Diambilnya sebuah kotak yang sudah berkarat di beberapa sisinya. Lalu tangan keriputnya perlahan membuka tutupnya sesekali mengusap debu yang menempel. Perlahan dikeluarkan satu per satu isi dalam kotak tersebut. Sebuah gelang yang terbuat dari manik-manik, dan selembar kertas usang dan foto seorang lelaki tampan gagah dan berkumis di wajahnya. "Dia ini kakungmu, Nduk. Bagus to kakungmu. Sama gagahnya seperti ayahmu" ucapnya sembari tersenyum dan pandangannya menerawang ke beberapa tahun silam.
Di dermaga pelabuhan Tanjung Perak, Lasmi mengantar kepergian sang Kapten lengkap dengan seragam lorengnya. Tugas menjaga daerah konflik saat itu mengharuskan Lasmi terpisah pulau dengan suaminya. Seorang Kapten asal Surabaya yang telah meminang Lasmi dan kini sedang mengandung 7 bulan buah cinta mereka. Kapten Bhirawa, begitulah dia akrab disapa. "Tunggulah daku istriku, jaga dirimu baik-baik. Rindukan aku dan selalu sebut namaku dalam untaian doamu. Jaga buah cinta kita, kelak dia akan seperti aku", kemudian sebuah pelukan dan kecupan mengiringi perpisahan sang Kapten dengan sisihan hatinya.
Detik, menit, hari, dan tahun berlalu. Dua tahun sudah rindu seraya bergelayut dalam sanubari Lasmi. Hanya sepucuk surat cinta pelepas rindu dan sebuah foto yang dikirimkan sang suami 1 tahun lalu sebagai pengobatnya. Buah hati yang selalu menanyakan "kapan bapak pulang bu?" menambah kemirisan hati Lasmi. "Sebentar lagi bapak pulang, Nak. Sabarlah ibu juga kangen bapakmu". Namun, hingga memasuki tahun ke tiga sang kapten yang dinanti anak dan istri tak kunjung kembali ke pelukan mereka.
Disebuah makam pahlawan itulah, Lasmi dan putranya melihat sang Kapten yang terbujur kaku. Sebuah peluru dari musuh menembus jantung sang kapten sehingga nyawanya tak bisa ditolong. Tangis dan rindu yang terpecah di pinggiran liang lahat itu mengiringi kepulangan kapten menghadap ilahi. Sebuah pesan sebelum ia tertembak, dan pesan itu disampaikan ketika ia hendak pulang kampung menemui istrinya. Sang ajudan menyampaikan pesan Kapten kepada Lasmi, "Kapten bangga memiliki istri yang sangat setia. Kapten bangga kelak jagoan satu-satunya ini memiliki cita-cita seperti bapaknya. Didiklah ia menjadi calon prajurit yang rela mati membela negri ini". Raga kapten telah pergi, namun cinta dan kegigihannya selalu terpatri di lubuk hati terdalam Lasmi dan sang putra. Meninggalkan nama dan sebuah kenangan untuk membela negri ini.
18 comments
Telah gugur pahlawanku, usia sudah janji bakti #sing.
ReplyDeleteBerasa seperti nonton film Janur Kuning nih mbak :)
hlo...ada gitu mbak film janur kuning?
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeletemakasih juga pakdhe :D
Deletesedih..... Tulisan mantap..kaya skenario film.. Teratur bget :)
ReplyDeleteSukses mbak...
hehehe.....makasih :)
DeleteHmm..Bu guru keciil
ReplyDeleteceritanya indah banget :D
seindah senyummu buatku ya teh :)
Deletemelaskeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee
ReplyDeleteiyaaaaa
DeleteMembaca artikel ini jadi ingat film "Serangan Fajar". He....x9
ReplyDeleteSukses selalu
Salam wisata
hehehe..film apa itu
DeleteCeritanya mengharu biru Mbak, sebuah kisah penantian seorang istri yang ditinggal suaminya, tapi pulang-pulang tinggal nama :)
ReplyDeleteit just imagination nih mbak,,hihihi
DeleteIyaaa, ceritanya mengharu biru. Tissue mana tissue, hiks.
ReplyDeleteSukses ya Cheila cantik! Semgoa menang. :)
makasih mbak alll :)
DeleteKira-kira anak kapten Bhirawa sekarang usia berapa? Jangan-jangan jadi salah satu murid bu guru nih..
ReplyDeletesukses kontasnya ya
hahaha..bisa jadiiii
DeleteSilahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)