kata bapak pelajaran budi pekerti itu mahal, tapi bagi Pak Raden semuanya ia berikan tanpa menggurui dan dengan tulus kasih.

Ah, saya sedih beneran sedih. Saya belum menjumpai sosok legendaris seperti Pak Raden ini. Tapi takdir berkata lain, teriring doa saya untuk sang maestro semoga bahagia di haribaan ilahi robbi. Terimakasih untuk karya-karya yang sangat luar biasa. Terimakasih untuk budi pekerti yang sudah diberikan. Terimakasih sudah menjadikan saya generasi 90an yang bahagia dengan adanya Si Uyil jam empat sore meskipun masih hitam putih TV dirumah.


Selamat jalan Pak Raden, semoga tenang di sisiNya. Aamiin.

  • Share:

You Might Also Like

7 comments

  1. Selamat jalan pak raden..
    Dulu, sepulang sekolah madrasah saya selalu menonton si unyilnya pak raden.
    Salam hangat dari Bondowoso.

    ReplyDelete
  2. acara tv yang paling di tunggu jaman aku kecil nih. Sosok Pak Raden selalu di ingat juga dari dulu sampai sekarang

    ReplyDelete
  3. Selamat pak raden
    terimakasih telah menghibur anak tahun 90an :')

    ReplyDelete
  4. Jadi inget dulu, minggu pagi nongkrong di depat tipi siap2 nonton Unyil bareng adek.

    ReplyDelete
  5. sedih ya pa raden udah ga ada, jadi inget kalo sore di salah satu stasiun tv suka menghadirkan film unyil

    ReplyDelete

Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)