credit: google |
Masa kecil saya terbilang bahagia,
sekalipun dulu belum kenal apa itu gadget. Kebersamaan dengan teman bermain
saya habiskan di prosotan sekolah yang kebetulan dekat rumah, di lapangan
sambil jadi sorak sorai teman laki-laki yang main bola, di sungai sambil
nunjukin dimana keberadaan ikan yang lagi mabok kena uberan tangan dan apotas, dan di
depan televisi setiap sore setelah pulang dari ngaji. Kalau udah di depan televisi
gitu gak bisa diganggu. Nah, tayangan yang jadi favorit jaman kecil saya adalah
si unyil.
Si Unyil adalah satu dari tokoh boneka yang lekat di hati anak-anak era 80-90an. Kehadiran Uyil tak lepas dari peran
penciptanya yaitu Drs. Suyadi atau kita lebih mengenal dengan Pak Raden. Kita
pun juga mengenal Pak Raden di serial Unyil yang memiliki watak galak, pelit
dengan ciri berkumis tebal. Yang paling melekat di hati saya adalah Pak Raden
selalu menghitung jumlah jambu bijinya ketika berbuah dan kalaupun berkurang
Usrok dan kawan-kawannya yang jadi sasaran kemarahan Pak Raden.
Sebagai seorang yang terjun dalam
dunia pendidikan, saya mengidolakan Pak Raden. Kemampuan Pak Raden dalam
menyihir anak-anak melalui dongeng bergambarnya ini sudah tidak diragukan lagi
dan menurut saya gak ada yang menandingi. Tidak gampang menyampaikan sebuah
cerita sambil menggambar dan tak lupa nilai moral ia sampaikan tanpa menggurui.
Bisa dijamin mengikuti program acara anak di TVRI yang dibintangi Pak Raden
benar-benar bisa menghipnotis saya. Yah, beliau bagi saya maestro dunia anak
melalui karya-karyanya. Entah itu menciptakan boneka Unyil, lukisannya,
ceritanya, dan kemampuan mendongennya.
Dan, sang maestro kini telah
menghadap sang Maha. Sedih, ketika saya ingin banyak belajar dari beliau
melalui tayangan di televisi (namun sayang beliau jarang tampil di TV), ketika
saya ingin meniru sumbangsih beliau untuk anak-anak di negeri ini. Sang maestro
dunia anak ini berpulang ditengah perjuangannya akan hak cipta boneka Unyil
yang merupakan ciptaanya. Sang maestro pergi dengan meninggalkan sebuah memori
masa kecil yang sangat indah melalui cerita si Unyil bersama teman-temannya.
Sang maestro pergi dengan meninggalkan ingatan akan sosok lelaki paruh baya
lengkap dengan baju beskap dan blangkon, alis tebal begitupun kumisnya, suara
serak payau yang mampu menghipnotis anak-anak melalui dongengnya. Spidol dan
kertas putih dilahapnya dengan coretan sebuah gambar yang indah namun memiliki
cerita budi pekerti didalamnya. Padahal kata bapak pelajaran budi pekerti itu
mahal, tapi bagi Pak Raden semuanya ia berikan tanpa menggurui dan dengan tulus
kasih.
Ah, saya sedih beneran sedih. Saya belum
menjumpai sosok legendaris seperti Pak Raden ini. Tapi takdir berkata lain,
teriring doa saya untuk sang maestro semoga bahagia di haribaan ilahi robbi. Terimakasih
untuk karya-karya yang sangat luar biasa. Terimakasih untuk budi pekerti yang
sudah diberikan. Terimakasih sudah menjadikan saya generasi 90an yang bahagia
dengan adanya Si Uyil jam empat sore meskipun masih hitam putih TV dirumah.
Selamat jalan Pak Raden, semoga
tenang di sisiNya. Aamiin.
7 comments
Selamat jalan pak raden..
ReplyDeleteDulu, sepulang sekolah madrasah saya selalu menonton si unyilnya pak raden.
Salam hangat dari Bondowoso.
selamat jalan pak raden :")
ReplyDeleteacara tv yang paling di tunggu jaman aku kecil nih. Sosok Pak Raden selalu di ingat juga dari dulu sampai sekarang
ReplyDeleteSelamat pak raden
ReplyDeleteterimakasih telah menghibur anak tahun 90an :')
selamat jalan pak raden
ReplyDeleteJadi inget dulu, minggu pagi nongkrong di depat tipi siap2 nonton Unyil bareng adek.
ReplyDeletesedih ya pa raden udah ga ada, jadi inget kalo sore di salah satu stasiun tv suka menghadirkan film unyil
ReplyDeleteSilahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)